Flasback
Eja dan Alfa sudah menyelesaikan tugas yang di berikan Miss Jessie, dan kini mereka hanya perlu memutuskan apa yang akan mereka lakukan untuk tugas yang di berikan bu Sukma yaitu keseniannya.
"Gimana kalo keseniannya kita pake piano?," usul Eja. "Tadi nyokap lo bilang lo juga bisa main piano. Mau main bareng?."
Jantung Alfa berdebar seperti biasanya di kala Eja menatapnya seperti itu, "tidak, terimakasih. Buat keseniannya gue pake dramanya aja. Toh selama lo mainim musiknya bagus, gue juga bakal dapat nilai yang sama kayak lo."
"Lo yakin?," Eja memastikan. "Kan bisa ditambahin di awal?. Jadi ceritanya gue suka sama lo setelah demgerin lo main piano."
"Tidak, terimakasih." Lagi-lagi Alfa menolak.
Eja mengangguk mengalah, "Lo pengen gue main gitar atau piano?," tanya nya sekali lagi.
"Yang manapun terserah lo." Alfa mengedikkan bahu cuek. Padahal didalam sana jantungnya tengah berulah.
Eja menatap Alfa lekat karena jawabannya, dan itu membuat Alfa lagi-lagi harus menghindari tatapannya.
"Lo yakin gak ada lagu yang li pengen gue mainin?," Eja memastikan kembali, siapa tau Alfa mau rekomend lagu yang sesuai dengan perasaannya kepada Eja sekarang?.
Alfa menggeleng.
"Oh.....oke."
Dan kenapa Eja tidak bisa berhenti berharap?.*******
Alfa memperhatikan jemari Eja yang bergerak di atas tuts hitam putih didepannya, memainkan beberapa kali.
Eja tiba-tiba menghentikan kesibukannya dan menoleh kearah Alfa, "lo coba mainin lagu yang lo suka deh, sementara gue mikir."
"Hn?..." Alfa melongo beberapa saat.
"Lo main". Eja mengedikkan kepala kearah piano.
"Kenapa?". tanya Alfa bingung.
"Biar gue bisa mikir". Jawaban Eja itu semakin membingungkan Alfa.
Alfa meringis, bagaimana bisa dengan ia memainkan piano Eja bisa berpikir?. Tidakkan kalau ia memainkan alat musik itu Eja justru tidak akan berkonsentrasi dan dia tidak bisa berfikir?. Alfa menghela nafas, karena ia tau Eja tidak akan menyerah untuk yang satu ini. Biasanya Eja akan mengalah dengan mudah, tapi jika dia sudah menggunakan alasan yang tidak bisa dimengerti Alfa, itu artinya dia tidak akan menyerah. Sejauh itulah Alfa mengerti Eja sejak mereka terjebak dalam tugas kelompok ini.
"Gua nggak punya lagu kesukaan." Alfa masih sempat berkata.
"Dan nyokap lo bilang lo suka lagunya Yiruma." Eja tidak menyerah.
Alfa menatap Eja yang sudah tersenyum penuh kemenangan. Alfa mendengus pelan, dan memutuskan untuk memainkan satu lagu. Hanya satu lagu agar Eja tidak menggerecokinya lagi.
Alfa memarik nafas dalam, dan memainkan salah satu lagu favoritnya. River flows in you. Melodi yang mengingatkannya pada sosok yang sedang duduk di sebelahnya.
Setelah memainkan satu lagu, Alfa bangkit dari dudukya. "Udah, kan? Sekarang terserah lo mau main lagu apa. Dan jangan harap gue mau main lagu lainnya agar lo bisa mikir," Alfa hendak meninggalkan Eja, tapi ia di buat terkejut ketika Eja menahan lengannya dan menariknya, membuat ia duduk kembali.
"Gua udah tau mau main lagu apa," Eja berkata. "Sepertinya lagu Fall For You cocok buat dramaya. Gue mainin lagu itu terus gue confess ke elo, lo bilang 'iya' dan tamat. Giamana, lo suka?,"
Alfa terpaku di tempatnya, bukan karena penjelasan Eja melainkan lagu yang di ucapkan oleh cowok itu. Entah kenapa mendengar lagu itu dadanya terasa sesak.
"Hm.." jawab Alfa pendek. Kemudian beranjak meninggalkan Eja sebelum cowok itu melihat ekspresi menyedihkannya.
Ini hanya drama. Ucap Alfa dalam hati.
******
Eja tahu kenapa tidak ada satu orang pun dikelasnya yang tahu tentang perasaan Alfa padanya. Cewek ini benar-benar pandai berakting. Bahkan setelah kejadian di koridor tadi pagi, dia masih bisa melakukan perannya dengan sangat baik. Dia tersenyum, tertawa dan bertengkar dengan Eja seperti pasangan-pasangan nyata pada umumnya. Alfa melakukannya dengan sangat natural. Seolah kejadiam tadi pagi tidak pernah ada.
Ketika mereka tiba di adegan terakhir mereka, keduanya duduk berdampingan di depan piano. Eja menoleh untuk menatap Alfa, dan dadanya terasa sakit hanya dengan mengingat kejadian tadi pagi. Eja menarik napas dalam.
Alfa menoleh, membalas tatapan Eja dan tersenyum. Saat itulah, Eja melihatnya. Luka yang diberikan Eja pada cewek itu tampak jelas dimatanya.
Tak sanggup melihat rasa sakit Alfa lebih lama, Eja mengalihlan pandangannya ke arah piano dan mulai memainkannya.
Eja bahkan belum tiba di bagian refrainnya ketika menghentikan permainan pianonya. Ia bisa merasakan tatapan Alfa yang tertuju kepadanya.
"Why?," tanya Alfa sedikit berbisik.
Eja menarik nafas dalam, lalu menoleh dan membalas tatapan Alfa, "Gue nggak bisa melakukan ini lagi. Gue nggak ingin mainin permainan ini lagi. Gue suka sama lo, Alfa. Jadi berhentilah berpura-pura dan.....katakan saja bagaimana perasaan lo tentang gue."
Alfa tampak sangat terkejut dan Eja tidak heran dengan itu. Apa yang dikatakan Eja sama sekali tidak ada di dalam naskah drama mereka.
"Katakan saja yang sebenarnya, should I stay or not?."
Alfa memalingkan wajah dari Eja. Seketika hal itu membuat hati Eja mencelos. Alfa tidak lagi menginginkannya. Eja yang bodoh. Setelah kejadian tadi pagi, apa yang dia harapkan!?.
"Gue yakin sekarang lo benci sama gue. Gue ngerti lo nggak akan mau lihat gue lagi. Gue tahu ini kedengarannya bodoh, tapi gue akan pergi. Jadi lo jangan sedih, dan jangan sampai terluka, karena hal itu juga nyakitin gue. I've been so selfish this whole time. I'm sorry, Alfa." Eja memaksakan mengulas senyum sebelum ia bangkit dari duduknya. Tanpa menoleh kebelakang cowok itu turun dari stage diikuti tatapan tak percaya teman-teman sekelasnya yang berada di aula.
Tanpa pamit kepada Miss Jennie dan Bu Sukma, Eja keluar dari aula. Dia hanya tidak sanggup berada disana lebih lama, dan menyakiti Alfa lebih dalam lagi. Eja memejamkan mata saat sakit yang menyesakkan menghujam dadanya. Eja tertawa sumbang dengan bodohnya. Apa saja yang telah ia lakukan ketika cewek itu menyukainya?!. Bodonya Eja karena terlambat menyadari perasaannya sendiri terhadap cewek itu.
Eja bahkan mendapat hukuman akibat kesalahannya. Setiap kali dia menyakiti Alfa, ia justri lebih terluka lagi. Melihat cewek itu terluka benar-benar menyakitkan.
Dasar Bodoh!, maki Eja dalam hati, menyadari penyesalan tidak akan mengubah apapun. Ia telah kehilangan Alfa.
*********
a/n
Kok jadi gini?
Suka suka diriku lah, HAHA!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Alfa & Eja [END]
Teen FictionIni cerita tentang Alfa dan Eja. Alfa, gadis yang kerap kali di panggil Siwe itu, lebih suka menyembunyikan perasaannya. Karena sejak awal ia menyukai Eja, ia ingin menyimpan perasaannya sendiri. Hanya untuk dirinya sendiri. Sedangkan Eja, pemuda i...