Ahahaha.
Menurutku ramadhan tahun ini tidak seramai biasanya. Bukan karena hilangnya keberkahan yang Allah berikan di bulan ini, tapi tentang antisiasme masyarakat.
Singkat cerita di sebuah desa X. Sekitar lima tahun lalu, semarak ramai ramadhan tak kunjung surup hingga di sepenghujung hari. Tapi sekarang, jalanan saja bahkan tampak sepi sebelum jam sebelas malam.
Oke, mungkin itu perasaanku saja.
Awalnya aku berpikir demikian. Namun seiring berjalannya waktu, aku merasa ini adalah kenyataan yang tak pernah bisa kusangkal.
Menjelang berbuka, pasar ramai. Ramai sekali bahkan. Banyak orang hilir mudik mencari takjil. Jujur aku bahagia melihat itu. Setidaknya, tradisi ngabuburit masih terlaksana. Tapi sekaligus miris karena setelah mereka mendapatkan apa yang diinginkan, giliran gadget yang bekerja.
Cekrek.
Poting di sosmed. Caption yang sudah maenstream.
Alhamdulillah, puasa hari ini lancar.
Seketika bibir ini bergetar dan berucap "prett".
Mengapa demikian? Karena aku jelas mengetahui bahwa dia sedang kedatangan tamu.
Oke. Sekarang lupakan masalah berbuka. Hal yang paling membuatku ingin kembali ke masa lalu adalah ketika melihat fenomena tadarus yang baru.
Memang benar membaca Al Qur'an tetap dilakukan. Tapi setelahnya, mereka bukan menyimak orang lain, namun melihat gadget sambil tidur-tiduran di karpet mushola.
Ingin sekali aku melarang mereka melakukan hal demikian. Tapi apa daya, aku tak mampu. Aku hanya bisa memandang mereka prihatin.
Betapa pecundangnya aku.
Jember, 11 Mei 2019

KAMU SEDANG MEMBACA
LIFE
De Todo"Terlalu sederhana untuk berujar bahwa ini adalah kisah dalam satu bulan suci" #KSI #KOMUNITASSASTRAINDONESIA #RAMADHAN SUKA CITA #CKSI