Sebuah Emosi

3K 105 8
                                    

Mohon maaf cerita dalam tahap revisi, dan perubahan alur terimakasih.

"If i ask you to stay, would you show me the way? Tell me what to say so you don't leave me."
-Try (Aher Book)

***

Tiga jam lalu

Azka berjalan dengan langkah lunglai, matanya menatap aspal yang seakan lebih menarik dari pemandangan malam ibu kota. Kakinya bergerak sendiri tanpa bisa ia perintah, terhitung sudah lima jam ia berjalan tak tentu arah. Jam semakin bergerak hingga menunjukan pukul 02.00 malam. Ia masih berjalan di atas trotoar sementara jalanan sepi, hanya segelintir kendaraan yang lewat. Beberapa kali ia menghembuskan nafas berat, tangannya mengusap wajahnya dengan gerakan kasar. Sesekali Azka bergumam, untuk malam ini ia merasa kehilangan arah. Ia merasa tak tau harus melakukan apa. Karena sekarang Azka bingung, ia begitu frustasi.

"Dia sudah baik-baik saja tubuhnya kembali normal, tetapi tadi dia mendapat serangan kembali, kamu tenang saja, untungnya dokter bisa menanganinya dengan cepat, pihak rumah sakit sudah berusaha menghubungimu namun tidak ada jawaban, kami hanya takut jika kondisinya semakin buruk, karena detak jantungnya hampir berhenti."

Suara itu terus berputar di otak Azka, mengingatkan kembali akan luka di hatinya, matanya bahkan sembab karena menahan tangisan. Ia tak bisa membayangkan jika hal itu benar-benar terjadi. Jantungnya hampir berhenti. Itu artinya..... Tetapi Azka langsung menggelengkan kepalanya, ia tak mau memikirkan hal buruk lagi, ia tak mau membayangkan apapun.

"Lalu bagaimana keadaannya?"

"Dia adalah orang yang kuat, saya bahkan sampai tidak menyangka jika dia bisa bertahan sampai sekarang, tapi akibat kecelakaan yang menimpanya dulu, mengakibatkan organ dalamnya rusak."

"Saya sudah mencoba memperbaikinya dengan obat-obatan, penanganan dan perawatan medis lainnya namun karena obat-obatan yang masuk ke dalam tubuhnya tidak bisa membantu, malah semakin memburuk. Akibatnya ginjal mengalami kerusakan, dan harus segera melakukan operasi."

"Apa harus operasi? Memangnya tidak ada cara lain?" tanya Azka dengan wajah pucat.

"Lamia dalam kondisi koma, tindak medis yang dilakukan padanya memiliki resiko tinggi, tetapi jika tidak dilakukan operasi secepat mungkin akan lebih membahayakan."

Azka menggeleng pelan, ia masih saja ingat penjelas dokter tadi mengenai operasi yang harus berlangsung secepatnya, darimana Azka bisa mendapatkan uang untuk operasi? Harus ke mana lagi Azka mencari uang itu? Sementara sekarang ia tak punya uang sedikitpun. Tetapi membiarkan tubuh orang yang begitu berharga terbaring tak berdaya semakin membuat Azka menderita, ia sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk melakukan apapun demi kesembuhan orang yang ia jaga.

Sekali lagi, Azka menghembuskan nafasnya, ia menatap ke arah jalanan dan kembali berjalan menyebrang melewati jalanan malam yang sengang. Kaki laki-laki tersebut berhenti di sebuah bengkel dekat lapangan yang kebetulan masih buka.

"Gimana bang?" tanya Azka pelan sambil menatap laki yang duduk di atas motor.

"Kalo buat motor lo yang ini, gue gak bisa ngambil harga yang lo minta, itu terlalu mahal, motor lo emang masih bagus, tapi udah lama bukan baru, terus pernah lo modif dan lo masukin ke bengkel karena rusak, jadi takut ada mesin yang rusak gue mungkin bisa ngasih harga setengahnya."

Unfinished GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang