"Tenang kali Za, gue yakin seribu persen kita gak bakal remedial! Sekarang makan ya," Yura terus memaksaku untuk menelan bulatan siomay yang dibelinya dari kantin. Sementara aku bersikeras menolak suapan darinya.
Bukan. Bukan ulangan matematika yang terus aku pikirkan sedari tadi. Tapi, Kak Alder.
"Gue bener-bener gak nyangka kalo Kak Alder itu kakak lo,"
"Oh ... Jadi, gara-gara mikirin kakak gue lo gak nafsu makan? Nah ... ketauan kan lo naksir kakak gue. Udah geh, gebet aja, gue ikhlas lillahita'ala," Yura menelan siomay terakhirnya setelah ia menyerah menyuapiku yang terus menolak.
"Bukan, ya gue cuma masih gak nyangka aja. Kakak lo kan kalem, gak pecicilan, rajin, perhatian, penyayang, pin--"
"Iya, terus aja terus. Puji dia ampe mulut lo bebusa. Semua orang juga bilang gitu, suka banding-bandingin sifat gue dan dia yang kayak langit sama bumi. Gue bangga jadi diri gue sendiri, yang seperti ini," ucapnya penuh penekanan di akhir kalimat.
"Aih, kok lo nge-gas?"
"Kuping gue udah bosen Za denger semua 'perbandingan' itu. Mulut gue udah cape ngejelasin bahwa gue bangga dengan diri gue sendiri. Sedetail apapun lo bandingin gue sama Kak Alder, gue bakal terus kek gini, dengan apa adanya gue," jelasnya.
"Ok. Maaf maaf," cengirku.
Drrrtt Drrrtt
Ponselku bergetar tanda pesan masuk.
[Kak Alder]
Nanti pulang bareng siapa? Kebetulan kakak kosong.Bibirku mengembang. Sudut-sudut bibirku secara tak sadar terangkat begitu saja.
"Kenapa lo?" Yura menaikkan sebelah alisnya.
"Kakak lo nih," jawabku sambil menunjukkan pesan singkat itu pada Yura.
Yura membulatkan matanya sempurna. Mulutnya menganga tanda tak percaya.
"Biasa aja dong itu muka." Aku menarik kembali ponselku dari tatapan Yura.
"Sejak kapan lo punya WA Kak Alder?"
"Waktu anterin gue pulang," jujurku.
"Nah, pasti lo yang minta duluan, 'kan?" tuduhnya.
"Eh, enak aja. Di mana harga diri gue kalo seandainya cewek minta nomor cowok. Dia yang minta lah,"
"Seriusan?!" Yura masih menatapku tak percaya. Aku hanya mengangguk mantap.
"Lagian siapa suruh kemaren lo bilang kalo gue minta WA kakak lo,"
"Alhamdulillah! Akhirnya kakak gue normal juga,"
"Maksudnya?"
"Lo tau gak Za, dia itu paling 'anti' sama cewek. Dingin beud. Yang deket sama dia banyak, tapi yang berhasil bikin dia leleh baru lo! Lo Za! Lo!" Yura menggoncang-goncangkan bahuku.
"Kumat kumat!"
Yura memajukan bibirnya kesal, "Gue serius onta!"
Aku terkekeh pelan.
"Terus ini gimana balesnya?"
"Sini gue aja yang bales!" Yura merebut ponselku. Sementara aku meronta-ronta ingin ponselku kembali. Tidak bisa aku bayangkan apa yang akan ia ketik untuk membalas pesan singkat dari kakaknya itu.
Yura berhenti menghindariku dan mengembalikan ponselku saat pesan singkat itu berhasil terkirim dengan centang dua berwarna biru. Dengan cepat, aku meraihnya dan membaca apa yang telah Yura kirimkan kepada kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
More
Teen Fiction"Za, lo tahu, semesta itu ajaib. Sejauh apapun lo sama gue dipisahkan Tuhan, jika masih berada dalam benang takdir yang sama, kita pasti ketemu lagi, contohnya sekarang." Aku hanya tersenyum. "Za, lo tahu, semua orang punya klimaks dan antiklimaks d...