Tahun demi tahun berlalu. Pyeong Gang telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan juga pintar. Karena usianya telah pantas untuk menikah, Raja pun mulai mengumpulkan data-data para pangeran dan bangsawan yang pantas untuk menjadi menantunya. Data-data itu diberikan kepada Pyeong Gang, agar dia bisa memilih sendiri, pria mana yang akan dia jadikan pendamping hidupnya.
Alih-alih memilih, Pyeong Gang malah melemparkan data itu begitu saja di lantai, dan bergelung di atas kasur.
“Gongju-nim…” tegur Dayang Min, dayang pribadi Pyeong Gang.
“Kembalikan saja kertas-kertas itu kepada Ayah, sebelum aku sendiri yang membakarnya.”
“Apa Gongju-nim tidak menyukai mereka semua? Gongju-nim bahkan belum melirik satu huruf pun.”
Pyeong Gang mendengus kesal, “Keluarlah, aku lelah.”
Sepeninggalan Dayang Min, Pyeong Gang bangkit dari kasurnya. Dia mengambil sebuah kotak kayu dari dalam lemarinya. Di dalam itu ada sebuah persimmon yang sudah mengering, namun tidak membusuk, malah mengeluarkan bau yang wangi. Dalam senyum tipis Pyeong Gang, tersirat kerinduan.
***
Mata Raja melotot, mulutnya ternganga, “A… apa kau bilang tadi?”
“Saya ingin menikah dengan On Dal.”
Raja shock di atas tahtanya. Mulutnya megap-megap, seperti ada batu besar yang tersangkut di tenggorokannya, tidak bisa bernapas. Raja memejamkan kedua matanya, berusaha menarik napas dalam-dalam.
“Kau sudah gila!” bentak Raja.
Permaisuri berusaha menenangkan emosi Raja, “Pyeong Gang, apa kau sadar akan apa yang baru saja kau katakan? Jika kau tidak menyukai para pangeran yang kami pilih, kami bisa mencarikanmu pangeran yang lain. Atau minimal anak pejabat maupun keturunan bangsawan. Tetapi On Dal? Tahukah kau, dia berasal dari keturunan mana?”
“Dia budak, miskin, dan bodoh!” lanjut Raja, masih dengan nada yang tinggi.
“Apakah Ayah telah lupa? Waktu saya kecil, Ayah selalu berkata kalau akan menikahkan saya dengan On Dal,” kata Pyeong Gang.
Raja terkekeh, “Jadi itu masalahnya? Aku berkata seperti itu supaya kau tidak menangis terus.”
“Sayangnya, saya menganggap perkataan Ayah sebagai janji. Janji bahwa aku akan menikah dengan On Dal ketika dewasa nanti. Tapi kini Ayah memutuskan janji yang telah dibuat? Orang biasa pun bisa setia pada janjinya, tetapi kenapa Ayah tidak bisa? Saya tidak mau melakukan perintah Ayah.”
Raja bangkit, menghampiri Pyeong Gang, dan menampar pipi gadis itu dengan keras.
“Kuberikan satu kesempatan lagi. Pilihlah dengan bijak. Memilih salah satu dari pria yang berada di dalam daftar, atau tetap bersikeras menikahi si bodoh itu?”
“Saya tidak mau menikah dengan pria manapun selain On Dal,” Pyeong Gang bersikeras
Raja memalingkan wajahnya, “Aku tidak pernah punya putri sepertimu. Statusmu bukan lagi putri raja. Kau tidak jauh berbeda dari budak rendahan. Angkat kakimu dari istana ini!”
“Pyeha!” seru Permaisuri terkejut, kemudian berlutut, “Saya mohon, cabutlah perintah Pyeha tadi. Pyeong Gang adalah darah dagingmu sendiri. Anda boleh memukulnya ataupun mengurungnya, asal tidak mengusirnya. Saya mohon, Pyeha!”
Raja tetap memalingkan wajahnya.
Permaisuri memukuli Pyeong Gang, “Ayo, cepat minta ampun pada Ayah dan turuti perintahnya!”
Kedua tangan Pyeong Gang mencengkeram jubahnya. Dia bangkit, kemudian berlutut lagi dengan kedua tangan yang disilangkan di atas keningnya, tanda penghormatan terakhir.
“Pyeong Gang!” jerit Permaisuri yang kemudian tak sadarkan diri.
***
Berbekal sedikit perhiasan dan uang, Pyeong Gang keluar dari istana. Dia tidak lagi mengenakan jubah putri, melainkan pakaian rakyat jelata. Tempat tujuan pertama adalah gubuk milik On Dal yang terletak di pinggir desa, di dekat hutan. Di dalamnya hanya ada ibu On Dal.
“Permisi, Bibi, apakah On Dal ada di rumah?”
“Siapa kau?”
“Saya Pyeong Gang. Saya tidak tahu apakah On Dal masih mengingat saya atau sudah lupa. Waktu kecil dia pernah menolong saya yang tersesat di hutan.”
“Lalu, kau datang kemari untuk berterima kasih?”
“Kebaikannya tidak dapat dibalas hanya dengan ucapan terima kasih, ataupun segala macam pemberian. Dia telah menyelamatkan nyawa saya. Saya ingin mengabdikan hidup saya untuknya. Saya ingin menikah dengan On Dal.”
Ibu On Dal terkejut, kemudian mendekat dan meraba wajah Pyeong Gang.
“Anda tercium seperti seorang bangsawan, dan berbicara seperti bangsawan. Hamba yakin kalau anda datang dari golongan keluarga terpandang. Putra hamba bukanlah seorang yang pantas untuk anda. Dia hanyalah anak orang miskin yang tidak punya apa-apa untuk dimakan. Dia pergi ke hutan untuk mencari makanan dan belum pulang ke rumah.”
“Kalau begitu, saya akan mencarinya ke hutan.”
“Agassi, lebih baik anda pulang saja. Jangan cari dia. Dia tidak pantas untuk anda. Dia terlalu mengerikan untuk menjadi suami anda. Tidak pernah ada gadis yang mau dekat-dekat dengannya, bahkan gadis budak pun tidak ada yang mau dengannya.”
“Kalau begitu biarkanlah saya menjadi satu-satunya gadis yang ingin hidup bersamanya.”
To Be Continue
Notes:
Gongju : Tuan Putri
Agassi : sebutan untuk gadis bangsawan
Pyeha : sebutan untuk raja Goguryeo.
Nb. Cerita ini kutulis tahun 2014 sebelum aku tahu kalau zaman Joseon dan zaman sebelum Joseon itu berbeda dalam penyebutan gelar. Di zaman Joseon, raja dipanggil Jeonha/Cheonha, kalau zaman Goryeo ke belakang dipanggil Pyeha.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Princess Married An Idiot ✔
RomantizmKisah ini diambil dari cerita rakyat Korea, tentang Putri Pyeong Gang menikahi pria berkebutuhan khusus On Dal, yang akhirnya jadi jenderal hebat pada masa Goguryeo (masa 3 kerajaan - Goguryeo, Silla, Baekje). Sebenarnya pembuatan cerita ini terinsp...