Tarawih

25 8 38
                                    

Eits, jangan langsung ngegas mo baca dulu yhaaaa

Baca dulu note saya!

Jadi, chap ini edisi spesial ramadhan!

Bentar, ku mau bertanya, yang benar ini edisi spesial ramadhan atau spesial edisi ramadhan? ku binguuung TwT

Nah intinya begitu, dan ceritanya berdasarkan pengalaman saya. Setelah baca ini jangan benci sama saya yaa ....

And, enjoy!!

🙏🙏🙏

Ehhh, kelupaan, selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankaan~~~

Saya Valya, mengucapkan mohon maaf lahir dan batin, iyaa saya tau saya banyak salah. Okay, start!

🙏🙏🙏

"Alya! solat yuk!" ajak Vina yang sudah di depan pagar rumahku.

"Iya, nanti aku nyusul, pergi aja duluan!" ucapku yang yakin ia tak akan telat untuk ikut solat teraweh. Ya gimana nggak yakin, kalo suraunya tepat di depan rumahnya.

Saat tiba di surau, aku merengut kesal karena barisan 4 sudah penuh sedangkan barisan 3 belum. Akhirnya aku pun duduk di barisan 3 sembari menunggu khomat.

Biasanya untuk anak seumuranku yang masih sepuluh tahun, aku akan disuruh menempati barisan paling belakang-barisan 4-tetapi kenapa hari ini yang mengisi barisan itu malah ibu-ibu?

Memang sih, barisan 4 itu sejuk karena kena udara luar. Tapi karena dibelakang, jadi anak-anak yang mengisi, katanya biar nggak memutuskan saf.

Setelah menunggu cukup lama, barisan 3 pun terisi dengan setengahnya anak-anak. Selama solat, anak-anak di sebelahku malah bermain dan tak serius solat. Memang sih yang dikatakan mereka lucu, jadi tanpa sadar aku tertawa juga.

Setelah hampir selesai, lagi-lagi mereka tertawa, tapi kali ini aku berjanji pada diriku sendiri untuk tak tertawa.

Selesai sudah rakaat yang tadi, tapi tiba-tiba ibu-ibu yang di belakang mencolek bahuku. Lalu ia berkata, "Eh, solat tuh jangan main-main!"

Ibu yang di sebelahnya menimpali, "Ha.a, pasti dia nih biangnya!"

"Udah besar bah, masa belum ngerti?"

Aku yang mendengar kata-katanya pun langsung sakit hati, dan semenjak itu aku tak mau solat tarawih lagi.

Satu tahun kemudian ....

Akhirnya, semenjak kejadian itu aku solat tarawih juga di masjid. Tetapi kali ini aku tidak bersama teman-temanku, karena aku sudah besar, aku jadi jarang keluar rumah dan memilih bermain hp saja.

Aku tak dekat lagi dengan mereka, jadi aku membawa adikku saja. Kebetulan ibuku sedang tidak boleh solat.

Selama solat tarawih sampai rakaat ke 4, semua baik-baik saja. Sampai adikku mulai rewel dan tidak mau solat lagi. Ibu-ibu yang disebelah adikku langsung berkata, "Dek, seharusnya adiknya lah yang di ujung, kalo dia di sini kan jadi mutus saf. Lain kali suruh di belakang jak!"

Kata-katanya itu memang benar, tetapi aku tak suka dengan nada bicaranya yang terkesan kasar. Lagian semenjak kejadian satu tahun yang lalu aku jadi sensi setiap kali terawih.

Akhirnya selesai solat terawih, aku langsung pulang mengajak adikku. Kami tidak mengikuti witir.

Saat aku melangkah belum cukup jauh dari sana, tiba-tiba ibu itu menghentikanku. "Dek, ibu minta maaf ya!"

Aku yang sudah terlanjur kesal ini pun hanya mengangguk saja dan mataku tidak memandangnya, aku lebih memilih memandang jalanan yang sepi. Setelah itu dia masuk ke dalam dan aku pun segera pulang.

Perasaanku campur aduk, antara senang ibu itu masih mau meminta maaf denganku yang masih kecil ini. Dan kesal karena mentang-mentang aku kecil dia berani berbicara kasar padaku.

Aku turun dari kasur dan segera memberi tahu apa yang terjadi tadi pada ibuku. Aku menceritakannya dengan berapi-api, ibuku hanya bilang yang penting dia sudah minta maaf. Aku pun berusaha untuk memaafkan ibu itu, walaupun rasanya sulit sekali.

Kejadian satu tahun lalu juga begitu, aku menceritakannya pada ibu, tetapi bedanya aku bercerita sampai menangis karena aku sangat kesal. Ibuku hanya menyarankan kalau sabar saja, semua akan ada balasannya.

3 tahun kemudian ....

Sekarang aku sudah berumur 14 tahun, bulan november nanti menjadi 15. Malam ini, malam yang seperti malam sebelumnya, aku mengikuti tarawih.

Aku membuka pagar lalu menguncinya, aku menyebrang sendirian lalu berjalan sekitar sepuluh langkah dan langsung sampai di gerbang surau. Aku menemukan adikku yang sekarang sudah ada teman di masjidnya, jadi dia pergi bersama temannya.

Tak lama kemudian ibuku pun menyusul dan membentangkan sebuah sajadah untuk dipakai berdua denganku. Ibuku itu banyak perlengkapannya, walaupun hanya sekedar solat tarawih, jadi kutinggalkan deh. Note: jangan dicontoh ya, jadi  ini pun begitu, aku kepikiran dengan hal itu. Dua-duanya ku ingat, biasanya aku hanya memikirkan satu diantaranya.

Saat solat isya, aku mendengar benda jatuh di saf yang sama denganku dan melewati dua orang setelahku.

Setelah solat isya, aku melihat ke kiri dan benar saja, tongkatnya jatuh. Aku ingin mengambilkannya tetapi ada orang yang salat sunah setelah isya di belakangku, aku tidak ingin mengganggunya solat.

Selama solat tarawih aku memikirkan tongkatnya, ingin sekali aku mengambilkannya tetapi selalu tak ada kesempatan.

Akhirnya solat sudah selesai terlaksana, ibuku pun langsung mengajak aku pulang. Di sini, saat selesai solat ada yang namanya salam-menyalam, menurutku untuk mempererat silahturahmi. Tetapi ibuku itu pasti pulang duluan dan sebagai anak aku mengikut saja.

Memang sih nanti bisa dibilang sombong, tetapi karena ibuku yang bukan hanya sekedar ibu rumah tangga, ibu jadi capek dan ingin segera tidur.

Sebelum melangkah keluar, aku melihat ibu itu ingin mengambil tongkatnya, tetapi sepertinya tidak sampai. Aku pun mendatanginya dan mengambilkan tongkatnya.

Saat dia menoleh, aku terkejut tapi kusembunyikan keterkejutanku dan aku pun senyum kepadanya. Ia balas tersenyum padaku dan segera mengambil tongkatnya yang aku sodorkan.

Ibu itu adalah ibu yang meminta maaf padaku dulu, dan aku pun baru benar-benar ikhlas memaafkannya sekarang.

Entah kenapa, kalau kalian mau bilang aku lebay silahkan, tetapi rasanya Allah menunjukkan caranya sendiri untuk membuat hati hambanya terbuka sepenuhnya.

Walaupun ibu yang bilang aku adalah biang keributan di masa lalu itu tidak meminta maaf, tetapi sesungguhnya aku sudah memaafkannya. Ibu itu harus berterima kasih kepada ibu yang meminta maaf kepadaku, karena berkat ibu itu dia juga bisa dimaafkan olehku.

Aku hanya berharap semoga mereka selalu diberi kesehatan dan semoga ibu yang tidak meminta maaf itu tidak melakukannya hal yang sama pada orang lain.

🙏🙏🙏

Sekali lagi selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan, maaf ngomongnya telat.

Dan kalau kalian bertanya apakah ini kisahku, jawabannya adalah benar.

The StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang