4. MAYAT HIDUP

494 62 3
                                    

"I-itu ...."

Spontan mereka semua menoleh. Anya, Farah, dan Lea langsung berdiri. Aretha bersama skateboard di tangannya lantas berlari, mereka semua hampir tidak peduli dengan sesama, namun sesaat kemudian Arta dengan yakinnya menggenggam tangan Aretha dan berlari bersama, bergitu pula dengan lainnya.

Berhubung mobil lamborghini milik Aretha tidak berada jauh dari tempatnya tadi, alhasil mereka mengandalkan mobil itu.

Dengan kecepatan tinggi Arta melajukan mobil itu. Kini mereka semua bisa bernapas lega meskipun keempat gadis di tengah duduk berdempet-dempetan. Sementara di belakang sana ada Adel yang hanya bisa mengandalkan skateboard nya dan menggerutu.

Meskipun sudah berada di dalam mobil yang lebih aman, tetapi mereka terus menoleh ke belakang, berjaga-jaga jika ada yang mengejar.

"Huh astaga, jantung gue mau copot," keluh Lea mengelus-elus dadanya.

"Nyokap bokap gue," jerit Farah.

Mereka semua saling bertatap-tapan dengan mata terbelalak, tidak terkecuali Arta, tapi laki-laki itu harus tetap fokus dengan mobilnya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan lagi.

"Nyokap gue juga," ucap Anya.

"Nyokap bokap gue juga masih di kantor," kata Lea.

"Ya Tuhan, bokap gue...masa gue harus kehilangan bokap gue, setelah nyokap, habis itu bokap lagi gitu, arghh...gue hidup sama siapa nanti." Karen mengusap wajah dengan gusar. Ia adalah anak satu-satunya, dan sang ibu sudah kembali pada Sang Pencipta tiga tahun silam.

Mendengar keluhan teman-temannya, Aretha menjadi bersyukur, orangtuanya berada diluar kota, dan masih bisa dijamin keselamatannya. Tapi ia juga iba, meskipun belum tentu orangtua mereka sudah berubah menjadi mayat hidup.

"Jangan panik dulu, coba lo semua telfon dulu deh orangtua kalian, siapa tau mereka masih baik-baik aja." Saran Aretha mendapatkan tanggapan yang baik, mereka semua langsung menghubungi orangtua masing-masing.

Karen, raut wajahnya menggambarkan keceriaan sebab teleponnya tersambung, beda halnya dengan Farah, dan Lea, mereka hanya bisa menggigit jari dan terus berharap agar orangtuanya mengangangkat telepon darinya. Sementara itu, Anya tidak jauh beda dengan Karen, hanya saja ia mendapatkan kabar bahwa orangtuanya sedang mendapatkan kendala, namun ia terus mengingatkan orangtuanya untuk hati-hati.

Setelah semua sambungan telepon berakhir, helaan nafas mulai terdengar.

"Syukurlah bokap gue baik-baik aja, cuma yah gitulah, sekitar kota dikerumunin sama zombie. Ah sialan!" jelas Karen diakhiri dengan umpatan.

Sementara itu, sedari tadi raut wajah Farah terus mengungkapkan kekhawatiran, air matanya juga berangsur mengalir. Semua yang berada didalam mobil mengernyit heran, karena tidak tahu apa yang terjadi pada Farah.

"Nyokap bokap gue, hiks...handphone mereka gak ada yang aktif." Suara Farah begitu bergetar, tangisannya pecah seketika.

Semua menjadi iba atas apa yang menimpa Farah. Disampingnya, Lea dan Karen mengusap-usap lembut punggung Farah, mana tahu gadis itu merasa tenang setelahnya.

"Gak usah sedih, Rah. Kita semua ada kok buat lo, tenang aja. Sekarang, kita cuma perlu berdoa, biar kita semua gak kenapa-napa," tutur Lea.

Ciittt....

Tiba-tiba saja Arta mengerem mobil sehingga terdengar bunyi decitan, tidak hanya itu, semua yang berada didalam juga menjadi tersentak kedepan. Mereka semua kaget, ingin mencaci maki Arta karena sudah membuat kaget, namun ketika melihat situasi, amarah mereka tergantikan dengan panik.

Attack of Zombies Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang