5. KAMPUS

435 57 11
                                    

"Kok bisa samaan yah? Karen sama abang gue juga gitu, eh--abang gue kagak sih, dia emang bolos, dari kemarin malah."

Mendengar perkataan Aretha barusan, membuat Anya dan Lea terkekeh. Kebiasaan buruk Arta masih saja melekat pada orangnya.

Tetapi beberapa saat kemudian, langkah mereka terhenti secara bersamaan, mata mereka tidak mampu berkedip, bahkan bernafas saja terasa sangat sesak.

Ternyata sedari tadi mereka telah kehilangan jejak Arta, dan mereka sama sekali tidak menyadari hal tersebut. Sehingga saat melihat Arta berlumuran darah, dan terdapat 1 kapak di tangannya, mendadak tubuh ketiga gadis itu menegang. Dipikiran mereka, Arta masih manusia biasa, tapi mereka tidak tau apa yang sebenarnya telah terjadi.

"B-bang Arta, k-kenapa?" tanya Aretha terbata-bata.

Senyum tulus diberikan oleh Arta pada sang adik, kakinya melangkah mendekat pada Aretha, tapi gadis itu justru memundurkan langkahnya, dan membuat senyum Arta menghilang.

"Gak usah takut, gue cuma abis bunuh upil badak alias zombie, lo sih jalannya kek siput," jelas Arta.

Masih belum percaya dengan Arta, gadis itu memilih untuk bergeming dan memutar keras otaknya. Sungguh ia merasa takut, lumuran darah disekujur tubuh Arta sangatlah banyak.

Dan sebenarnya tidak hanya Aretha saja yang takut melihat kembarannya, ketiga teman disampingnya juga merasakan hal tersebut.

"Yaelah, Tha. Masa lo takut sama abang lo sendiri." Arta mencoba mencairkan suasana, tapi sayangnya ia gagal.

"Lo gak bohong, kan?" tanya Aretha memastikan.

"Emang ada zombie yang bisa ngobrol?"

Ucapan Arta benar adanya, gadis itu juga membenarkan hal tersebut. Seharusnya ia berpikir lebih tajam, mana ada zombie bisa bicara? Kalaupun ada, mungkin itu lebih menakutkan.

"Iya juga sih." Aretha terkekeh malu dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Jadi tempat ini gak aman?" tanya Anya.

"Gak tau deh, biar pasti aman atau gak, lebih baik kita telusuri dulu," ajak Arta.

Mereka semua menganggut. Lalu Arta mengajak ketiga gadis itu masuk ke dalam. Sebenarnya ada rasa percaya tak percaya dengan penjelasan Arta, begitu singkat dan tak masuk akal, semudah itukah melawan 2 zombie? Sedangkan 1 saja belum tentu selamat. Mungkin saja Arta membunuh 2 zombie itu dengan kapak di tangannya, tapi permasalahannya, darimana kapak itu berasal?

"Arta," seru Anya. Sementara Arta hanya membalas dengan berdeham.

"Lo bisa dapat kapan itu darimana?"

"Nemu lah, ya kali gue beli."

Sembari berjalan, mereka berjalan begitu waspada dengan mengamati setiap sudut di kampus mereka sendiri. Unik, hanya dalam sekejap, kampus bahkan kota itu bisa berubah 180⁰. Rasanya, ini bukanlah kampus mereka sendiri, baru saja kemarin mereka mendatangi kampus, dan bangunan ini masih terlihat menawan nan megah, lalu sekarang? Terlihat sama persis dengan bangunan bekas penjajahan, penuh dengan darah, amis, kotor, layaknya bangunan tak berpenghuni bertahun-tahun lamanya.

Tidak lama kemudian terdengar suara aneh, seperti suara khas yang dikeluarkan oleh zombie pada umumnya. Menyadari bahwa ada sesuatu dibelakang, kaki mereka mendadak berhenti berjalan.

Attack of Zombies Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang