13. Secret Room

90 23 0
                                    

Sejak siang hari, mereka semua melanjutkan perjalanan. Kini, bukan Arta lagi yang memimpin jalan, melainkan Ardian. Lelaki itu sudah mengatakan bahwa ia akan membawa mereka semua ke suatu tempat. Dan saat ini, mereka sedang berjalan menuju tempat tersebut.

"Mau ke mana sih ini? Jauh banget kayaknya. Lo enggak mau bunuh kita, kan?" cecar Farah pada Ardian.

"Bunuh? Dengan kelompok lo yang sebanyak ini?" balas Ardian.

"Ya siapa tau. Lo aja bawa busur," kata Farah tak ingin kalah.

"Gue bawa busur sama anak panah doang, lo liat tuh Aretha, bawa tombak, pistol. Kenapa gak curiga sama dia?" Ardian menyolot.

Aretha mendelik tajam padanya. "Yang ngasih ini siapa? Lo! Gue juga gak tau cara pakenya."

"Justru gue tuh baik hati nolongin kalian."

Ardian menghentikan langkahnya. Ia menatap sebuah pohon di hadapannya. Itu adalah pohon jambu mete. Buahnya begitu banyak dan tampak sangat segar.

"Waw," gumam Aretha.

Tanpa basa-basi, Ardian memanjat pohon tersebut. Membiarkan orang-orang di belakangnya menontonnya.

Ardian memetik beberapa buah, lalu membuangnya asal. Membuat orang-orang di belakangnya itu mengernyit tak mengerti. Buah-buahan itu sudah matang, segar, dan tak ada cacat sama sekali. Apa yang sebenarnya cowok gila itu pikirkan.

"Woy setan! Lo ngapain buang-buang sembarang gitu? Gila lo ya? Kita kelaparan lo seenak--!" geram Aretha.

"Ssssttt!" Ardian menyuruh Aretha untuk diam, tanpa mengalihkan fokusnya terhadap buah-buahan di sekelilingnya.

Aretha mengambil napas, mengontrol dirinya agar tidak mendorong cowok itu hingga jatuh dari pohon.

Sekitar beberapa saat memetik dan melempar jambu-jambu itu, Ardian tersenyum lebar, ia menatap buah jambu mete yang ukurannya tidak biasa, sedikit lebih besar dari jambu mete lainnya, warnanya juga lebih merah, dan kulitnya mengkilap. Cowok itu lantas menarik pelan buah itu. Namun, buah itu bukannya tercabut, justru memperlihatkan seutas tali yang tersambung dengan tangkai buah, seperti menarik sesuatu.

Dan ya, voila, sekeliling pohon jambu mete itu bergetar, bukan gempa, karena cakupan wilayahnya sangat kecil, hanya sekitar pohon itu saja. Namun cukup membuat Aretha dan kawan-kawan terkejut. Beda halnya dengan Ardian yang tersenyum girang. Ia lantas loncat dari pohon dan berdiri di samping teman-temannya.

Getaran itu tak berhenti, justru semakin parah, karena tanah yang mereka pijak itu dengan kecepatan yang lumayan bergerak turun ke bawah seperti lift. Pekikan pun terdengar hingga memantul. Jika mereka mendongak ke atas, akan terlihat cahaya matahari perlahan menghilang, tertutupi dengan sesuatu yang entah terbuat dari apa, tetapi jika dilihat dari atas akan terlihat seperti tanah biasa.

Tak butuh waktu lama, lift itu berhenti, tampak sebuah pintu kayu di hadapan mereka. Lantas Ardian menempelkan tangannya pada gagang pintu. Hanya sekedar menempelkan tangan, tetapi berhasil membuat pintu terbuka.

Terlihat tangga yang menuju ke bawah. Dengan ragu, mereka melangkah masuk mengikuti Ardian. Sesaat, mereka pun memijakkan kaki mereka di ruang utama. Kali ini, tak ada pekikan, hanya ada tatapan kagum dan tak menyangka. Tentu saja, siapa sangka di tahun 2020 ini akan ada ruang bawa tanah yang begitu ... MEWAH!

"Gila! Gue speechless," tutur Karen.

"Ayo masuk," ajak Ardian.

Ruangan bawah tanah itu sekilas tampak seperti tempat penyimpanan alkohol, dengan bebatuan cantik yang menjadi tembok.

Attack of Zombies Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang