6. SIAPA DIBELAKANG?

354 49 8
                                    

Dengan santainya Aretha memainkan skateboard-nya di sepanjang koridor. Tanpa memedulikan lagi teman-teman dan abangnya dibelakang. Dan tepat saat Aretha hendak berbelok ke arah kanan, tubuh dan skateboard-nya hampir saja menabrak dua orang gadis dari arah berlawanan.

Aretha terkejut, begitu pula dengan dua gadis tersebut. Oleh karena itu, Aretha langsung turun dari skateboard-nya dan menjinjing benda panjang itu.

"Kaget woy," ucap Aretha sembari mengelus-elus dadanya.

"Lo sih, pake acara main skateboard segala." Dia adalah Karen, dan satunya lagi sudah jelas Farah.

"Lo juga tadi masih pingsan, eh udah nongol aja depan mata."

Karen cengengesan dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Anyway, kenapa badan lo sama yang lain kek ngono? Buluk amat dah, apalagi si Arta, kek orang abis mandi lumpur aja."

"Ceritanya panjang, cuma pada intinya, kita abis musnahkan 6 zombie sekaligus, keren, kan?" ucap Aretha dengan bangganya.

Kedua gadis dihadapan Aretha membeliak kaget. "Yang bener?" tanya mereka bersamaan.

"Muke lo berdua gak usah kek gitu juga kali. Udah ah, ayo ke asrama, cape gue," ucap Aretha lalu berjalan bersama yang lain keluar gedung, dan berpindah ke gedung diseberang, tepatnya penginapan atau asrama.

-

Di sepanjang tangga melingkar, mata Aretha tak lepas dari pemandangan di tembok penuh bercak darah. Sebenarnya tidak hanya tembok, karena lantai dan seluruh sisi tangga juga penuh dengan cairan merah itu. Arta, Karen, dan lainnya juga masih melekatkan pandangan mereka di setiap sudut, mereka masih tidak percaya saja dengan situasi penuh misteri ini.

Tepat di anak tangga terakhir, mereka semua berhenti berjalan. Oleh karena itu, posisi berdiri mereka saling bersampingan.

"Kita mau istirahat gemana kalau asrama aja kayak gini." Karen mengangkat suaranya terlebih dahulu.

"Gue jarang nginap karena ngerasa gak nyaman tidur di asrama, di situasi biasanya aja gue gak nyaman, apalagi di situasi kayak gini." Aretha mendengus pasrah, ada perasaan yang janggal jika harus tetap beristirahat di asrama.

"Apa kita gak balik aja? Gue takut disini," tambah Farah.

"Lo kira lo aja? Gue juga takut kali," balas Lea.

Sudah lelah dengan keluhan para cewek-cewek ini, Arta pun mengajukan kembali keluhannya. "Secara gak langsung lo semua nolak pendapat gue. Disini cuma gue cowok, dan sebagai cowok gue harus jagain kalian, tapi kalian malah protes melulu. Gue gak sebodoh itu buat biarin kalian sendirian tanpa penjaga, padahal gue sendiri punya kewajiban buat ngejaga. Jadi please, gue juga mikir bagaimana supaya kalian aman, buang jauh-jauh pikiran buruk lo semua, karena gue lagi cape, dan gue butuh istirahat. Kalau kita pergi, dan cari tempat yang aman, gue rasa gak ada tempat lain yang paling aman dari disini, mau ke pusat kota? Sama aja dengan bunuh diri, kalau disini, gak ada orang, dan zombie juga palingan bisa dihitung jari."

Hening sejenak. Hanya terdengar suara angin kencang yang masuk ke dalam melalui jendela yang kacanya sudah pecah.

"Dihitung dengan jari? Lo kira semudah itu buat lawan satu zombie? LO MIKIR BAGAIMANA KALAU SATU JADI SERIBU, ARTA!" Wajah Lea berubah menjadi tidak bersahabat, suaranya juga menggema di ruangan itu.

Attack of Zombies Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang