Dua Lima

970 144 139
                                    

Gulita masih mendominasi ruangan berluas dua puluh meter persegi, sorotan sinar kehidupan mulai mengintip mencoba menunjukkan eksistensinya dari celah-celah tirai yang tertutup rapat membuat peralihan temaram jadi remang dengan gambaran pergulatan gerak siluet yang samar. Masih teronggok lemas di atas queen size, meski dengkuran halus tak lagi berlarut menguar di udara, sepasang sipit cantik pekat perlahan mengerjap menerima pancaran cahaya yang seakan mendobrak setiap persona untuk memberi tahu bahwa hari sudah berjalan hampir separuhnya.

Pekik erangan tertahan terdengar memenuhi udara sambil merenggangkan tubuh lelah yang terasa kaku akibat tentramnya lelap semalam. Bising tertangkap samar oleh indera pendengaran, sadar sepenuhnya dengan pening menyambangi kepala entah karena kurang atau justru jam tidur yang berlebih. Alisnya bertautan, keningnya mengernyit saat suara serak basah rendah itu kini terdengar jelas ditelinganya, bercengkrama dengan lembut yang lain dan tak jarang diselingi dengan pecahan tawa.

Sepasang manik itu kini menerawang jauh menembus langit-langit kamarnya, rekaman aktifitas semalam tadi kembali berputar di kepala, memori saat belahan ranumnya bertemu dengan yang lain, Ia bahkan masih dapat merasakan embusan hangat yang menyapu lembut wajahnya. Terlalu lembut sampai membuatnya mabuk.

Dengan cepat sepasang tangannya kembali meraih selimut dan menyembunyikan diri di sana. Wajahnya menghangat yang diyakini sudah senada dengan kepiting rebus, terpekik tertahan karena bibirnya sudah Ia sumpal dengan fabric Yang ada. Ia hampir saja 'terjatuh' pada sentuhan lembut dari seorang Park Jimin.

'Tok! Tok! Tok!' ketukan pada pintu kamar membuatnya menegang kaku begitu saja, mencoba untuk bersikap normal seperti biasa.

"Sayang, udah bangun? Aku masuk ya," suara serak basah dan berat itu terdengar dari balik pintu.

Tak tahu harus bersikap bagaimana, lelaki manis dengan garis wajah tajam yang halus itu hanya mampu terdiam, masih setia berkemul dibalik selimut untuk paling tidak berusaha mengontrol ekspresi wajahnya.

'Kriek' pintu kamarnya terbuka, menampilkan seorang pria berdiri diambangnya, lengkap dengan senyum yang mengembang di wajah hingga sepasang mata monolid itu menyembunyikan rapat manik coral sang tampan. Gigi kelincinya menyembul dari balik bibir tipis kemerahah, masih menampilkan senyum terbaiknya.

"Good morning," sapanya kemudian dengan semringah lalu mengambil langkah untuk mendekati si manis yang masih setia berbaring di ranjang, "wake up sleepyhead," lanjutnya kini sudah duduk di tepi ranjang.

"Hm..morning," balasnya masih malas-malasan, "tumben banget udah siap pagi-pagi gini?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dengan manik mata mengerjap berusaha sadar sepenuhnya kemudian bangun dari tidur dan bersandar pada kepala ranjang.

"Nagih jatah morning kiss aku," katanya dengan senyum dan mengikis jarak di antara keduanya.

'Cup!'

"Udah pulang sana!" ucap Bambam setelah melepaskan ciumannya sambil menahan tawa kala dilihatnya wajah Bobby mengerut seketika.

"Dih gitu," spontan hal itu membuat tawa Bambam pecah seketika, "mood-nya bagus banget ya hari ini, jadi ikutan seneng aku," ucap Bobby sambil merapikan anak rambut Bambam yang mencuat tak karuan karena tidurnya semalam.

Bambam terdiam, memandang lekat wajah Bobby yang berjarak begitu dekat dengannya, ia tak mau menyakiti kekasihnya itu. "Maaf ya, semalem aku pulang telat jadi nggak bisa ketemu," ucap Bambam merunduk memainkan jari-jarinya, merasa bersalah meski ia mengatakan yang sejujurnya.

"Malem banget ya? Aku tunggu sampe jam sepuluh kamu belum pulang," tanggap Bobby masih setia menatap kekasihnya yang merunduk dengan senyum simpul, "padahal banyak yang harus kita omongin," lanjutnya seakan tak memberi jeda.

The Couples! (Crack Pair)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang