5

213 33 3
                                    

Maaf baru sempet update T_T
Karena udah lama aku ga update,
jadi minggu ini aku bakalan update 2 part yaaa... Sooo stay tuned 😊

~ ~ ~ Happy Reading ~ ~ ~

.
.
.
.
.

*SHIFAN POV*

Pandangan kosong ku mengarah ke pecahan kaca yang berserakan di lantai. Namun pandangan kosong ku tidak sejalan dengan pikiran ku yang berkecambuk sedari tadi. Aku sangat ingin melihat wajah Aya, tapi aku merasa ada banyak hal yang membuat ku berpikir ulang untuk menemuinya.

'Apa Aya masih mau bertatap muka dengan gue, setelah apa yang gue perbuat tadi? Shifannnn, kenapa lu payah banget sih kalo masalah cewe'

Aku menyalahkan diri ku sendiri atas sikap yang membuat Aya mematahkan senyumannya tadi. Setelah beberapa saat, ego ku yang ingin melihat wajah Aya mengambil alih tubuh ku.

"Akhhh shit!"

Aku melangkahkan kaki keluar ruang kerja ku dengan cepat, bahkan aku tidak peduli dengan Jimmy yang hendak bertanya pada ku apa yang terjadi. Dan kini, disinilah aku. Berjalan kesana kemari di depan sebuah ruangan seperti orang linglung.

'Duh masuk ga ya?' Bahkan hingga saat aku sudah berdiri di depan ruangannya, aku pun masih ragu dengan keputusan ku. Tapi pada akhirnya ego yang berasal dari rasa rindu ku mengalahkan keraguan ku, dan aku pun mengetuk pintu ruangan tempat dimana Aya bekerja.

Tidak berapa lama, terdengar suara lembut dari wanita yang membuat ku berani mengambil langkah seperti saat ini.

"Masuk"

Mendengar izin yang di berikan olehnya, aku pun membuka pintu dan masuk ke dalam ruanganya. Dari wajahnya saja, aku sudah tau bahwa dia sangat terkejut akan kehadiran ku.

"Bapak ada perlu apa kesi-"

Belum selesai dengan kalimatnya, Aya sepertinya sudah melihat luka yang ada di pipi ku dan seketika wajahnya berubah dari datar menjadi penuh dengan raut khawatir. Aku merasa sedih melihat wajah khawatirnya, namun aku pun tidak bisa menenangkannya. Saat ini yang ku pasang hanyalah wajah datar yang bertolak belakang dengan perasaan di dalam hatiku.

"Pipi saya terluka, bisa anda obati?"

"Bisa pak, bapak duduk disitu dulu. Biar saya siapkan peralatannya"

Aya mengarahkan ku untuk duduk di atas ranjang tempat ia melakukan tindakan medisnya. Sembari dia menyiapkan perlatan, tanpa dia sadari aku terus memperhatikan gerak geriknya. Wanita ini tetaplah Aya yang ku kenal ketika di Paris. Tidak ada sedikit pun yang berubah darinya.

Tapi sekarang, aku tau, Aya mungkin menganggap ku berubah dan besar kemungkinan ia merasa kecewa dan marah kepada ku. Baru awal seperti ini saja aku sudah membuatnya terluka, aku tidak tau dia akan terluka seperti apa lagi jika aku tetap mempertahankan ego ku untuk memilikinya. Jadi, aku memutuskan untuk hanya berinteraksi dengannya seperti layaknya atasan dan karyawan. Setidaknya aku masih bisa melihat dan menjaganya walaupun dari jauh.

"Bapak sebaiknya lebih hati-hati. Sepertinya bapak sering mendapatkan luka di tubuh bapak" Perkataannya membuat ku tersadar dari lamunan ku.

"Luka kecil seperti ini, bukan apa-apa"

"Luka sekecil apapun tetap saja menyakitkan. Kalau bapak punya luka kecil ini disekujur tubuh bapak, efek buat tubuh bapak juga ga akan bagus. Jadi, jaga tubuh bapak, jangan sampai menyepelekan hal seperti ini"

Tanpa kusadari, tawa kecil terlepas dari diriku ketika aku mendengarnya. Perkataannya mengingatkan ku dengan omelannya ketika ia mengetahui aku keluar disaat kondisi ku sedang buruk ketika di Paris. Aku menyukai sikap pedulinya terhadap ku.

Believe In You [ WENGA ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang