7

182 29 1
                                    

*SHIFAN POV*

"Karena saya menyukai bapak!
I think..... I'm falling love with you,
Mr. Shifan. And I wanna trust in you"

DEG...

"Ay... kamu..." rasanya jantung ku berhenti berdetak saat ini. Aku kehabisan kata-kata mendengar apa yang Aya ucapkan.

"Sekarang, bapak sudah tau alasan kenapa saya ingin bertahan di perusahaan ini. Jadi, saya mohon jangan meminta saya untuk berhenti bekerja disini lagi. Saya permisi"

Setelah Aya menyelesaikan kalimatnya, ia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan ku. Dan jangan ditanya bagaimana kondisi ku saat ini, aku masih terdiam mematung di kursi ku. Tidak beberapa lama setelah Aya keluar dari ruangan ku, Jimmy masuk dan membawa beberapa berkas.

"Boss, ini dokumen yang lu minta" mendengar perkataan Jimmy, aku masih tetap diam dan tidak bersuara.

"Hello? Lu kenapa sih Fan? Btw tadi Aya abis ke ruangan lu ya? Kenapa? Kalah lu dari dia? Kan udah gue bilang Aya ga mungkin nyerah gitu aja. Lu nya ngeyel sih kalo dibilangin"

Aku masih tetap diam hingga Jimmy berkata,

"Buseh dah, Aya ngapain lu sih ampe lu bisu kayak gini. Ehh tunggu deh Fan, ko pipi lu merah sih? Lu sakit?"

Perkataan Jimmy membuat ku baru menyadari bahwa dari tadi pipi ku memerah mendengar pernyataan dari Aya.

"Ahh, ng... nga... agak panas aja Jim"

"Kalau mau boong dipikir dulu mas Shifannn, ruangan lu tuh ruangan terdingin yang pernah gue masukin tau ga. Tapi ko lu ngomongnya gugup gitu sih, jangan-jangan.... tadi Aya..."

"Apaan sih lu, gausah sok sok an jadi detektif dah. Udah balik kerja sana"

"Huhh dasar. Yaudah gue balik, itu dokumen yang lu minta udah gue taro di meja lu yak"

"Hmmm" aku hanya membalasnya dengan gumam an kecil.

Setelah Jimmy keluar dari ruangan ku, aku kembali terdiam dan berkutat dengan pikiran ku.

'Duhh gue harus gimana ini? Gimana caranya gue berhadapan sama Aya setelah ini? Apa yang harus gue lakukan?'

-
-
-

Sudah seminggu setelah kejadian Aya menyatakan perasaannya kepada ku. Dan sudah seminggu ini pula setiap aku dan Aya bertemu, kami selalu merasa canggung satu sama lain. Dan pada akhirnya aku hanya bisa memperhatikannya dari jauh dan selalu berusaha menghindarinya agar kami tidak merasa canggung satu sama lain.

Saat ini aku sedang berada di ruang kerja ku dan  melihat laporan yang berasal dari berbagai divisi perusahaan. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruangan ku. Aku mempersilahkannya masuk.

"Masuk"

"Permisi pak"

'Suara itu? Aya?' Ketika aku mengangkat kepala ku untuk melihat siapa yang datang, aku kaget, karena ternyata seperti dugaan ku, Aya yang datang.

"Ada apa dok?" Aku langsung bertanya maksud tujuan dia datang ke ruangan ku.

"Ahh saya cuma mau kasih ini sekaligus menginfokan bahwa hari ini jam 3 sore jadwal bapak untuk chek up kesehatan. Tadinya saya mau kasih Pak Jimmy, tapi tadi katanya Pak Jimmy mau ke toilet, jadi bisa langsung ke bapak saja"

"Ohh yasudah, terimakasih infonya. Kamu bisa pergi"

"Ha? Ahh iya pak. Saya permisi"

Setelah Aya keluar dari ruangan ku, akhirnya aku bisa bernapas lega. Pasalnya sejak Aya masuk ruangan ku tadi, sulit buat ku untuk bernapas dengan benar.

Believe In You [ WENGA ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang