BAGIAN 6

6.3K 589 73
                                    

Teman, kalo di chapter ini lebih 20 komen nya, besok aku double up. Kalo ga lebih dari itu ya gapapa.

———•>◕<•———

"Banyak orang bilang, jika marahnya seorang pendiam itu lebih menakutkan."

6

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

6. ROOFTOP

Seorang wanita yang mengenakan pakaian serba bermerek melangkahkan kakinya ke dalam sebuah pemakaman tengah kota. Wanita yang mengenakan topi dan kacamata hitam itu lantas berjongkok ketika sudah menemukan makam yang ia cari dan yang cukup lama tidak ia kunjungi.

"Hey, boy. I'm sorry," ucapnya.

"Maaf karena Ibu datang terlambat, Alleo."

Yah, wanita itu adalah Dhivia, ibu dari Alleo dan Allea.

"Adikmu marah pada Ibu, Ibu harus bagaimana sekarang?"

Asal kalian tahu, Dhivia mendengar semua perdebatan antara Asya dan Allea tadi, ia bahkan mendengar semua dengan jelas bagaimana nada suara marahnya Allea pada Asya. Dhivia ada di tempat dimana kedua perempuan itu sempat bertengkar tadi.

Dhivia tersenyum tipis. "Benar katamu, Allea memang belum dewasa. Dia masih tetap anak kecil seperti yang kamu bilang."

Dhivia menundukkan kepalanya, bibir yang semulanya tersenyum tipis menjadi sebuah senyum paksaan bersamaan dengan helaan napas dari wanita itu mulai terdengar. "Dia membenci Ibu," kata Dhivia seolah sedang mengadu pada putra sulungnya.

"Alleo... Ibu minta maaf karena tidak bisa menjaga adikmu. Sikap Allea sekarang adalah hasil perbuatan Ibu yang sejak dulu jarang menemaninya."

"Semua salah Ibu..."

"Alleo, boleh Ibu minta satu hal darimu?" Wanita itu mengusap batu nisan milik Alleo dengan perasaan campur aduk.

Kacamata hitam yang sejak tadi ia pakai saat ini di genggam dengan erat.

"Tolong jangan bawa Allea pergi, jangan bawa adikmu bersamamu. Ibu janji akan melakukan apa pun agar dia sembuh dan tetap hidup, apa pun itu akan Ibu lakukan demi Allea."

Dhivia mengangguk cepat, ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa putri nya pasti akan sembuh dan kembali sehat.

"Jika Allea pergi, mungkin hidup Ibu akan semakin hancur karena kehilangan kalian berdua. Kalian anak-anak Ibu, Ibu sayang kalian berdua sejak dulu bahkan sampai kapan pun Ibu akan selalu menyayangi kalian."

"Ibu mencintai kalian berdua."

Dhivia mengusap matanya ketika merasa setetes air matanya tanpa sengaja terjatuh. Ia tidak ingin menangis meskipun sebenarnya dadanya terasa begitu sesak.

Dhivia menoleh, sejak tadi ia merasa ada yang memperhatikannya. Dan benar seperti dugaannya, sosok remaja perempuan dengan baju almamater hitam yang ia pegang di tangan kanannya dan seragam nya yang terkena noda darah ada di hadapan Dhivia saat ini. Remaja perempuan itu terlihat begitu kacau.

ASSASSINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang