Jungkook berjalan lunglai dengan kepala yang terus menunduk. Seluruh wajahnya terukir oleh gurat sedih dan lelah. Matanya terlihat sembab dengan lingkaran hitam yang terlukis di kantung matanya.
Satu titik harapan telah sirna...
Tes
Tes
Jungkook mengusap kasar air mata yang dengan lancang mengalir dikedua pipinya. Kedua tanggannya mengepal kuat dengan rahang mengeras. Ia benci menjadi lemah seperti ini.
'Setidaknya aku masih punya dua titik harapan lagi dalam hidupku. Ya, benar... jadi aku harus kuat'
Dan kini Jungkook tak lagi menundukkan kepalanya, ia mencoba menatap tegas seluruh dunia dan melawan segala rintangan didepannya dengan kekuatan diri yang ia punya. Jungkook mencoba tak takut. Ya, karena ia kuat. Ia mampu. Ia percaya pada dirinya sendiri. Karena ia... punya Kim Taehyung.
Kim Taehyung...
Jungkook tersenyum penuh arti memikirkan itu. Langkahnya kini mulai semangat, ia terus berjalan menuju unit apartemen kekasihnya.
Ya, ini adalah waktu yang tepat untuk jujur akan segala situasi yang terjadi padanya.
"Taehyung..."
Kakinya melangkah masuk setelah ia menekan tombol sandi yang sudah ia hafal diluar kepala.
Sepi. Itu hal pertama yang Jungkook lihat, tapi ia yakin jika Taehyung sedang tak pergi kemanapun. Biasanya jika pria tampan itu mempunyai jadwal kuliah sore maka saat siang hari seperti ini ia akan tidur bermalas-malasan dikasurnya, dan Jungkook sudah teramat hafal akan kebiasaan kekasihnya itu.
Tapi... tunggu.
Ini aneh. Ketika kaki Jungkook semakin melangkah masuk ia malah mendengar suara yang asing. Dahinya mengernyit, bingung akan suara yang tertangkap oleh gendang telinganya. Hatinya tak karuan sedangkan kepalanya terus menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Semua dugaan seketika berkumpul di otaknya lalu menghasilkan sebuah spekulasi yang diam-diam diyakini oleh hati kecilnya.
Jungkook tentu tahu. Diumurnya yang kini beranjak dewasa dan mulai memahami segala sesuatu yang tak dipahami oleh orang-orang dibawah umurnya membuat dirinya mengerti situasi apa yang terjadi dibalik pintu didepannya.
Pintu kamar Taehyung.
Napasnya mulai memburu, gigi atas dan bawahnya menekan kuat satu sama lain dan dadanya mulai bergejolak hingga menghasilkan emosi buruk yang meletup-letup.
Tidak mungkin, ini tidak mungkin. Itu kalimat yang terus terapal dikepalanya.
Tapi...
Ia sungguh mengerti suara apa itu.
Ia tahu, ia kenal siapa yang menghasilkan suara yang menyakiti setiap bagian dalam tubuhnya. Ia sungguh tahu, terlampau hafal.
Maka perlahan tangannya mulai bergerak pelan, terkesan yakin namun jika dilihat lebih teliti tangan itu menunjukkan ketidakberdayaan dari pemiliknya. Begitu gemetar hebat.
Ckleak...
"Ngh.. yeah.. lebih cepat"
Jungkook mematung dengan jutaan buncahan gelenyar yang menyakiti hatinya.
Otaknya beku, segala kenyataan yang terlihat kini nampak seperti sebuah ilusi.
'Ini tidak benar. Ini hanya mimpi buruk. Ini sihir. Ini tidak benar... ini mustahil. Mustahil... tidak mungkin... aku tidak percaya. Tidak akan percaya! Tidak akan pernah!'
Tapi... satu pertanyaan yang terbenak dihati Jungkook.
Kenapa harus dia yang ada dalam mimpi buruknya ini? Kenapa harus orang yang begitu ia sayangi dan kasihi? Kenapa...?
Retakan dihatinya kini telah membuat air matanya mengalir.
Dua harapan...
Tiga harapan...
Lenyap.
Dan Jungkook tak tahu harus dengan alasan apa lagi untuk ia bertahan agar tetap hidup. Tidak. Bahkan umurnya diprediksi selama tiga bulan lagi. Ia tersenyum perih, kini orang-orang yang dicintainya telah meninggalkannya, mengkhianatinya, dan ikut membunuhnya secara perlahan seperti penyakit yang kini dideritanya.
Maka untuk pertama kalinya Jungkook memohon pada Tuhan.
'Tolong... cabut nyawaku sekarang juga. Cabut saja, aku ihkas Tuhan, aku ikhlas"
Karena Jungkook tahu, kini segala sesuatunya sudah tak lagi berarti.
Ya, hanya itu doanya sekarang.
Satu hal yang lebih buruk dari kematian adalah ketika kau tak lagi memiliki alasan untuk tetap hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Cinta Dia [VKOOK]
FanfictionJungkook menggigit bibirnya, terlampau sakit melihat perubahan yang sangat menonjol pada kekasihnya. Kekasihnya yang dulu selalu bertutur kata lembut padanya, selalu menatapnya penuh afeksi, selalu memperlakukannya penuh kasih sayang kini telah beru...