Jungkook tidak tahu kapan dia merasa hidup. Ia hanya terus melamun setiap hari, lupa makan, bahkan lupa meminum obat dan check up ke rumah sakit. Ia sudah tak peduli dengan dirinya, dengan hidupnya, dengan segala-galanya. Jiwanya telah mati, hancur, dan lenyap.
Bahkan ia tak mempedulikan darahnya yang terus mengalir dari tadi, menuruni dagunya lalu perlahan menetes mengotori pakaiannya tanpa henti. Ia terus duduk dipinggiran kasur, dengan tubuh lemah dan penampilan yang berantakan. Benar-benar terlihat begitu menyedihkan, bahkan jika ada orang lain yang melihat keadaannya sekarang pasti akan mengira Jungkook sedang sekarat.
Karena ia memang benar-benar sedang sekarat, terutama hatinya, terus berdenyut menyakitkan tanpa henti, tanpa berperasaan, seolah-olah memang hendak menghancurkannya tanpa sisa.
Mata Jungkook berkunang-kunang, kepalanya pusing luar biasa dan tubuhnya semakin melemah akibat darah yang terus keluar dari hidungnya. Hingga akhirnya ia merosot dari duduknya lalu tergeletak dilantai, masih dengan wajah datar dan darah yang terus mengalir, bahkan matanya terus meyorot kosong dari tadi. Benar-benar seperti mayat hidup.
Jungkook hanya merasa tak berarti, segalanya sudah tak berarti, hidupnya, bahkan ia masih bertanya-tanya untuk apa ia bernapas jika setiap hembusannya terasa begitu menyakiti tiap bagian tubuhnya.
Perlahan.. air matanya menetes, tanpa isakan, tanpa ekspresi. Namun sorot matanya begitu terlihat meyedihkan dan menyayat hati siapapun yang melihatnya.
Jeon Jungkook, deritanya, tak mampu diungkapkan dengan kata-kata.
Suara ketukan dari luar terus terdengar. Namun Jungkook hanya mampu bergeming, karena kini ia tak lagi bisa mengontrol tubuhnya untuk bergerak. Bahkan untuk sekedar mengangkat tangan saja ia sudah tak kuasa, benar-benar ringkih.
Tak lama kemudian suara langkah kaki terdengar, begitu nyaring karena si pemilik berlari begitu kalut lalu ia tersentak saat melihat ruangan yang berantakan, darah ada dimana-mana, dan sahabatnya yang kini tergeletak tak berdaya dilantai dengan setengah wajah yang berlukiskan darah.
"JUNGKOOK!"
Jungkook tersenyum miris mendengar suara itu, senyumannya begitu rapuh hingga bibirnya bergetar karena mencoba mempertahankan senyuman itu sedikit lebih lama. Ia hanya merasa... begitu jijik mendengar suara dari manusia munafik yang sialnya sangat Jungkook sayangi.
Jimin menangis lalu mendudukan Jungkook dan memeluknya dengan erat, membiarkan leher dan pakaiannya terkotori oleh darah sahabatnya. "Apa yang terjadi? Kenapa kau seperti ini hm?" isaknya dengan suara bergetar.
"Aku... benci orang munafik, Jim"
Jimin mengerutkan dahinya saat mendengar ucapan Jungkook dengan suara lemahnya, "maksudmu?"
"Aku sangat benci dibohongi, apalagi dikhianati" air mata Jungkook semakin mengalir deras, hatinya sangat sakit sahabat yang paling ia sayangi dan kasihi yang kini sedang memeluknya adalah orang yang ikut andil dalam membuat dirinya mati perlahan-lahan. Mengkhianati kepercayaannya yang sempurna dengan begitu biadab. "J-Jim..."
Jimin terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, ia bingung, juga merasa terisindir. Tapi Jungkook tak mungkin mengetahui kebohongan yang telah ia tutup rapat-rapat dengan sempurna. Ya, ia yakin itu.
"Jim?"
Jimin terperanjat dari lamunannya. "I-iya? Aku disini Jungkook, tak usah khawatir" Jimin semakin mengeratkan pelukannya, ia mengasihi Jungkook, namun rasanya bagian dalam hatinya terasa membenci orang dalam pelukannya ini, ia begitu ingin Jungkook pergi, menghilang, agar ia bisa memiliki Taehyung seutuhnya tanpa harus ada penghalang. Namun sebagian dari hatinya juga selalu berikrar jika Jungkook adalah segala-galanya, sahabatnya, adiknya, hidupnya. Dan ia sangat menyayangi Jungkook lebih dari keluarganya sendiri.
"Kau benci bukan saat aku terus bertanya bagaimana?"
Jimij bergeming. Memproses ucapan Jungkook di kepalanya dengan dahi berkerut.
"Lalu... apa sekarang kau akan membenciku jika aku bertanya... aku harus bagaimana Jimin?" lirih Jungkook dengan air mata mengalir, dadanya sesak akan bayangan yang hadir di kepalanya, tentang Jimin yang mengkhianatinya, tentang Jimin yang menghancurkan kepercayaannya tanpa sisa. Rasanya... jauh lebih menyakitkan bahkan dari rasa sakit yang sering ia rasakan kala penyakitnya kambuh.
"A-aku harus bagaimana ketika orang yang aku percaya dengan segenap hati malah menusukku dari belakang? Aku harus bagaimana ketika orang yang begitu ku sayangi malah ikut andil dalam meniadakan nyawaku? Aku harus bagaimana, Jimin?" tenggorokan Jungkook tercekat, rasanya menelan ludah saja kerongkongannya begitu nyeri akibat rasa sesak yang kini sedang bergelung di dadanya.
Sementara Jimin, kini ia membeku. Telapak tangannya yang sedang merengkuh Jungkook dengan penuh kasih, mendadak menjadi kepalan kencang penuh ketakutan.
Sorotan matanya tak lagi tenang, merotasi kesana kemari dengan kedipan yang lebih cepat dari biasanya. Napasnya memburu hingga kemudian bibirnya digigit dengan kuat.
Yang ada dipikirannya kini hanya satu...
Jungkook telah mengetahui kebusukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Cinta Dia [VKOOK]
FanfictionJungkook menggigit bibirnya, terlampau sakit melihat perubahan yang sangat menonjol pada kekasihnya. Kekasihnya yang dulu selalu bertutur kata lembut padanya, selalu menatapnya penuh afeksi, selalu memperlakukannya penuh kasih sayang kini telah beru...