09

35 8 0
                                    

"Hai saya Anastasya. Apa benar ini kediaman Rion Davendre?"

"Benar, silahkan masuk" kata Alvin bergeser memberi akses masuk kepada Nata.

Berada di dalam Alvin mempersilahkan Nata duduk, dan memanggil Keyna bahwa ada orang yang mencari Rion.

"Ada apa?" Tanya Keyna ketika sudah berada di ruang tamu.

"Saya Anastasya, saya asisten pribadi ayah nya. Beliau menyuruh saya untuk membantu Rion" kata Nata.

"Oh, Anastasya. Saya sepupu Rion, Keyna. Yang rambut coklat itu kakak saya Alvin. Dan di sampingnya sepupu kami Kevin. Santai saja kita bisa berteman" kata Keyna ramah.

"Panggil saja saya Nata, Key." Kata Nata yang juga tersenyum ramah.

"Baiklah aku lanjut bersih bersih dulu ya." Kata Keyna pamit.

"Eh tunggu, Key. Dimana Rion?" tanya Nata.

"Dia di kamarnya... Eh" tiba tiba Kevin menarik Keyna ke arah dapur.

"Kenapa mereka?" tanya Nata pada Alvin, yang hanya dibalas endikan bahu oleh Alvin.

Di dapur..

"Apa kau tidak curiga padanya, Key?" tanya Kevin serius.

Keyna mengangguk mentap, "Yap, aku berfikir untuk apa Om Daven kayak gitu?"

"Itu lah masalahnya, biasanya Om Daven  antara peduli sama enggak aja. Lah sekarang?"

"Biarin aja dulu, kan dia belum buat yang enggak enggak" kata Keyna agar mereka tidak berujung berburuk sangka.

"Oke, kapten" kata Kevin.
==================

Keyna, Alvin, dan Kevin harus kembali ke rumahnya masing masing. Keyna sudang mengatakan pada Nata tentang kondisi Rion. Mereka akhirnya memilih untuk percaya pada Nata dengan pemikiran ‘Untuk apa Om Daven berniat buruk pada anaknya?’.

Setelah mereka ber-3 pulang, tinggallah Nata dan Rion yang masih terbaring. Waktu  masih pukul ia tak mungkin pulang sekarang. Ia memilih untuk mengecek keadaan Rion yang mana tau sudah sadar.

Tok..tok..tok..

Nata mengetuk pintu namun tidak ada jawaban dari dalam, ia memilih untuk masuk ke dalam kamar Rion. Namun ketika ia baru masuk ia mendapati Rion yang tengah meracau tak jelas. Entah apa bahasa yang dipakainya.

Nata mendekat, tiba tiba Rion membuka matanya membuat Nata terkejut. Keringat sudah membasahi wajah Rion yang tak bisa di bilang hanya sekedar tampan. Nafasnya memburu seperti baru mengalami mimpi buruk. Ia menutupi wajah nya dengan tangannya, berusaha menenangakan dirinya. Nata tidak tau harus berbuat apa.

"Siapa kau?" tanya Rion dengan suara serak, tanpa melihat kearah Nata.

"Aku Nata" kata Nata seadanya.

"Bukan itu maksudku, siapa kau sampai beraninya masuk ke kamar ku?" kata Rion tenang dengan nada intimidasi yang kuat dan tatapan tajamnya.

"A..a..aku ha..hanya disuruh ayah mu" kata Nata yang mulai ketakutan, karena tatapan Rion tyang jauh lebih tajam dari Tuan Daven. Mereka bahkan tidak mirip.

"Pergi.." Gumam Rion.

"Ha?" kata Nata agar Rion mengulang katanya kembali.

"Pergi kau dari hadapan ku!!" katanya tetap tenang namun aura nya terasa sangat dingin dan kelam. Nata memilih untuk keluar kamar Rion.

Tak lama setelah Nata keluar seseorang menelponnya, siapa lagi kalau bukan Zen Argara.
==================

Setelah Nata tiba di ruang tamu, ia hendak pergi saja. Namun jika bukan karena ia butuh pekerjaan ini, apa boleh buat. Ia disuruh sebisa mungkin mengawasinya 24 jam. Ada terlintas dibenaknya bagaimana jika ia memasang kemera saja di sini. Namun ia tidak bisa, kerena ia tidak punya uang dan lagian jika ia mamasang kamera itu nanti ia akan disangka penguntit yang mengawasi seorang laki laki secara diam diam.

Nata memilih untun duduk di sofa tamu sambil memainkan handphone nya. Berharap Rion keluar, dan ia bisa mengenalkan diri secara baik baik. Nata kembali terkejut untuk kesekian kalinya, karena pintu apartemen Rion tiba tiba terbuka.

Membuatnya berpikir apa orang ini -Rion- tidak punya privasi sehingga apartement nya bisa saja dibuka oleh siapa pun. Bahkan tadi sebelum Keyna dan saudaranya pergi mereka memperika password apartemen ini kepadanya.

"Siapa kau?" tanya orang yang baru masuk.

"Nata, Anastasya" kata Nata memperkenalkan diri.

"Dio. Apa Rion ada?"

Last ExpectationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang