Rion tengah uring uringan sendiri, pasalnya orang yang menjadi musuh karena terus menerornya sejak ia lupa ingatan hingga sekarang. Rion merasa mungkin ia telah memerasnya sejak sebelum ia lupa ingatan. Orang yang sama yang selalu mengganggu teman sekaligus sepupunya. Orang yang paling Rion benci karena selalu mengancam nyawa seseorang. Sudah lebih dari 37 kali Zen Argara menelponnya sejak gadis tadi keluar- Nata.
“Ayo lah, apa yang ia inginkan?” gumam Rion mulai kesal.
Brak..
Pintu kamar Rion terbuka membuat Rion kaget, siapa lagi kalau bukan si tua- Dio.
“Hei, kenapa lu??” tanya Dio, yang langsung duduk di kursi belajar Rion.
“Seperti yang terlihat” jawab Rion seadanya.
“Di luar siapa?” tanya Dio lagi.
“Hah? Siapa?” jawab Rion kaget.
“Ciee, yang lagi marahan sama pacar” simpul Dio sendiri.
“Aish.. jadi dia belum pulang?” gumam Rion mengabaikan kesimpulan yang Dio ambil sendiri.
Hening...
“Lu nggak tes masuk universitas?” tanya Dio membuka suara kembali.
“Gua udah lulus SNMPTN” kata Rion seadanya.
“Oh, si Kevin kemaren udah kelas berapa?” mencari topik sembarangan, asalkan tidak canggung.
“Dia setahun di atas gua”
Dio mengangguk paham. Tiba tiba Nata masuk kedalam kamar Rion, membuat kedua laki laki di dalam sana menoleh ke arahnya.
“Aku ingin memperkenalkan diriku secara baik baik” kata Nata cemas yang masih berdiri di ambang pintu, Ia berharap Rion telah tenang dan mau mendengarnya.
Rion menganggukkan kepalanya dengan artian mempersilahkan. Dio? Si tua itu tengah bingung dengan situasi, karena ia berpikir Rion hanya pura pura tidak mengenalnya. Maklum biarkan saja si tua jomblo itu berfantasi sesukanya.
“Aku disuruh ayah mu untuk mengawasimu, aku sedang butuh pekerjaan jadi mohon tolong bantuannya. Dan masalah tadi, maafkan aku karena telah masuk kamarmu seenaknya.” Kata Nata masih tidak berani menatap Rion.
“Mengawasi? Apa kau akan mengadukan semua aktivitasku?” tanya Rion mengintimidasi.
Nata diam, ia tidak pernah diajarkan untuk berbohong. Tapi ia dilarang untuk mengatakan bahwa hal yang di katakan Rion itu 100% benar. Ayo lah Nata masih butuh pekerjaan ini. Keringat dingin membasahi tubuhnya seketika.
“Kenapa diam? Itu bukan pertanyaan sulit” Kata Rion yang terdengar seperti desakan.
“Aish, bocah. Tidak baik mengintimidasi orang yang baru kau kenal. Akanku ajarkan padamu cara bersosialisasi” kata Dio yang mulai risih dengan suasananya.
“Hai Nata, barapa umurmu?” tanya Dio.
“20 tahun” jawab Nata seadanya.
“Jatuhnya kau seperti pedofil” kata Rion lalu berjalan mendekati Nata.
“Apa kau bisa memasak?” tanya Rion yang kelaparan, dibalas dengan anggukan semangat oleh Nata.
“Baiklah, kau mau apa?” tanya Nata yang mulai santai.
“Terserahmu” kata Rion berjalan kearah televisi, dan diikuti Dio.
‘bodoh, kenapa kau mengirim orang sepertinya untuk mengawasiku bapak tua? Bukankah ekspresinya terlalu mudah di baca?’ -Rion.
==================Malam ini turun hujan, dan suara petir yang menggelegar saling saut menyaut seperti Sang Penciptanya tengah marah. Dio dan Nata belum ada yang pergi dari apartemen Rion. Sebegitu nyamankah apartemenya, atau mereka memanfaatkan isi kulkas Rion yang biasanya diisi Keyna setiap ia berkunjung. Makanya tadi ada bahan untuk buat makanan di apartemen suram ini.
Entah kebetulan, tiba tiba handpone Rion dan Dio bergetar, menandakan ada panggilan masuk.
Panggilan dari Jino, Dio segera mengangkatnya.
“Dio, Ada kasus pembunuhan, di perumahan xxxxxx” kata Jino.
“Gue kesana, apa nggak ada yang lain?” tanya Dio.
“Nggak semua lagi tugas. Kau lihat saja TKP nya, kita belum dapat surat perintah. Tapi mana tau ada hal yang menarik” kata Jino lalu menutup telponya.
Diwaktu yang bersamaan, Rion mengangkat telpon dari Keyna yang sedang terisak berusaha meredam tangisannya. Rion berpikir apa karena Keyna takut petir?
“Key, lu kenapa?” tanya Rion yang mulai cemas.
“Alvin.. hiks.. sama Kevin.. hiks”
“Stt. Udah lu tenang dulu. Gua kesana sekarang"
Rion segera mengambil jaketnya lalu keluar, menghiraukan Nata yang memanggilnya. Karena ia pikir jika ia membawa mobil akan butuh waktu yang lama, jadi ia putuskan untuk berlari.
Rion berlari kencang menunjukkan bakat atletnya menembus hujan. Padahal lukanya belum kering, ia mengabaikan rasa sakitnya karena kecemasanya lebih besar. Karena Keyna tidak akan menangis untuk hal yang kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Expectation
RandomMereka berusaha untuk menghancurkan harapan orang lain untuk membuat orang itu serendah mereka. Apa ada orang yang membuat harapan itu muncul kembali sebelum semua nya berakhir?