Dua Puluh Empat

3.7K 199 0
                                    

Yang terpenting adalah aku cuman milik kamu,
begitupun kamu.
~ Cakra ~

Semburat fajar merayap menembus dinding tembok kamar yang sepi ditinggal sang pemilik. Pagi ini Nera sudah berkutik di dapur membuat Soto Ayam untuk Cakra. Salah satu makanan favoritenya.

Dan hari ini tepat dihari Selasa jam tujuh lebih dua puluh lima menit Nera menjalankan sepeda motornya, sebenarnya Cakra ingin mengantarkannya tapi Nera bersikeras ingin pergi sendiri tidak ingin merepotkan padahal bukan itu alasan utamanya.

Setibanya di kantor Nera menjalankan tugas seperti biasanya, melihat grafik transaksi keuangan perusahaan yang harus dilaporkan hari ini juga, dan menghadiri meeting yang selesai sebelum makan siang.

“Bawa apa ituh?” Ucap Gita sengaja melembutkan suaranya.

“Borax!” Balas Nera

“Oh soto buatan lo dikasi borax. Gawat bentar lagi lo bakal jadi mawar.”

“Mawar??” Tanya Nera bingung. Apa hubungannya dia, soto dan mawar.

“He’uh. Mau dibawak kemana itu?” Cegah Gita yang melihat Nera hendak berjalan keluar pantry setelah memasukkan soto ayamnya.

“Cakra.”

“Nera!! Gue yang deket lo abaikan, tega kamu Roma.”

“Punya lo yang itu.” Tunjuk Nera pada kotak makan persegi bewarna biru tua.

“Aw so sweet banget sih. Yaudah sana pigi.” Setelah kepergian Nera, Gita langsung memakan jatah soto ayamnya bersamaan dengan nasi yang sudah disediakan Nera juga.

“Enaknya punya temen bucin ya begini.” Gita bermonolog sendiri sambil tersenyum riang.

***

Butuh waktu kurang lebih 20 menit bagi Nera tiba di Rumah Sakit tempat Cakra tugas menggunakan taksi. Tadi dia sudah sempat memberi kabar lewat panggilan dengan Cakra untuk menunggunya di lobby Rumah Sakit, dan benar saja pria itu sudah menunggu kedatangan Nera.

Tapi keberadaan pria itu justru menjadi pemandangan yang mengundang murka Nera, ralat Nera bukan murka dengan Cakra nya tapi dia murka dengan tiga wanita muda yang berdiri di depan Cakra. Jelas sekali dimata Nera wanita-wanita itu sedang berusaha mencuri perhatian Cakra.

“Cih.” Desis Nera kemudian berjalan mengarah ke objek yang merusak penglihatannya sedari tadi.

Chagiya!!.” Ucap Nera kemudian merangkul erat lengan milik Cakra menunjukkan kepada wanita didepannya bahwa Cakra sudah berlebel miliknya. Tidak akan Nera izinkan wanita lain mengambil hatinya.

“Oh hay.” Balas Cakra seraya tersenyum dan mengelus puncak kepala Nera. “Oh ini kenalin tunangan saya.”

“Hah rasain. Melotot melotot deh lo. Makanya gak usah gatal.” Ucap Nera dalam hati merasa menang setelah mendengar bagaimana dengan jelasnya Cakra memperkenalkan dirinya sebagai tunangannya.

“Alnera Zaskia.” Kata Nera sambil tersenyum samar kearah wanita-wanita yang tampak loyo berdiri didepannya.

“Rasaian pucat kan lo.” Ucap Nera lirih.

“Hah kenapa Al? Kamu ngomong apa?” Kata Cakra

“Oh bukan apa apa. Perasaan kamu aja kali.”

Nampak Cakra mengangkat kedua alisnya ke atas karna dia jelas mendengar Nera berbicara hanya saja tidak jelas apa yang dibicarakannya. Tidak ingin membuang-buang waktu Cakra berpamitan dan mengajak Nera menuju ke ruang kerjanya.

Independent of Love (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang