"Sudah sampai?"
"Sudah, tapi aku masih mencari rumahnya"
"Kenapa tidak telepon Paman Matthew saja? Dia bisa menjemputmu"
"Aku tak mau merepotkannya"
"Ck, Seo Changbin. Dia memang mau menolongmu, lagipula aku yakin kau tidak akan tidak merepotkannya di sana nanti. Sudah biar ku hubungi dia"
"T-tapi Minho..."
Panggilan suara dimatikan secara sepihak oleh Lee Minho di ujung sana, membuat pemuda yang tadi disebutkan namanya berhenti di pinggir jalan. Angin malam menerjang badan Changbin yang hanya dilapisi coat tipis. Dia tak menyangka malam di kota kecil ini akan sangat dingin. Pemuda itu kembali menyeret koper hitamnya, sampai cahaya mobil menyorotnya dari arah depan, dan mobil itu berhenti tepat disampingnya. Kaca mobil diturunkan, menampilkan seorang pria paruh baya.
"Nak Changbin? Ini aku Matthew, masuklah udara akan semakin dingin"
Changbin membalas sumringah pria itu, mengangguk kemudian masuk ke mobil sebelum ia mati kedinginan.
"Kenapa tidak menelepon dari tadi? Aku bisa menjemputmu di bandara"
"Ah aku pikir tidak sopan menganggu orang malam-malam begini paman, dan ku kira tujuan ku tidak jauh dari bandara, jadi aku naik taxi dari bandara. Tapi ternyata hanya mengantar sampai batas kota, ya sudah ku putuskan untuk jalan kaki saja."
Paman Matthew sedikit terkejut mendengar penuturan Changbin. Andai saja pemuda Korea itu tetap berjalan, mungkin baru tengah malam dia sampai. Atau bahkan dia tak akan sampai dengan cuaca yang sedang tidak baik. Perjalanan dari kota menuju desa yang Changbin tuju perlu waktu satu jam.
"Aku menunggu telepon darimu sejak sore tapi kau tak kunjung menghubungiku, sudah ku coba hubungi pula, tapi sepertinya ponselmu mati, jadi aku berinisiatif berangkat menjemputmu saat petang. Dan saat aku hampir menemukanmu, Minho meneleponku untuk menjemputmu."
Changbin terkekeh malu menyadari kebodohannya yang membuat orang lain khawatir dan dirinya sendiri susah. Ditambah insiden kecil yang menyebabkan ponselnya mati mendadak.
"Rumahnya sudah ku bersihkan dengan istriku. Barang-barang milik kakekmu masih bagus, jadi kau bisa langsung gunakan. Tapi mampirlah dulu nanti ke rumahku, Seojin sudah menyiapkan makan malam untukmu, kesukaanmu waktu kecil"
"Ayam bakar dan sup jagung?" tebak Changbin
"Tepat sekali."
Kedua laki-laki itu kemudian terkekeh di dalam mobil. Changbin tidak percaya istri Paman Matthew, Bibi Seojin, masih ingat dengan makanan kesukaannya. Padahal mereka sudah 18 tahun berpisah dan baru sekarang Changbin akan bertemu kembali dengan orang yang merawat Changbin di Korea, sampai Changbin berumur 7 tahun.
Jalanan menuju desa yang dulu pernah kakek Changbin tinggali memang sepi saat malam, desa paling ujung yang benar-benar sepi. Hanya sekitar dua puluh orang saja yang tinggal di sana, salah satunya Paman Matthew dan dulu kakek Changbin. Pemuda itu belum pernah ke sana sama sekali.
"Maaf, aku tidak hadir saat pemakaman ayah dan ibumu. Aku sangat menyesal tidak bisa melihat Donghyun dan Sooyeon untuk terkahir kalinya. Aku rindu mereka"
Changbin yang tadi menatap ke arah perbukitan di samping kanan jalan, menoleh ke wajah Paman Matthew yang sendu di balik kemudi.
"Tak apa paman, tidak usah menyesal. Anggap saja aku di sini sebagai ganti mereka."
"Kau mau tinggal di sini sampai kapan?"
"Entah paman, lihat saja nanti."
"Perusahaan Donghyun bagaimana? Kenapa kau tak meneruskan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
metanoia || changlix
Fanfiction(n.) the journey of changing one's mind, heart, self, or way of life