Past

937 168 6
                                    

"Kakak! Jeongin haus!"

"Bibi Seojin ambilkan minum ya"

"Tidak usah, Bi. Biar aku saja, aku juga mau mengambil bolaku yang lain. Jeongin kau tetap di sini bersama Changbin dan Bibi Seojin"

Minho berlari kecil dari teras belakang rumahnya yang sangat luas itu, menuju ke pintu belakang yang langsung terhubung dengan dapur. Tak ada satu pelayanpun di sana. Bibi Yeonseo pengasuhnya juga tidak ada. Rumahnya sepi, sementara ayah dan ibunya sedang berada di kamar mereka di lantai dua. Minho yang belum tumbuh tinggi itu sedikit kesusahan meraih botol minum yang ada di kulkas bagian atas, namun ia berhasil mengambilnya.

Minho tiba-tiba terkejut dengan suara jeritan dari lantai dua. Itu suara ayah dan ibunya. Dua botol air dingin di tangannya sudah tergeletak di lantai, yang Minho pikirkan hanyalah ia harus segera ke lantai atas. Butuh waktu bagi seorang anak kecil untuk menaiki tangga yang cukup banyak di rumah besar itu. Di lima tangga terakhir, Minho sudah bisa melihat kamar orang tuanya. Ia makin terkejut saat seorang wanita dengan rambut berantakan menggandeng anak laki-laki keluar dari kamar orang tuanya dengan terburu-buru. Wanita itu tampak terkejut pula dengan kedatangan Minho, sedang anak yang digandengnya menangis ketakutan. Wanita itu tak menghiraukan Minho yang sudah sampai di tangga terakhir, ia berlari bersama anak laki-laki itu yang kini dibungkam mulutnya karena tangisnya semakin keras. Minho sungguh bingung dengan apa yang baru saja ia lihat.

Kebingungannya semakin menjadi tatkala ia menemukan kedua orang tuanya tergeletak bersimbah darah di dekat ranjang. Ayahnya dengan luka di perut, dan sang ibu di bagian dada. Untuk seorang anak berumur delapan, ia cukup tahu apa yang sedang terjadi sekarang. Tangisnya pecah begitu saja melihat ayah dan ibunya sudah tak bernyawa. Lututnya sangat lemas, ia tak mampu berdiri lagi.

"Hey! Ada apa?!" Changbin yang merasa Minho terlalu lama untuk sekadar mengambil air minumpun menyusulnya, ditambah suara tangis Minho yang terdengar hingga bawah membuat Changbin yakin sesuatu yang buruk sedang terjadi. Ia berlari mendekat ke arah Minho yang berlutut di depan pintu sambil menangis. Dan tak bisa berkata apa-apa ketika matanya melihat bibi dan pamannya menjadi pucat tak bergerak sama sekali tak jauh dari sana. Changbin ikut menangis saat itu juga, ia memeluk Minho dan menangis sejadi-jadinya.

"Anak-anak, di mana kalian?" suara khawatir Bibi Seojin terdengar. Changbin menyeka matanya dan lari turun menemui Bibi Seojin.

"Bibi, tolong, naiklah ke atas, cepat!" suara Changbin terbata-bata. Tanpa pikir panjang Bibi Seojin menurutinya. Dari kejauhan Changbin melihat Jeongin berlari memangil-manggil nama Minho, segera ia mencegah anak itu masuk, dan membawanya kembali ke teras belakang.

"Mana kakakku?"

"Oh dia sedang mencari bolanya bersama Bibi Seojin."

"Kak Changbin menangis?"

"Hehe iya, aku tadi terpeleset di dapur dan sangat sakit"

"Hey, anak laki-laki tidak boleh cengeng kata ayah."

"Iya, maafkan Kak Changbin. Mari bermain lagi."

Changbin menahan keras air matanya untuk tidak jatuh. Ia tak mau Jeongin tahu apa yang sedang terjadi. Tak lama, suara sirine dan deru mesin mobil berdatangan di kediaman Minho. Beruntung Jeongin tidak peduli. Namun, Changbin masih bersusah payah menahan tangisnya.

 Namun, Changbin masih bersusah payah menahan tangisnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
metanoia || changlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang