The Truth: First Meet

803 139 0
                                    

"Kak, hari ini Jeongin pulang terlambat. Nanti kalau Jeongin sudah selesai, Jeongin akan menelepon Paman Kim untuk menjemput Jeongin."

"Baiklah, jaga dirimu baik-baik." Minho mengusap kepala sang adik sebelum ia keluar dari mobil. Jeongin yang duduk di bangku sekolah menengah pertama itu lebih suka diantar Minho daripada supir pribadinya.

Jeongin sebentar lagi menghadapi ujian akhir semester. Minho sangat memperhatikan anak itu akhir-akhir ini. Ia ingin Jeongin dapat menjalankan ujian akhir semesternya dengan baik. Sepulang sekolah, Jeongin akan mendapat pelajaran tambahan di sekolah. Tapi hari ini, Jeongin ingin mencari buku terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah. Minho bukan tipe orang yang mengekang, asalkan Jeongin masih bisa menjaga diri, Minho akan selalu mengizinkan Jeongin kemanapun Ia mau.

"Hei, kau tidak pulang?"

"Ah, aku ingin pergi ke toko buku dulu."

"Oh, begitu. Mau kutemani?"

"Tidak usah, kau pulang saja. Istirahatlah dan makan yang banyak ya, aku pergi dulu." Jeongin terkenal siswa yang hangat di sekolah. Ia selalu peduli dengan orang lain, bahkan terkadang sampai lupa akan dirinya sendiri. Ia tak pernah mau merepotkan orang lain, sebisa mungkin malah dialah yang membantu orang lain.

Di perjalanannya menuju toko buku yang tak jauh dari sekolahnya, Jeongin mendapat pesan dari Minho. Ia menawarkan diri untuk menemani Jeongin, tapi lagi-lagi Jeongin menolak. Ia tahu kakaknya itu sedang sibuk berkuliah. Tak lama sampailah Jeongin di toko buku. Hampir setengah jam ia mencari buku yang diinginkan. Jeongin juga bertemu dengan beberapa temannya yang hanya sekadar mampir untuk melihat-lihat saja. Satu jam hampir berlalu, Jeongin sudah mendapatkan enam buku di tangannya. Sebetulnya Jeongin tak seberapa suka membaca, hanya karena ia mau menempuh ujian akhir semester, mau tidak mau ia harus banyak membaca.

Keluar dari toko buku, ia melihat ada penjual bungeoppang di seberang jalan. Ia ingin membelikan Minho roti kesukaannya itu. Tatkala hendak menyebrang, pandangannya berlaih ke sisi lain di seberang jalan. Ada seorang pemuda menggunakan seragam sekolah berjalan tertatih dengan bibir yang lebam dan terluka. Jeongin tanpa pikir panjang menghampiri orang itu. Inilah yang membuat Minho seakan tak bosan menasihati Jeongin. Ia terlampau baik hingga terkadang orang yang tak dikenalnya pun ditolong. Memang mulia, namun tak ada yang tahu kalau orang asing itu punya niat jahat kepada Jeongin.

"Maaf, boleh aku membantumu?" orang itu menoleh pada Jeongin. Tatapannya tajam, tapi tak membuat nyali Jeongin menciut. Orang itu tak menjawab. Ia terus berjalan sambil tertatih.

"Di mana rumahmu? akan ku bantu kau mencapainya." Jeongin tetap bersikukuh mengikuti orang itu. Dan orang itu tetap berjalan seakan Jeongin tak ada di sana. Hingga beberapa langkah, pemuda tadi jatuh. Jeongin berlari ke hadapannya.

"Ayolah, aku orang baik-baik. Aku hanya ingin membantumu. Mari, tunjukkan jalan ke rumahmu." pemuda di hadapannya malah terkekeh.

"Iya, dunia ini hanya milik orang baik sepertimu. Jadi tinggalkan saja aku yang jahat ini sendirian." pemuda itu lantas mencoba untuk bangkit berdiri. Jeongin tetap saja membantu mengangkat badannya yang jauh lebih besar dan tinggi dari dia.

"Apa maksudmu? aku tak peduli kau jahat atau baik, aku akan tetap menolongmu. Semua orang di mataku baik adanya." Jeongin menarik lengan pemuda itu untuk di taruh di pundaknya. Pemuda yang ditolong terkekeh lagi.

"Tubuhmu bahkan lebih kecil dariku, bisa-bisanya kau nekat menolongku. Aku bisa jalan sendiri, jadi lepaskan aku."

"Diamlah dan tunjukkan jalan ke rumahmu saja." Jeongin menghiraukan semua ucapan pemuda itu, ia hanya ingin pemuda itu segera diobati lukanya.

metanoia || changlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang