IX - Sembilan

19 2 0
                                    

Kamu terlalu misterius hingga sulit untukku tebak. Tapi itulah nilai lebihnya. Kamu yang apa adanya dan aku suka itu.

-June-

Sisa hujan kemarin, Apakah bisa dengan mudah mengering?

-Mikaila-

Mikail menatap kosong ke depan, dan membiarkan udara menggoyangkan helaian rambutnya. Mikaila duduk termenung di taman seorang diri. Ia masih tidak percaya dengan apa yang barusan ia lihat.

Flashback On

Dengan tergesa-gesa Mikaila lari menyusuri koridor. Bel sudah berbunyi dari lima belas menit yang lalu.

"Ini semua gara-gara Hanbin!" Dumelnya dengan kesal. Ia dan Hanbin berpisah di persimpangan koridor. Namun, langkah Mikaila terhenti saat ia hendak masuk ke dalam kelasnya. Sosok itu? Sosok yang sangat ia benci. Tapi kini, malah berdiri di ambang pintu kelasnya?Di samping Bu Yeri, mau apa dia?

Dengan nafas yang memburu dan hati yang gusar ia perlahan melangkah. Dan semakin dekat.

"Mikaila? Kamu terlambat?" Tanya Bu yeri.

Mikaila menghentikan langkahnya lalu menunduk "Iya bu, maaf Mikaila bangunnya kesiangan terus tadi macet."

Bu Yeri menghela nafas dan geleng-geleng kepala melihat tingkah muridnya yang satu ini " yasudah karena baru kali ini kamu terlambat, Ibu toleransi. Cepat masuk kelas, sebelum guru piket tau."

Mikaila masuk ke dalam keals, banyak pasang mata yang menatapnya heran tapi ia tidak peduli. Ia mendudukkan pantatnya ke kursi dengan kasar.

"Tumben neng telat?" Tanya Baekhyun.

"Gue kesiangan." Jawab Mikaila sedikit acuh. "Kar, itu yang diluar siapa sih?" Tanya Mikaila ke Karina seakan ia tidak mengenal sosok itu.

"Oh dia murid baru, namanya Yeol. Tadi sebelum lo dateng dia udah ngenalin diri di depan. Dan dia anak kelas kita."

Deg...

Seperti tersambar petir di siang bolong. Mikaila mematung, ia membisu. Tidak mampu hanya sekedar untuk mengeluarkan kata-kata. Mengapa takdir seakan-akan ingin mengajaknya bermain?

-Langit memang sedang terang, tetapi hatinya yang sedang petang diguyur hujan.-

Flashback Off.

Tidak terasa bulir menetes menyentuh kulit pipinya.

"Isshh gue bukan cewek lemah." Mikaila mengusap kasar air matanya yang jatuh tanpa diperintah.

"Siapa bilang nangis itu lemah" Ucap seseorang yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Mikaila.

Mikaila refleks memutar kepalanya untuk melihat orang itu. Sedih yang ia rasakan, berubah menjadi rasa kesal. Bahkan, kini raut wajahnya berubah menjadi datar.

"Mcek, kenapa mesti dimana-mana ada dia sih?"

June melangkah mendekat sambil tersenyum lalu duduk di samping Mikaila.

"Tau apa lo? Gak usah sok care deh lo" Mikaila menggeser duduknya sedikit menjauh.

"Tapi gue suka. Apalagi care ke elo." June menatap Mikaila dari samping. "Nih" June menyodorkan sekotak susu rasa stroberi.

Mikaila hanya melirik tanpa berniat mengambilnya. Di luar dugaan Mikaila, June menarik tangannya dan meletakkan sekotak susu itu ke telapak tangannya. Namun, Mikaila malah meletakkan sekotak susu itu ke kursi.

"Gue gak suka penolakan!" June menusap-usap rambut Mikaila.

"Isshh jadi kotor rambut gue" Mikaila merapikan rambutnya dengan kesal. "Ngapain sih lo, mending pergi deh. Gak usah ganggu gue!"

"Tapi gue suka. Terus gimana dong?" June menatap Mikaila melas.

"Gue yang gak suka!" Bentak Mikaila.

"Kenapa sih? Kalo sama gue lo bawaannya marah? Emang gue salah apa coba?" Tanya June.

"Salah lo banyak"

"Oh" June mengangguk-anggukkan kepalanya. "Emang salah gue apa?"

"Mending lo diem deh. Banyak bacot!"

"Oke"

Mereka duduk dalam hening. Hanya suara angin yang menemani mereka, awan biru di kaki langit sebagai saksi untuk moment mereka berdua. Suara gemericik air mancur di taman belakang sekolah itu, juga turut menonton mereka.

Ingin rasanya Mikaila menangis, tapi ia terlalu gengsi karena June masih berada di sampingnya. Ia menggenggam rok seragamnya.

"Kalo mau nangis, keluarin aja kali. Gak usah gengsi."

"Sok tau banget sih nih orang, cenayang bukan. Tapi tebakkannya kok betul sih."

June berdiri dan melangkah mendekat ke Mikaila. Ia berdiri di hadapan Mikaila. Yang ditatap hanya menunduk.

"Gue emang gak tau masalah lo apa. Gue juga gak tau salah gue apa, sampe lo sebegitu gak sukanya sama gue. Lo terlalu misterius, jadi sulit gue tebak. Tapi disitu nilai lebihnya. Lo yang apa adanya dan gue suka itu. Nangis bukan berarti lo lemah." June mengusap-usap rambut Mikaila dan meletakkan satu bungkus tisu ke telapak tangan Mikaila, lalu melangkah pergi memberikan waktu Mikaila untuk sendiri.

Setelah June pergi, saat itu juga air matanya mengalir.

Hikss...Hikkss

"Kenapa lo harus hadir lagi dalam hidup gue Yeol? Dan kenapa lo bertingkah kayak gini ke gue Jun?" Mikaila merasakan perih yang teramat dalam di dalam hatinya.

"Bahkan ini lebih sakit, dari sikap acuh lo" Gumam June di balik tembok, mendengar isakan Mikaila. Lalu ia benar-benar pergi dari taman belakang sekolah.


Symphony [Koo Junhoe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang