VI - Enam

17 2 0
                                    

Aku tidak bisa menjanjikan sebuah harapan. Yang aku sendiri tidak berkenan untuk menghendakinya.

-Mikaila-

Ternyata, untuk memperjuangkanmu tidak semudah yang aku kira. Itulah alasan mengapa aku semakin yakin untuk bertahan.

-June-

Mikaila menyusuri koridor dengan langkah yang lesu. Bundanya tidak bisa menjemputnya. Ia berjalan sendirian karena Ia memilih untuk pulang lebih akhir, karena suasana sekolah sudah agak lenggang. Baekhyun sudah pulang lebih dulu, dan Karina tidak masuk, biasanya mereka akan berjalan bertiga. Langkahnya tiba-tiba terhenti kala melihat sosok yang berusaha ia hindari, berdiri bersandar di lobi sekolah.

Mikaila menghembuskan nafas gusar, tidak ada pilihan lain selain harus melewatinya dan pura-pura tidak melihatnya. Mikaila kembali melanjutkan langkahnya, berusaha untuk bersikap tenang. Ia berjalan melewati orang itu sambil menunduk dan pura-pura memainkan ponselnya. Setelah berhasil melesat, ia langsung lari ke arah gerbang sekolah dan keluar dengan nafas lega.

"Mau pulang bareng siapa gue? Jam segini angkot jarang lewat. Gojek? Mana hape gue lowbat lagi. Bego banget siih" Rutuknya "Jalan juga-"

"Bareng gue aja" Sahut seseorang yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Mikaila. Tanpa mendapat persetujuan dari Mikaila, orang itu menarik tangan Mikaila untuk menuju motornya.

Mikaila masih mencerna apa yang terjadi, ia menatap punggung orang yang menariknya. Dan ia baru tersadar, lalu menghempaskan tangannya.

"Gue bisa pulang sendiri" Mikaila hanya melirik tajam orang itu.

Dengan senyum yang selalu terbit orang itu menaikkan sebelah alisnya "Yakin?"

"Hhhhmm" Mikaila hanya menyahuti dengan deheman.

"Oke." Orang itu kembali memakai helmnya, lalu menyalakan motornya dan pergi meninggalkan Mikaila.

"Cuiih, dasar semua cowok sama aja." Mikaila tersenyum sinis, lalu ia melangkah dengan kedua kakinya. Terpaksa ia pulang dengan jalan kaki, meski tidak bisa dipungkiri bahwa ia merapalkan doa agar pulang dengan selamat. Tetapi, keberuntungan berpihak kepadanya. Saat di persimpangan jalan, ia melihat taksi lalu menghentikan taksi itu agar mengantarnya pulang.

####

June tersenyum senang saat melihat sosok itu dari balik jendela kelas. Sekotak susu rasa stroberi yang ia berikan ternyata di minum sama sosok itu. Ia ingin mendekat, namun takut sosok itu justru akan membencinya. Meski rasa malu sedikit menghampirinya karena ia harus menyusuri koridor anak bahasa, tapi semua itu berusaha ia enyahkan hanya untuk mengobati rasa khawatirnya.

June tidak tau penyebab mengapa ia menjadi seperti ini. Padahal ia baru beberapa hari bertemu dengan Mikaila, tapi entah mengapa perasaannya menginginkan lebih dari sekedar hanya bertemu. Ia tidak ingin gegabah untuk mendekati Mikaila.

June menyusuri koridor untuk kembali ke kelasnya, bahkan teman-temannya tidak tau apa yang June rasakan sekarang. Ia malu untuk mengatakannya, mungkin nanti disaat yang tepat.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi, June bergegas mengemasi barang-barangnya lalu melesat keluar dari kelas. Diikuti dengan ke enam sohibnya.

June tiba-tiba berhenti saat mereka berada di koridor "Gaes lo duluan, gue mau ke kamar mandi dulu." Tanpa mendengar balasan dari teman-temannya, June berbalik arah dan lari.

Tapi, itu semua hanya alibi karena sebenarnya June ingin menemui Mikaila. Dan tanpa sengaja ia bertemu dengan Baekhyun.

"Eh Baek!" Teriak June

"Naon Jun? Gak usah teriak-teriak, kuping gue gak budeg kali"

"Mikaila mana?"

"Oh, si eneng masih di kelas. Kenapa emang?"

"Oke thanks" June merangkul pundak Baekhyun dan berjalan bersama.

"Maap ya, gue masih doyan cewek." Baekhyun melepaskan rangkulan June.

June tertawa "Oh, gue kira tadinya lo yang cewek."

"Sia teh kalo ngomong ya!" Baekhyun menjambak rambut June.

"Aduh, gile sumpah sakit anyink." June mengusap-usap rambutnya "Untung rambut gue gak rontok."

"Sia teh ngapain nyariin si eneng?"

"Karena suka hehehe.."

"Awas sia the cuma modusin si eneng! Siap-siap itu burung lepas dari sangkarnya." Ancam Baekhyun sambil menatap June lalu ia pergi ke parkiran.

"Dih ngeri ternyata"

June berdiri di lobi, ia menyandarkan punggungnya ke dinding sambil memainkan ponselnya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, sosok yang ia tunggu-tunggu akhirnya menampakkan diri juga. June pura-pura diam dan tidak bergeming dari tempatnya, mencoba mengetes bagaimana ekspresinya. Diluar dugaan June, sosok itu berjalan melewatinya begitu saja tanpa sekedar menyapa atau berbasa-basi sejenak.

June menghela nafas, ia menatap kepergian sosok itu. Tapi, ia diam-diam mengikuti dari belakang. Setelah mengambil motornya, June memarkirkan motornya agak jauh dari halte. Dan berjalan mendekati sosok itu.

Berniat ingin mengantarkan pulang dan setelah itu meminta maaf. Tapi, harapannya pupus saat mendapati respon yang acuh dari sosok itu.

June pergi mengendarai motornya menjauh dari hadapan sosok itu. Namun, ia tidak benar-benar meninggalkan sosok itu. Ia hanya menjauh lalu sembunyi di sebuah kedai, dari kejauhan diam-diam ia mengikuti dan memantau sosok itu yang melangkahkan kakinya di atas trotoar. Sampai di persimpangan jalan, ia melihat sosok itu menghentikan taksi yang tidak sengaja lewat, hatinya benar-benar lega sosok itu tidak jalan kaki sangat jauh. Ia juga mengikuti taksi itu, sampai benar-benar melihat sosok itu sampai di depan rumahnya, dan hilang di balik pagar rumahmya.


Symphony [Koo Junhoe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang