VIII - Delapan

20 3 0
                                    

June bersandar pada pagar balkon sambil memegang secangkir kopi. Ia menatap bintang yang sedang tersenyum senang di langit malam. Entah mengapa pikirannya belakangan ini dipenuhi oleh sosok yang tanpa sengaja bertemu dengannya. Jauh sebelum kejadian di kantin, ia pernah sekilas melihat Mikaila. Senyumnya tiba-tiba terkembang.

Flashback On

"Kamu ya, sudah Bapak peringatkan berapa kali hah?" Seperti biasa, saat hari senin setelah upacara selesai Pak Dio akan menghukum murid-murid yang tidak disiplin. "Datang selalu terambat, baju juga compang-camping. Mau jadi apa kamu?"

"Aduh pak, kalo kuping saya copot. Emang Bapak mau tanggung jawab?" June berusaha melepaskan jeweran Pak Dio.

Pak Dio akhirnya melepaskan jewerannya tapi masih dengan mengeluarkan tatapannya yang tajam "Ya sudah sana kamu hormat di tiang berndera sampai jam pelajaran pertama habis" Perintah Pak Dio.

"Lah Pak kalo saya nanti pingsan gimana?"

"Tinggal digotong."

"Aduh yaampun pak perut saya sakit." June memegangi perutnya, akting sakit perut.

"Oh perut kamu sakit, Maaf tapi Bapak tidak bisa mentolerir seorang korupsi. Sudah cepet sana!" Pak Dio melotot, menatap June garang.

"Gak sekalian aja copot itu mata" June menggerutu sambil berjalan menuju ke tengah lapangan.

"June, saya denger apa yang kamu omongin" Sindir Pak Dio.

"Mcek."June berdiri di depan tiang bendera, ia mengangkat tangannya untuk hormat lalu mendongak menatap sang merah putih.

Sudah 30 menit ia berdiri, ia melirik ke kanan-kiri dan sudah sepi. Matanya tidak sengaja menatap seseorang. Orang itu lari dengan tergopoh-gopoh.

"Lah dia anak mana? Seragamnya beda. Kesasar kali." Gumam June. Dan ia tekejut kala mendapati orang itu terpeleset. "Wanjir ngakak gue." June dapat melihat orang itu ngomel-ngomel.

"Lucu anjir."

Dan ternyata rencana Tuhan tidak bisa ditebak, ia kembali bertemu orang itu. Bahkan sekarang, hatinya sedang berbunga-bunga kepada orang itu.

"Woy kenapa lo senyum-senyum sendiri? Ngeri gue"

Lamunan June buyar karena dikejutkan dengan kedatangan seseorang, dan orang itu tiba-tiba sudah berdiri di samping June.

"Kaget bego gue" June menjitak orang itu.

"Buset, dari dulu lo gak berubah emang" Orang itu mengusap-usap kepalanya yang sakit karena dijitak sama June.

"Kapan lo balik kesini, kok gak ngabarin gue?"

"Surprise" Orang itu membentangkan tangannya.

"Wah gue kaget! Yeol bego" June meletakkan cangkir itu ke meja lalu masuk ke dalam kamarnya.

"Sambut gue dong, yaelah lo saudara macam apaan sih" Yeol melempar bantal sofa ke arah June.

"Bodo amat, gerah gue!" June membaringkan tubuhnya ke ranjang sambil memainkan ponselnya.

"Ajak gue jalan-jalan kek, kemana gitu."

"Lo pergi sendiri sono males gue."

Tapi, Yeol menarik paksa June. Dan akhirnya mereka pergi ke mall. Saat sampai di mall June masuk ke dalam toko sepatu, sedangkan Yeol menunggu di luar. Matanya tidak sengaja bertubrukkan dengan seseorang, ia membelalakkan matanya terkejut.

"Mikaila" Gumamnya. Namun, belum sempat ia menyapa, orang yang sudah lama ia rindukan. Sudah pergi menjauh dari pandangannya.

####

"Mik, udah sampai." Hanbin menepuk bahu Mikaila agar ia terbangun. Namun, Mikaila tidak terusik sama sekali.

Hanbin menghela nafas, ia membuka pintu kemudi lalu menutup pagar dan menguncinya. Setelah itu mengambil tas Mikaila untuk mencari pintu rumah dan membukanya. Lalu ia membuka pintu penumpang bagian depan, lantas menggendong Mikaila sampai ke kamar Mikaila. Ia tidak tega untuk membangunkan cewek itu.

"Hhhmmm dasar  cewek manja yang sok judes dan tegar" Gumam Hanbin, lalu keluar dari kamar Mikaila. Hanbin menuju kamar tamu, untuk mengistirahatkan tubuhnya.

"Gue akan jagain Mikaila."


Symphony [Koo Junhoe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang