18

945 183 56
                                    

Bulan purnama.

Namjoon merapatkan coat abu-abu tuanya. Berjalan sedikit berlari menuju ke mobilnya yang terparkir di dekat sebuah toko permen.

Cepat-cepat dinyalakan penghangat mobilnya. Angin malam ini kelewat dingin.

Namjoon selalu takjub akan desa ini.

Setiap bulan purnama, semua warga di sini tampaknya sepakat untuk tidur lebih awal dan membiarkan jalanan sepi bak kuburan.

Ia menjadi satu-satunya pengendara mobil di jalanan malam ini, seperti malam bulan purnama sebelumnya.

Namjoon berkendara menuju perbukitan, rumah tinggalnya.


Mengusir sepi, ia pun menyalakan radio mobil double-cabin peninggalan ayahnya.


Semuanya lagu-lagu tua yang bisa membuat bulu kuduk berdiri. Namjoon pun mematikannya, memilih mengeluarkan sebatang rokok dari saku kanan coatnya. Sementara sebelah tangan tetap fokus memegang kemudi.


Ia menurunkan kaca mobilnya, membiarkan angin dingin merayapi tubuhnya. Sedikit mengigil, Namjoon mulai menikmati rokoknya sembari bersenandung kecil.


Sayup-sayup di kejauhan, terdengar lantunan lagu yang sama seperti yang disenandungkannya. Suaranya begitu lirih dan merdu di saat bersamaan.


Namjoon mencoba mencari sumber suara dengan memelankan laju kendaraannya. Sampai ia tiba di sebuah tebing yang selalu menjadi tempat para wisatawan berswafoto.


Dipinggirkannya mobil itu.


***



"Suaramu indah sekali," puji Namjoon segera setelah ia berdiri di samping sosok yang bernyanyi.

Pria itu menoleh, tersenyum tipis, dan melanjutkan nyanyiannya.



Namjoon memejamkan mata, menikmati suasana yang tersaji.


Tebing curam yang disinari cahaya bulan, angin yang sesekali bertiup, dan suara merdu dari pria tampan di sebelahnya. Sudah lama sekali sejak Namjoon bisa serileks ini. Bagaikan berada dalam alam mimpi. Suara pria itu seolah punya daya magisnya sendiri.

"Kau warga di sini juga? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Well, aku memang baru pindah setengah tahun, tapi dengan jumlah penduduk yang tak seberapa, kurasa aku bisa mengenali semua orang dalam waktu singkat. Apalagi kalau orangnya berparas tampan dengan suara menawan sepertimu." Namjoon lantas membuka pembicaraan setelah pria itu selesai bernyanyi.

"Apakah itu sebuah rayuan?" balas pria itu tersenyum menggoda.


Namjoon menggeleng cepat. Meski demikian, tak ditampiknya kalau pria ini sungguh memikat. Mata bersinarnya, pipi seputih pualamnya, bibir gemuk yang dipadukan dengan rambut sehitam jelaga.
Pesonanya sulit sekali untuk diabaikan. Ada aura misterius yang perlahan tapi pasti, menariknya masuk bak pusaran air.


"Sayang sekali, padahal kau tipeku."

"Hah?"
Namjoon tidak paham, tetapi jantungnya mendadak berdetak begitu cepat.

Pria itu semakin mendekat, sampai ujung hidungnya mengenai ujung hidung Namjoon.
Namjoon terkesiap saat pria itu sedikit menggesekkanya, lalu mengecup singkat bibir tebalnya.



"Namjoon, tidak ingin mengetahui namaku?" tanyanya di sela-sela dirinya menciumi leher Namjoon, terkadang menjilatinya.

Tingkah pria itu membuat otak Namjoon mendadak beku, mempertanyakan apa yang sebenarnya sedang terjadi sampai tak menyadari pria itu mengetahui namanya.

Yang keluar dari bibir tebalnya yang kini berusaha membalas ciuman itu di sepanjang leher dingin si pria menawan adalah, "Siapa namamu?"

Merasakan degup jantung Namjoon yang meningkat, pria itu tersenyum manis sekali, seraya meraba dada Namjoon, memegangi bahunya lembut lalu beralih memeluknya.




Bisikannya sama seperti suara nyanyiannya tadi, begitu merdu dan menghipnotis, "Kim Seokjin."





Sudut bibir Seokjin kembali terangkat tatkala merasakan Namjoon terus mencumbui lehernya.


Mulutnya terbuka, sepasang taring pun menancap tepat di leher Namjoon.



***

Teriakan dari suara berat di malam bulan purnama itu menjadi pertanda lahirnya seorang New Born.








Inspirasi : semalem nonton Eclipse sama emak. Emak naksir si jacob donk 😂

Fallinbunny, 29-5-2019

Cloudy Illusion (BTS Drabble)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang