-5-

15 1 0
                                    


Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar teriakan kencang, segera mereka berdua masuk kembali ke dalam rumah. Peksa melihat istri juragan yang tadi dilihatnya telanjang sekarang telah tertutup pakaian hitam, wajahnya sembab dan menjerit histeris. Bagaimana tidak, sebab wajah juragan tiba-tiba menjadi hitam gelap seperti gosong. Begitupun dengan leher dan separuh dadanya, semua menjadi warna gosong. Dilihatnya tajam-tajam memang benar gosong seperti bekas terbakar.

Peksa melihatnya dengan cukup kasihan, ngeri dan heran. Semua orang di sana mulai berdoa lebih cepat, beberapa berbisik pada yang lain, entah apa yang mereka bisikkan. Beberapa tak kuat melihat, mereka menghadap ke belakang dengan masih tetap berdoa melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an. Dilihat Peksa hanya Pak Ahmad yang masih tetap tenang, memang, iya pemuka agama dan banyak orang menyukai sifatnya sebab entengan juga jujur untuk banyak hal. Mukanya tak berubah jauh walaupun terus-menerus memandang wajah Juragan yang semakin lama terlihat semakin gosong, bahkan kupingnya telah hilang dan menjadi debu yang terkumpul kecil di samping kepalanya. Matanya seperti melotot sebab kantong penutup matanya telah hilang menjadi abu. Benar-benar menakutkan wajah juragan untuk dilihat sekarang ini. Jika di sana terdapat anak kecil, itu adalah gambaran paling mengerikan dari apa yang bisa ia bayangkan.

Secara inisiatif Pak Ahmad mulai mendekat ke jenazah Juragan, dengan khidmat ia bacakan beberapa ayat suci Al-Qur'an. Istri juragan telah pingsan dan di bawa ke dalam kamar oleh beberapa ibu-ibu. Beberapa ayat-ayat telah ia baca dengan perlahan karena mulutnya terlihat khusuk membacanya. Segera ia tutup kembali kain kafan itu ke wajah Juragan walaupun beberapa sisi telah ternoda dengan warna hitam, beberapa terkena serpihan gosong dari kulit dan yang lain adalah noda dari cairan hitam yang keluar dari dubur dan alat kelamin, begitu pekat dan berbau amis bercampur nanah.

Beberapa orang lain juga berinisiatif mengambil kain untuk membersihkan cairan hitam milik Juragan. Namun, terkadang terlihat mubazir sebab cairan itu tak pernah berhenti keluar dari kedua lubang itu. Semakin lama terlihat perut juragan semakin membesar, buncit dan anehnya lagi dari lubang pusarnya keluar beberapa belatung yang terlihat menjijikkan. Semua orang yang hadir segera mundur ke belakang, hanya terlihat beberapa orang yang tidak bergerak melihat kondisi tersebut. Salah satu orang segera berlari dan belum sempat mencari tempat yang cocok, sampai di teras ia keburu muntah, mungkin memang saking menjijikkannya kondisi jenazah Juragan atau memang ibu muda itu akan hamil. Orang-orang tak memedulikan sebab mengapanya, mereka segera tanggap untuk menolong ibu muda tersebut. Beberapa bapak-bapak yang ada di teras rumah segera berlari mendekat, entah memang ingin menolong karena kasihan atau karena memang ibu muda ini memang masih cantik dan belum lama menikah.

Di dalam rumah Pak Ahmad menyarankan untuk memandikan lagi jenazah Juragan, beberapa orang hanya terdiam tak bergerak sama sekali. Satu dua orang masih tidak menyangka dengan apa yang terjadi di depan mereka, beberapa yang lain takut untuk mendekat, sebab bayangan penyakit-penyakit mematikan yang bisa ditularkan dari cairan yang keluar dari tubuh Juragan memaksa pikiran mereka untuk bernyali ciut dalam kondisi seperti ini. Karena tak ada yang merespon sama sekali, akhirnya Pak Ahmad dan Pak Ustad Ejha yang menggendong jenazah untuk dibawa kembali ke tempat pemandian. Selama perjalanan dari ruang tengah sampai tempat pemandian bau busuk semerbak dalam seisi rumah tersebut. Ibu-ibu mulai mengeluarkan parfum dari tas mereka dan menyemprotkannya di sekitar, dengan tetap menutup hidung mereka.

Saat tubuh kaku itu dibaringkan di atas tempat pemandian, air yang digunakan untuk menyiram menjadi hitam pekat dan baunya memang seperti bau bangkai. Sungguh, mungkin beberapa hari banyak orang yang tak kuat makan apabila masih mengingat bau tersebut. Air yang dipakai memandikan Juragan mengalir ke dalam kolam ikan. Air kolam menjadi hitam dan beberapa ikan terlihat mengambang, mereka mati sebab air hitam itu. Pak Ahmad yang melihat kondisi itu mengubah aliran air untuk tidak dialirkan ke kolam, ia mengambil wadah untuk mengumpulkan air itu agar tidak mencemari lebih banyak lagi. Air dikumpulkan dalam tong besar dan langsung ditutup rapat-rapat, sebab memang baunya tidak menyehatkan untuk hidung.

Bersih dan benar dirasa cairan yang keluar telah habis, Pak Ahmad dibantu oleh Ustad Ejha mengkafani Juragan layaknya jenazah yang memang baru saja dimandikan. Mereka mengembalikan tubuh berkain kafan itu ke ruang tengah untuk kemudian di bacakan bacaan Al-Qur'an. Peksa mengamati setiap keadaan dengan detail, pada beberapa orang di sana, kondisi jenazah, dan yang ia amati terus-menerus adalah sosok Juragan yang bersamanya tadi. Dari pertama terjadi kejadian yang dirasa kurang normal tadi sampai jenazah tersebut dikembalikan ke ruang tengah, sosok yang hanya bisa dilihat oleh Peksa dan mungkin beberapa malaikat itu hanya terdiam. Tanpa ekspresi apapun, ia diam terbujur kaku melihat dan mungkin membayangkan suatu hal. Tak keluar pertanyaan apapun dari mulut Peksa, ia pikir bukan saatnya dan tidak pantas menanyakan beberapa hal tadi.

"Mengapa dahulu tak pernah berpikir? Apakah tega dan ....?" Suara teriakan itu terdengar menusuk gendang telinga Peksa. Ia mendengar jelas jeritan sosok Juragan yang bersamanya dan walaupun suara itu terdengan menggelegar hanya Peksa yang mendengar. Namun, yang Peksa masih pikirkan adalah mengapa teriakan itu tak selesai. Peksa hanya berpikir dan menerka suatu hal, suatu kejadian.

PeksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang