Cerpen 6 - Mianhae

90 14 5
                                    

"Dan satu lagi, kau jangan menikah denganku, dan pergi dari sini,"

"Baiklah kalau itu maumu, sekali lagi aku minta maaf,"

***

Namaku Nami, gadis remaja lulusan sekolah menengah atas yang sudah 3 tahun divonis oleh dokter menderita buta.

Pada saat pertama kali dokter mengatakan hal itu, membuatku merasa sudah tidak ada gunanya untuk menjalani hidup.

'Jalani hidupmu seperti biasanya, walaupun ada kekurangan yang menghalangimu. Karena, diluar sana masih banyak orang yang menderita yang lebih parah dari kamu,'  -Mama-

Dan setelah kalimat motivasi itu terucap dari bibir manis mamaku, membuatku menjadi bersemangat walaupun melihat tanpa mata. Namun, meraba menggunakan tangan.

Aku juga sudah mempunyai pasangan, mama yang memilihkannya.
"Nami, ada seorang pria yang ingin bertemu denganmu, dia juga jodohmu lo," ucap mamaku sambil menuntunku ke suatu tempat yang ada didalam rumah, mungkin ruang tamu?

"Jodoh?!," ucapku refleks. "Siapa ma?" lanjutku.

"Nah, ini Nami nya," ucap mamaku seolah tidak mengindahkan pertanyaanku.

"Oh, hai Nami." Sapa pria yang dimaksud mamaku tadi.

_'Suara itu? kenapa ada dia?' _ Batin Nami.

"Januar?!" ucap Nami setelah mendengar suara pria tadi.

"Januar siapa sayang?" tanya ibuku.

"Januar, siapa dia? aku bukan Januar," sanggah pria itu.

"Dia bukan Januar. Dia Leon, sayang." Jelas Mamaku.

"Oh, bu-bukan? ah, ma-maaf suaranya sama seperti Januar," ucapku sambil terbata-bata.

Dan setelah peristiwa aku dipertemukan dengan Leon atau lebih tepatnya mau dijodohkan oleh mama, aku dengannya semakin dekat walaupun aku tidak tahu rupa Leon dan beberapa minggu lagi mungkin aku akan mengadakan pesta pernikahan.

Sekarang aku dan Leon sedang menikmati angin sore di kompleks rumahku. Dia menuntunku sambil menceritakan pengalamannya sewaktu ia masih sekolah sama sepertiku dahulu.

"Nami, kau tahu?" tanya Leon disela kami berjalan, nada bicaranya seperti menyesal.

"Apa?"

"Dulu, aku pernah menyakiti wanita, dia cantik, tapi aku malah membuatnya tidak bisa melihat, aku menyesal sekali." Jelasnya masih dengan nada menyesal.

_'Membuatnya buta? apakah dia benar Januar?'_  Batinku.

"Ma-maaf kalau boleh tau siapa wanita itu?" tanyaku penasaran.

"Ha? a-ah dia te-teman waktu aku sekolah SMP.  Y-ya dia orangnya," jawabnya terbata-bata.

"Lalu kenapa kau tidak minta maaf?" tanyaku sambil menyelipkan anak rambutku ke belakang telinga.

"A-ah! kita sudah sampai dirumah. Ayo istirahat kau pasti kelelahan."

Apa? kita sudah sampai dirumah?  yang benar saja dia baru saja mengalihkan pembicaraanku. Ada apa dengannya?
Sejak saat itu aku mulai merasa aneh dan risih kepada Leon. Dari pertama mendengar suaranya, aku merasa kalau dia Januar.

Kenapa aku membahas Januar sedari tadi? Karena dia adalah manusia penyebab aku buta. Dan mamaku, dia tidak tahu sama sekali tentang Januar.

Aku sangat, sangat, sangat benci kepadanya.
Dulu, pada saat istirahat, aku selalu pergi ke rooftop sekolah. Disana sejuk, damai, dan tentram. Aku kesana bersama temanku juga, dia Mia.

Sejak Mia memberitahu kekasihnya kalau dia setiap istirahat ada di rooftop sekolah, dia merasa aku merebut kekasihnya.

Karena waktu itu, Mia sedang absen sekolah dan kekasihnya tidak tahu kalau dia absen, jadi kekasihnya tetap pergi ke rooftop padahal Mia sedang absen.

Saat sedang berdua dengan kekasihnya Mia tiba-tiba, ada seorang yang memotretku, aku tidak begitu kenal dengan wajahnya, waktu itu aku bingung.

Mungkin, foto itu sudah dikirim ke Mia atau tidak. Tapi, keesokannya Mia mengajakku paksa ke rooftop, biasanya ia mengajakku tanpa paksaan.

Setelah sampai di rooftop, disana sudah ada kekasihnya, Januar.

"Kenapa kalian mesra-mesraan ketika tidak ada aku?!" tanya Mia dengan nada membentak.

"Apa?!, enggak Mia, aku gak ngelakuin itu!. Januar!, ayo jelaskan padanya," ucapku juga membentak.

"Kalau kau tidak mau menjelaskan." Mia berjalan mendekatiku, sambil menatapku tajam, perasaanku campur aduk. Gelisah, takut, semua jadi satu. "Aku akan," aku semakin dekat dengan tembok penghalang dan jika aku tidak hati hati, mungkin aku akan jatuh.

"JANGAN MIA!!"

Aku melihat Januar sedang berusaha menghentikan aksi Mia.

"Mendorongmu," tukasnya. Perasaanku, aku merasa tubuhku ringan dan aku merasa ada cairan amis didekat pelipis kananku. Ya, aku jatuh dari rooftop atau lebih tepatnya lantai .

Januar terlambat.

Kejadian itulah yang membuat saraf mataku rusak dan membuatku buta._
Sekarang adalah hari H dari pernikahanku dengan Leon, sekarang kami tengah berada di sebuah ruangan rias yang semula ramai sekarang menjadi sepi karena semua orang sibuk.

Aku yang sudah dirias pun hanya duduk sambil memainkan jariku. Gugup rasanya.
"Ehmm, Nami. Aku mau bicara," ucap Leon memecah kehening.

"Bicaralah."

"Aku mau mengungkapkan sesuatu, tapi kamu janji kamu jangan emosi dan menangis." Jelasnya.

"Ehmm, oke."

"Se-sebenarnya a-aku Januar."

Damn!. Kalimat itu membuatku seperti ditusuk oleh ribuan jarum seketika.
Rasanya seperti ingin berteriak.

"Dan akulah penyebab kau buta. Jika saja waktu itu aku mengetahui Mia absen dari kamu dan aku langsung pergi dari sana karena tidak ada Mia, kau tidak akan seperti ini Nami."

Aku ingin menangis, tapi aku sudah janji.
"Aku minta maaf, maaf sekali. Dan juga Mia, dia ingin minta maaf kepadamu tapi kini dia sudah tidak ada lagi didunia ini."

"Sudah ku duga kalau kau Januar, aku merasa dipermainkan disini. Dan gara-gara aku membenci kekasihmu, aku juga benci denganmu Januar!" ucapku dengan tubuh bergetar dan air mataku sudah jatuh dari tadi padahal aku sudah berjanji.

"Dan satu lagi, kau jangan menikah denganku, dan pergi dari sini," ucapku sambil mengarahkan jariku ke arah pintu yang aku tidak tahu itu benar atau tidak.

"Baiklah kalau itu maumu, sekali lagi aku minta maaf," ucapnya dengan bergetar. Dan kudengar suara pintu yang dibuka dan tertutup kembali.

Setelah pintu tertutup aku langsung berteriak mengeluarkan semua kekesalanku. Tidak peduli riasanku yang bercampur dengan air mata dan mamaku yang sudah mengeluarkan uang banyak untuk pernikahanku yang ternyata batal. Semua sudah hancur.

***


25 April 2019
Oleh: Maulidya
Galaksi Aksara

Entschuldigung ; Galaksi AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang