"Dan saat gue terlanjur sakit dan dia datang lagi dan seolah gak terjadi apapun saat itu. Itu yang namanya teman??"
***
Suara radio memenuhi ruangan yang berantakan itu. Potongan-potongan kain, benang, jarum, gunting dan beberapa benda lain berserakan di sana-sini. Seorang gadis usia seperempat abad itu malah tampak asyik dengan pekerjaannya sehingga membiarkan ruangannya sedemikian berantakan.
Seseorang masuk tanpa mengetuk pintu. Pemandangan yang terlihat sudah membuat matanya sakit. "Bisa gak sih kalau kerja dirapikan sedikit," omel orang itu sembari memunguti beberapa benda yang berjatuhan di lantai.
"Kalau udah kelar ya pasti dibersihkan lagi lah," jawabnya tanpa melihat si lawan bicara.
"Gini nih yang buat emak lo jadi uring-uringan tiap gue ke sana."
Gadis itu menghentikan sejenak pekerjaannya dan memandang lawan bicaranya. "Kalau gitu gak usah ke sana, gue enggak mau terluka aja," jawabnya enteng seolah tanpa beban padahal semuanya tahu bagaimana perjuangan si designer muda itu.
"Sya, gue tahu emang berat. Berdamai lah dan bicara baik-baik." Pada akhirnya Felix menyerah juga. Perihal masalah jodoh dan masalah satu lagi.
Hasya menarik bibirnya dan tersenyum tipis. Berdamai katanya?! Kalau bisa dengan semudah itu berdamai sudah dari dulu dia melakukan hal itu. Tapi pada kenyataannya semua terasa sulit dan setiap dia hendak keluar, langkah pertamanya telah terhalang oleh ribuan paku tajam menghadang.
"Kalau dia mengatakan hal sejujurnya akan aku pertimbangkan." Hasya menarik atensinya ke arah kain yang akan disulapnya menjadi sebuah gaun sederhana yang elegan. Permintaan salah satu customernya yang pecinta warna ungu.
"Selama ini yang aku katakan tak berarti apapun?" Felix mencoba memancing Hasya. Apa keinginan gadis itu sebenarnya.
Hasya menatap Felix kembali. "Lo dekat dengan dia dan dia tanpa alasan ngeblok gue dan sekarang kembali lagi seolah gak terjadi apapun." Hasya menarik nafasnya sejenak. Hatinya serasa di remas dan dia sangat sesak jika mengingat hal ini. "Gue tahu lo di posisi netral tapi semakin ke sini gue ngerasa , gue itu terlupakan, diabaikan dan untuk apa gue pertahankan hal yang sia-sia."
"Gue hanya ingin bantu, hanya itu. Please jangan berlarut." Felix menatap Hasya dengan tatapan memohon.
Sejak kapan pria itu mendadak melankolis dan lembek seperti itu. Hasya tak habis pikir. Sebegitu kuatkah pengaruh Putri pada kehidupan pertemanan mereka? Hasya tersenyum miris.
"Gak, gue udah cukup sabar dan gue rasa udah cukup."
"Sya, pikirkan lagi."
Hasya meletakkan guntingnya di atas meja. Gadis itu menatap ke dalam netra Felix. "Satu hal yang gue sesali, kenapa gue saat itu mengenalkan kalian dan sekarang gue yang di tinggal. Dia bilang pikiran gue picik, gue munafik. Lo gak tau seberapa beratnya hidup gue saat itu. Kemana dia? Kemana??? Saat gue butuh dia menghilang bahkan dia ngeblok gue tanpa ada penjelasan. Ketika gue hendak menanyakan, semua medsosnya mendadak gak bisa gue hubungi." Hasya menarik nafasnya yang mendadak memburu. "Dan saat gue terlanjur sakit dan dia datang lagi dan seolah gak terjadi apapun saat itu. Itu yang namanya teman??"
Hasya ingat beberapa percakapan di salah satu aplikasi chat dan Putri lah yang memulai duluan. Berbicara seolah tak terjadi apapun.
"Jadi mau lo apa sekarang?" Felix masih berusaha karena dia tahu bagaimana hubungan pertemanan mereka berdua dulunya.
"Gue pernah menanyakannya dan dia mengabaikan pesan gue." Hasya tersenyum tipis. "Kalau dia ada muka datangi gue dan gue gak mau datangi dia." Putus Hasya final.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entschuldigung ; Galaksi Aksara
Historia Corta"Mengucap MAAF bukan berarti Kau kalah dan Dia menang. Tapi, berarti Kau berhasil mengalahkan egomu " -Galaksi Aksara. Berisi kumpulan cerita-cerita pendek yang dituliskan oleh banyak kepibadian dan pengalaman yang tersirat di dalamnya. Dengan menga...