Part 9

12.9K 1.4K 97
                                    










...


"Mungkin aku perlu memperkenalkan diri?"

Mark yang sudah berpakaian lengkap—untungnya—-menatap Haechan selagi mereka berempat duduk dengan canggung diruang tamu apartemennya. Haechan benar-benar tidak punya pilihan selain mengajak Renjun dan Jaemin masuk.

"Baiklah." Sepertinya hanya itu yang bisa ia katakan sejak membuka pintu apartemennya dan menemukan Renjun dan Jaemin berdiri dilorong.

"Oh, aku tahu persis siapa kau, Tuan Lee," Renjun menyahut sambil melirik Haechan. "Aku Renjun dan ini Jaemin. Kami teman Haechan."

Haechan berjengit begitu merasakan tatapan menuduh Renjun. Tatapannya menyiratkan kenapa Haechan tidak bercerita tentang pertemanannya dengan Mark, padahal Renjun sahabatnya. Ia perlu menjelaskan panjang-lebar setelah Mark pergi nanti. Kapanpun itu. Karena tampaknya dari mereka berempat, Mark-lah yang paling tenang menghadapi situasi ini. Pria itu juga tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera pergi.

Haechan merasa bersalah karena tidak memberitahu Renjun soal kunjungan Mark yang sebelumnya, atau bahwa sekarang ia bekerja untuk pria itu. Tadinya, ia merasa itu tindakan yang benar—-toh ke depannya ia ingin menghindari Mark sebisa mungkin, jadi bercerita kepada Renjun hanya akan buang-buang waktu. Tapi lihatlah sekarang!

Namun, setidaknya Mark sudah kembali berpakaian dan merapikan diri sebelum keluar kamar Haechan. Meskipun kausnya yang agak kusut dan rambutnya yang agak acak-acakan menunjukkan bahwa sebelumnya penampilan pria itu lebih rapi.

Haechan tahu Renjun pasti ingin membunuhnya begitu mereka bisa bicara berdua.

"Aku ingat. Aku melihatmu bersama Haechan di pemakaman." Mark menjawab Renjun selagi mereka bertiga berjabat tangan. "Dan.... panggil saja aku Mark."

Setelah basa-basi berakhir, keheningan canggung kembali mengisi ruangan.

"Soju." Akhirnya Haechan menemukan kata-kata lain untuk diucapkan. "Mari minum Soju. Aku punya beberapa botol Soju dikulkas."

Setelah suaranya kembali, Haechan seolah tak bisa berhenti mengoceh, tapi pada saat yang sama ia tak sanggup membalas tatapan Renjun dan Jaemin, dan ia sepenuhnya menghindari tatapan Mark.

Ia merasa sangat bodoh. Seperti anak kecil yang tertangkap basah tengah berbohong. Renjun dan Jaemin bukan tipe orang yang senang menghakimi—- tapi entah bagaimana Haechan tetap merasa telah mengecewakan mereka.

"Duduk dan mengobrol-lah dengan teman-temanmu, biar aku yang mengambil Soju," Mark berkata datar, jelas sadar mereka bertiga akan membicarakan dirinya.

"Biar kubantu." Jaemin cepat-cepat mengikuti Mark ke dapur.

"Renjun-ah—-"

"Sepertinya dia akrab dengan dapurmu," Renjun berkomentar pelan saat tinggal mereka berdua. Alisnya terangkat melihat Mark mengambil beberapa botol soju dari kulkas sebelum meraih gelas-gelas dari rak.

Haechan mengulang. "Renjun—-"

"Harus kukatakan, dia jelas peningkatan dibandingkan pacar terakhirmu," Renjun bergumam setuju.

Haechan membelalak. Itu hal terakhir yang ia kira akan Renjun ucapkan. "Kau tidak menyukai Jeno?"

"Kau memilihnya, jadi tentu saja aku menyukainya." Renjun mengedikkan bahu. "Hanya saja aku tidak menyukainya, kalau kau mengerti maksudku."

Tidak, Haechan tidak mengerti apa maksud Renjun. Dari dulu ia mengira Renjun dan Jaemin menyukai Jeno; mereka berempat sering makan malam bersama, dan sepertinya mereka akrab.

 The Ruthless Billionaire [Markhyuck] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang