...Ia mengangkat dagu menantang. "Kurasa kau sudah melewati garis batasku sekarang." Ia mengingatkan Mark akan percakapan mereka hari sabtu kemarin.
Mata gelap pria itu berkilat mengancam. "Kau baru saja melemparkan tuduhan tak masuk akal. Tuduhan yang tak akan kutanggapi disini, tempat semua orang bisa mencuri dengar percakapan kita."
Pipi Haechan merona merah. "Kau membuat niatmu terpampang jelas sabtu malam kemarin. Atau apakah aku salah mengira kalau kau menginginkanku diranjangmu?"
Saraf dirahang Mark berdenyut. "Tidak, kau tidak salah."
Haechan mengangguk. "Itulah sebabnya, setelah mengetahui bahwa kau adalah bosku, aku membuat keputusan."
Mark tidak pernah kehilangan kendali. Ia merasa itu adalah kelemahan. Dan kelemahan bisa dieksploitasi... dimanipulasi.
Bagaimanapun, ia sadar dirinya hampir kehilangan kendali sampai saat ini. Tidak ada orang yang pernah menuduhnya seperti Haechan. Tidak ada orang yang berani. Tak peduli apapun yang Haechan pikirkan tentangnya, ia tidak pernah berniat memanipulasi wanita itu agar bercinta dengannya.
Tidak pernah, mengingat ia tahu wanita itu juga merasakan gairah yang sama dengannya.
Meskipun Haechan jelas tidak menginginkan gairah itu.
Satu-satunya alasan Mark ingin melindungi dan membantu Haechan adalah wanita itu tidak punya siapa-siapa lagi dalam hidupnya. Kekayaan yang mengelilingi Haechan sejak lahir dan dia sepelekan selama ini tak lagi wanita itu miliki.
Jadi, Mark memang menghubungi Moon Taeil terkait lamaran kerja Haechan di hotel, tapi ia hanya bermaksud memberikan kembali sebagian hal yang wanita itu dulu miliki.
Mendengar kesimpulan Haechan, bahwa Mark mencoba memeras wanita itu agar mau bercinta dengannya, tidak bisa diterima. Itu hinaan terparah yang pernah Mark terima seumur hidupnya.
Saraf di dagunya kembali berdenyut. "Kita akan makan malam bersama."
"Apa kau tidak dengar yang barusan kukatakan?"
"Tentu saja dengar," Mark menukas tajam. "Memangnya mungkin aku tidak dengar? Tapi, seperti yang sudah kukatakan, aku takkan menanggapi tuduhanmu dijalanan umum."
Pengawalnya memarkir SUV mereka di belakang mobil sportnya dan mereka berdua berdiri di trotoar tidak jauh dari sana, mengawasi dan mewaspadai semua ancaman.
"Aku tidak berniat berduaan dengamu. Dimanapun." Haechan menambahkan dengan tegas.
Mark terdiam untuk memperhatikan wanita itu dengan mata disipitkan. Komentar terakhir itu Haechan ucapkan dengan sangat berapi-api.
Mata Haechan berkilau terang, pipinya merona dan bibirnya tampak penuh serta berwarna merah jambu. Sore itu udara hangat, dan Haechan telah melepas setelan kerjanya begitu meninggalkan hotel. Blus krem yang dikenakan di bawahnya sangat tipis sampai-sampai Mark bisa melihat tali bra-nya. Payudara Haechan naik-turun perlahan selagi wanita itu menarik napas dalam-dalam dan puncak payudaranya menegang seakan mengintip dibalik renda bra-nya.
Perlahan-lahan Mark mengalihkan pandangan ke wajah Haechan. "Kau juga menginginkanku." Tandasnya.
"Itu bohong!" Haechan tersentak mundur seolah dipukul, menarik tangannya lepas dari cengkeraman Mark. "Bagaimana mungkin aku menginginkanmu?" Napas Haechan terdengar semakin terengah-engah. "Kau itu pria kejam yang turut berperan mengantar ayahku ke ajal."
Haechan mendengar dirinya mengatakan itu, melihat reaksi Mark atas kata-katanya. Ekspresi pria itu berubah kaku dan matanya kembali terlihat hitam bagaikan sumur tanpa dasar. Dan Haechan sudah sejak tadi sadar bahwa Mark benar. Bahwa ia begitu berapi-api menyangkal ia tidak menginginkannya. Dengan alasan yang baru saja ia sampaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ruthless Billionaire [Markhyuck] ✔️
Fanfic⚠️GS! Jangan salah lapak⚠️ Mark memang tampan, dan digandrungi banyak wanita. Kekayaannya membuatnya berkuasa, termasuk menguasai hidup Haechan. Alih-alih menyukai, Haechan menolak untuk dekat dengan Mark karena sebenarnya ia tak mau jatuh hati deng...