...Mark dekat dengan kedua adiknya. Well, sedekat yang bisa dimungkinkan mengingat ia tinggal di Korea, Chenle tinggal di New York dan Jisung mengelola estat dan perkebunan anggur di kanada. Ia juga punya banyak anggota keluarga besar, tempat dirinyalah yang dianggap sebagai pemimpin keluarga.
Ia pernah bercinta dengan banyak wanita yang datang dan pergi ke dalam hidupnya, tapi ia tidak pernah berurusan dengan keluarga atau teman mereka. Ia bahkan jarang bertemu teman-teman mereka, apalagi keluarga. Ia bersedia membuat pengecualian untuk Haechan, tapi malah mendapat tamparan verbal di depan umum atas usahanya.
Ia takkan melakukan kesalahan yang sama lagi.
"Yang terjadi barusan adalah kau memanfaatkanku untuk bercinta." Cetus Mark dingin, aksennya terdengar semakin tajam karena amarahnya. "Aku yakin pria manapun bukan masalah. Aku senang bisa memberimu satu puncak kenikmatan, setidaknya, sebelum kita diganggu."
Wajah Haechan memucat. "Dasar brengsek!"
Mark mengedikkan bahu. "Kau yang repot-repot menjelaskan status kita, aku hanya menyetujui pendapatmu. Kalau kau ingin bercinta lagi kau boleh meneleponku. Kalau aku punya waktu aku—- Tidak, kurasa tidak. " Mark menyambar pergelangan tangan Haechan yang bergerak untuk menamparnya. "Sudah kuperingatkan bahwa aku takkan membiarkanmu menamparku lagi tanpa membalas."
Bibir Haechan kembali mencibir. "Seharusnya aku tahu kau tipe pria yang berani memukul wanita!"
Rahang Mark berubah kaku. "Semua pria yang memukul wanita, apapun alasannya, tidak berhak menyebut diri mereka laki-laki. Balasanku bukanlah pukulan, biar kutekankan."
Haechan menelan ludah. Ancaman Mark semakin membuatnya gusar karena pria itu mengucapkannya dengan sangat tenang dan santai. Seolah mereka hanya membicarakan cuaca alih-alih balas dendamnya.
"Lepaskan aku," katanya datar.
Mark mengangkat sebelah alis. "Apa kau akan mencoba menamparku lagi?"
"Tidak," dorongan untuk menampar pria itu sudah lewat. Lagipula, Haechan tak pernah terdorong untuk menampar seseorang selain Mark.
"Sayang sekali." Mark memamerkan giginya, tersenyum dingin saat melepaskan tangan Haechan sebelum melangkah mundur. "Aku yakin akan menikmati menghukum dirimu. Barangkali aku masih ingin melakukannya...." ujar Mark.
Haechan menarik napas pendek. "Menghukumku?"
Mata hitam Mark berkilauan meskipun pria itu menyipitkan mata. "Kau bukan tipe orang yang senang kehilangan kendali, bukan?"
Itu pernyataan, bukan pertanyaan, dan Haechan menjawab blakblakan. "Kau juga." Ia membela diri.
"Aku tidak ingat diriku memprotes waktu kau bercinta denganku tadi."
Kehangatan di pipi Haechan semakin merekah saat mengingat kelakuannya diranjang tadi. Dan kepuasannya....
Dan itu satu lagi alasan ia tak boleh membiarkan dirinya berduaan dengan Mark lagi. Pria itu mempengaruhinya, membuatnya gila oleh gairah dalam cara yang tidak pernah dilakukan pria lain. Termasuk pria yang nyaris Haechan nikahi.
Ia dan Jeno secara rutin menghabiskan malam bersama setelah bertunangan. Malam-malam yang Haechan nikmati meskipun ia tahu bahwa ada lebih dari itu. Walaupun ia menikmati bercinta dengan Jeno, ia tak pernah sampai di puncak kepuasan fisik saat bersamanya.
Beberapa menit dicium dan mencium Mark memberinya puncak kenikmatan pertamanya. Pria itu bahkan belum menyentuhnya. Stimulasinya hanyalah ciuman.
Bersentuhan dengan Mark membuatnya bergairah. Sekaligus membuatnya gusar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ruthless Billionaire [Markhyuck] ✔️
Fanfiction⚠️GS! Jangan salah lapak⚠️ Mark memang tampan, dan digandrungi banyak wanita. Kekayaannya membuatnya berkuasa, termasuk menguasai hidup Haechan. Alih-alih menyukai, Haechan menolak untuk dekat dengan Mark karena sebenarnya ia tak mau jatuh hati deng...