Part 11

12.1K 1.7K 244
                                    











...



Haechan tidak tahu apa yang harus ia rasakan saat bertemu Jeno lagi— ini kali pertama mereka bertemu sejak malam ketika Jeno membatalkan pertunangan mereka. Jeno sedang di Seoul—- kebetulan belaka?—- waktu pemakaman ayah Haechan, dan ayah Jeno yang datang mewakilinya. Itu situasi canggung bagi mereka berdua, dan satu-satunya perbincangan diantara mereka hanyalah gumaman turut berduka cita dari Ayah Jeno selagi pria itu mengantre bersalaman dengan orang-orang lain yang ingin menyampaikan simpati mereka pada Haechan.

Pikiran pertama Haechan saat Jeno memasuki Cafe tempat mereka berjanji bertemu adalah mantan tunangannya itu sangat berbeda dari yang ia ingat.

Atau barangkali ia semata memandangnya dari sudut pandang berbeda? Lewat lensa yang tak lagi bias karena cinta? Bagaimanapun, dulu ia memang mengira dirinya mencintai pria itu.

Tiga bulan benar-benar membawa banyak perbedaan. Satu malam bisa membawa banyak perbedaan; Jeno meretakkan semua ilusi yang Haechan miliki tentang pria itu dengan pergi dari hidupnya, meninggalkannya untuk diterkam media.

Penampilan Jeno masih tampan seperti model. Rambutnya hitam gelap, matanya seindah langit biru. Tubuhnya tampak luwes dan ramping dibalut jas gelap, dan dia mengenakan kemeja biru serta dasi biru tua yang di ikat rapi.

Ya, dari luar, Jeno masih tampak seperti pengacara tampan yang percaya diri. Tetapi, hari ini Haechan bisa melihat dibalik topeng itu. Ia bisa melihat garis kaku disekitar mata dan mulut Jeno. Melihat betapa langkahnya saat berjalan masuk ke Cafe bukanlah langkah penuh tekad, melainkan penuh kegelisahan.

Apakah itu pertanda bahwa Jeno sangat tidak nyaman datang menemui Haechan, sesuai permintaannya saat menelepon pria itu pagi tadi?

Awalnya Jeno mencoba menolak dan baru mengalah saat Haechan menjelaskan ia menemukan beberapa dokumen ayahnya yang mungkin ingin Jeno lihat. Tentu saja itu bohong, tapi faktanya Jeno langsung setuju begitu ia menyebut-nyebut soal itu membuat Haechan berpikir yang tidak-tidak tentang mantan tunangannya. Barangkali Mark memang benar soal Jeno.

Jeno pencuri dan pembohong.....

"Kau terlihat sehat," Jeno berkomentar, tapi tidak mencoba menyapa Haechan dengan menyentuh atau menciumnya sebelum duduk di kursi diseberangnya, di meja sudut yang cukup tertutup di bagian belakang Cafe.

Haechan tidak membalas basa-basi Jeno. Sebagian besar karena pria itu tidak terlihat sehat. "Aku memang baik-baik saja, terima kasih," jawabannya tenang dan formal.

Jeno menunggu sampai mereka memesan minuman kepada pelayan dan mendapat buku menu untuk memilih makanan sebelum bertanya, "Apa kau masih tinggal bersama Renjun dan suaminya?"

"Sekarang aku punya apartemen sendiri. Dan pekerjaan," Haechan menyahut.

"Pekerjaan yang sungguh-sungguh bergaji atau pekerjaan sejenis yang dulu kau lakukan di badan amal?"

Renjun benar, Haechan tersadar. Jeno memang senang merendahkan. Pria itu melakukannya sekarang.

Jemarinya terasa gatal ingin menghapus senyuman mengejek di bibir Jeno.

Sejak kapan ia jadi menyukai kekerasan?

Ia belum pernah menampar seorangpun sebelum ia menampar Mark direstoran dulu. Sekarang, ia amat sangat tergoda untuk menampar Jeno juga.

Apa karena dalam hati ia sadar komentar Renjun tentang Jeno akurat? Bahwa kecurigaan Mark tentang keterlibatan Jeno dalam kematian ayahnya juga terbukti benar....?

"Aku menjadi resepsionis hotel."

Kata-kata itu langsung membuatnya memikirkan pagi yang baru saja ia jalani di penthouse Mark.

 The Ruthless Billionaire [Markhyuck] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang