Sunyi tak ada yang memulai pembicaraan. Doyum tampak tegang dengan suasana ini. Ia menundukkan kepalanya.
"Hai kenapa kau murung, kan orang tuaku yang pergi" ujar Jinsung memecah kesunyian. Ia mulai ceria lagi sekarang.
"Aku hanya kasihan denganmu" ujar Doyum ia menunduk tak berani menatap mata Jinsung.
Terdengar kekehan dari Jung Jinsung, membuat Doyum langsung menoleh ke arahnya.
"Ternyata kau mengecat rambutmu ya, aku baru menyadarinya" ujar Jinsung memandangi rambut Doyum yang baru di cat.
Doyum salah tingkah, ia memegang rambutnya. Semburat merah terpoles di pipinya.
"Kenapa kau malu? Kau terlihat luar biasa" ujar Jinsung tertawa sambil mengamcungkan kedua jempolnya.
Mendengar itu Doyum tersenyum tipis.
***
Mereka berdua sekarang sudah berada di atas ranjang dengan bantal guling sebagai pembatas antara Jinsung dan Doyum.
"Apa kau bisa tidur?" ujar Jinsung melihat Doyum yang masih sadar.
"Aku tak tahu" jawab Doyum. Jinsung menggiring kan tubuhnya ke samping menghadap Doyum.
"Apa kau ingin ke toilet?" ujar Jinsung. Mendengar itu Doyum menggeleng.
"Apa kau lapar?" tanya Jinsung lagi. Doyum terkejut mendengarnya, kemudian pandangan mereka bertemu.
"Tidak aku, aku tidak lapar" ujar Doyum, dan kembali mengalihlan pandangannya.
"Haah aku rasa, aku sudah bisa menjinakanmu" kata Jinsung dia kembali menghadap ke aras.
"Jinak? Kau kira aku kuda?" tanya Doyum kesal. Bahwa seolah dirinya adalah seekor kuda.
Gelakan tawa menghiasi kesunyian kamar itu. Jinsung melihat Doyum dengan tatapan dinginnya.
"Hai! Apa kau marah, aku hanya ingin menggodamu" ujar Jinsung ditengah kekehannya.
Doyum tampak tak merespon apa yang Jinsung katakan. Ia tetap dingin dan tak bergerak sedikitpun.
"Ini pakai!" Jisung menyerahkan penutup mata pada Doyum.
"Aku tak butuh masker" kata Doyum dingin.
Tawa Jinsung semakin menggila, sampai air matanya menetes.
"Hai! Dasar primitif ini penutup mata, bukan masker" jelas Jinsung. Doyum tampaknya malu, ia menebalkan wabahnya.
Jinsung menarik tangan Doyum agar bangun duduk. Dengan malas Doyum menurut.
Jinsung memakaikan penutup mata itu pada Doyum, dan kembali menidurkannya.
"Sekarang tidurlah" ujar Jinsung pada Doyum bagai ibu yang tengah menidurkan anaknya.
***
Jam weker milik Jinsung berdering, membangunkan Doyum yang masih enaknya tertidur.
Ia terkejut karena semua yang dia lihat hanyalah warna hitam. Ia meraba-raba ke depan. Tapi Jinsung kemudian menarik penutup mata itu dari wajah Doyum.
"Aku kira aku buta" ujar Doyum samb menghembuskan napas panjang. Jinsung terkekeh mendengar kaliamat itu.
"Doyum apa kau merasakan sesuatu yang aneh tadi malam?" tanya Jinsung. Doyum mencoba mengingat apa yang terjadi semalam.
Lalu ia menggeleng, dan menatap Jinsung yang tengah menunggu jawabannya.
"Tidak ada, aku hanya bermimpi memakan yupi. Tapi terasa sangat nyata. Bodohnya kenapa aku bisa memakannya?" katanya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Jinsung tersenyum melihat tingkah polos Doyum. Dia merasa sangat gemas. Sampai-sampai ia ingin memasukannya ke dalam mulut.
***
Jinsung duduk di atas ranjang, ia memandangi Doyum yang tertidur pulas. Sekarang hatinya begitu senang karena sudah ada yang menemaninya.
Ia mendekat lalu merapikan poni Doyum yang tergerai menutupi gidatnya.
Dia menelan ludahnya, entah apa yang dia pikirkan saat itu. Bibir Doyum menjadi pusat pengelihatannya.
Dia mendekatkan wajahnya, sampai bibit mereka bersatu. Dia mulai merasakan reaksi Doyum. Tapi dia tak berasakan reaksi yang muncul pada Doyum.
Jinsung melumat benda itu dengan halus dan sangat hati-hati agar sang pemilik tidak mengetahuinya.
***
Jinsung sangat gugup ketika Doyum terus memandanginya saat makan.
"Apa kau lapar?" tanya Jinsung. Melihat Doyum yang meneguk ludahnya berkali-kali.
"Hmmm" hanya itu jawaban yang terdengar, Jinsung merasa kasihan melihat pria itu yang kelaparan karena dirinya.
"Ayo mendekat!" ujar Jinsung sambil melonggarkan kerah bajunya.
Doyum menggeleng, lalu berkata, "Aku ingin makan di rumah"
Jinsung merasa aneh mendengar kata-kata tersebut. Ia menyudahi makan, dengan mengambil tisu dan mengusapkannya pada bibir.
"Doyum aku ingin mengatakan sesuatu padaku" kata Jinsung bangkit dari kursi lalu keluar dari rumah. Dia berhenti di depan pintu depan.
Doyum pun menurut, ia berjalan mengekor. Dan Jingsung berenti dia juga demikian.
"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Doyum.
Jinsung mengepalkan tangannya, apankah dia mengatakannya sekarang. Lalu ia menarik napas panjang.
"Doyum.. Aku suka kau" kata Jinsung, Doyum terkejut. Tapi dia berusaha untuk biasa saja.
"Kau suka berteman denganku?" tanya Doyum kemudian. Jinsung terlihat terkejut, tapi ia mengangguk dan tersenyum seperti biasanya.
Tapi yang Jinsung maksud bukan hanya sebatas pertemanan. Tapi lebih dari itu.
"Hah aku mau pulang? Silahkan, tapi aku tak bisa mengantarmu" kata Jinsung setamah mungkin pada Doyum.
"Baiklah, aku pulang. Sampai jumpa di sekolah" kata Doyum seraya melambaikan tangannya tanda perpisahan.
Jinsung melambai juga padanya, dan kemudian menutup pintu rumahnya.
Seketika dia ambruk, dia bersandar di pintu yang telah ia tutup tadi. Dadanya begitu sesak mendengar jawaban dari Doyum.
Mungkin dia adalah pria yang terbodoh di dunia ini. Beraninya ia mengatakan itu. Malu dan sedih ia rasakan saat ini.
Bagaimana jika, pokoknya Jinsung begitu malu dan muak pada dirinya sendiri. Tak seperti pemikirannya, bahwa Doyum akan menerimanya.
Dia salah, sangat salah.
***
(___***°°°<×××TBC×××>°°°***___)Hai hai, maaf ya aku baru bisa up. Dan up terakhirku readernya banyak kabur. Tapi itu mungkin salah authornya. Karena terlalu lama gak ngeup. 😥
Maaf ya, kalian menunggu lama. Dan terima kasih sudah setia menunggu. ☺️
Dan apa ff ini membosankan? Tolong komen!!😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Lovers [Jeonjung] ✔️
Fanfiction"Minhyun bawa dia ke dunia manusia" ujar Daniel. "Tapi dia itu anakmu, Daniel" jawab Minhyun. *** "Paman apakah ini adalah dunia manusia?" tanya Doyum. "Hai Doyum apa yang kau lakukan?" teriak Jinsung. "Aku akan menghisap darah manismu" teriak Doyum...