Dzaki POV
Baru saja aku tiba di sekolah, dari koridor kelas aku melihat di depan sana ada keempat sahabatku sedang berdiri di depan kelasku. Kulihat mereka tengah asik bersenda gurau. Aku pun tanpa ragu mempercepat langkahku dan menghampiri mereka.
"Sepertinya mereka akan sangat senang" pikirku. Aku rindu kehebohan mereka.
Saat sampai disana, benar seperti dugaanku mereka pasti akan sangat senang menyambutku. Aku melihat itu dari ekspresi masing-masing sahabatku yang terlihat senang. Entah karena kedatanganku atau karena cuaca hari ini. Aku pun tak tau. Semoga saja karena kedatanganku.
Belum sempat aku menyapa mereka, opal eh maksudku Naufal langsung bersorak sambil menepuk pundakku.
"Wah!! Akhirnya lu sehat juga bro, seneng gua liatnya." kata Naufal, temanku.
"Hehe iya nih alhamdulillah, kalian apa kabar?", Jawabku.
"Alhamdulillah sehat bro. Eh bentar, lu bener-bener udah baikan kan?" Ucap Faisal dengan tatapan menyelidik, nampaknya ia khawatir.
"Udah kok sal, tenang aja." Jawabku berusaha menghilangkan ke khawatirannya dengan tersenyum tipis. Tipis sekali, sampai kurasa senyum itu percuma. Tidak terlihat sama sekali. Semoga saja mereka melihatnya.
Faisal adalah teman terdekatku, kami bersahabat sudah sejak smp, dia dulu yang menasihatiku mengenai apapun itu salah satunya percaya diri didepan umum, hingga seperti aku yang sekarang ini. Sedikit percaya diri. Walaupun masih ada sedikit kegugupan. Dia juga yang paling tau segala hal tentangku. Aku selalu bercerita padanya. Masalah apapun yang kuhadapi besar ataupun kecil aku ceritakan padanya, latar belakang keluargaku juga dia tau, semuanya dia tau. Karena itu dia selalu khawatir jika terjadi sesuatu padaku. Bagiku Faisal sudah seperti saudaraku, seperti abang kandungku sendiri.
Berbeda dengan sahabat ku yang lainnya, aku cenderung lebih memilih sedikit tertutup dengan mereka. Bukan aku tak percaya, hanya saja 'bukankah kita harus bisa selektif dalam memilih teman yang bisa kita jadikan tempat cerita?'
Ia menghela nafasnya "...syukur deh kalau gitu. Muka lu pucet sih, buat khawatir aja" gumamnya. Sepertinya dia udah ngga khawatir lagi. Senyumku berhasil.
"Hehehe, kurang minum aku tadi mungkin"-bohong. Sebenarnya aku tidak begitu baik saat ini. Aku sendiri yang bersikeras tetap sekolah hari ini, disaat orang tuaku tak mengizinkan. Dengan alasan sudah ketinggalan banyak pelajaran. Dan itu memang benar, bukan sekedar alasan belaka.
Sebenarnya aku tidak enak harus berbohong kepada sahabatku, Tapi yasudahlah mungkin berbohong demi kebaikan lebih baik daripada jujur dan membuat para sahabatku khawatir terutama si Faisal.Suasana pun hening beberapa saat.
"Eh Dzak, Lu tau ngga?" ucap Alex memecah suasana yang sedikit canggung tadi.
"Engga" jawabku cepat sambil menggeleng cepat juga.
"Dengerin dulu woi!" Sepertinya Alex tampak kesal sekali padaku. Apa sih salahku? Kan aku udah jujur, aku memang ngga tau, kan belum dia kasih tau. Terkadang aku bingung dengan mereka.
"Gini loh dzak, Kita semua tu kesusahan ngerjain tugas mtk kalau ngga ada lu. Belum lagi fisika, hadeh buat pala puyeng. Ngga tau gue gimana cara ngingat rumus-"
"Nah bener tu dzak!" Sahut opal menyela perkataan Alex.
"Diem lu!" Gumam Alex kesal. Opal hanya nyengir-nyengir ngga jelas. Ada ada aja anak itu. Aku hanya terkekeh melihat tingkah sahabatku yang satu itu.
"Sampe mana tadi? Hmm.. Oiya... Nah zak, kalau ada lu kan enak. Lu bisa ngasih tips menghapal rumus dengan gampang. Please.. gue mohon banget jaga kesehatan lu, jangan sakit lagi yak" ujar Alex sambil tersenyum sambil memegang pundakku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me?
Teen FictionZyva, gadis tomboy yang tidak pernah mau mempercayai laki-laki manapun akibat trauma masa kecil. Saat ia kecil, gadis itu telah bertekad tidak akan terlibat dengan laki-laki manapun walaupun hanya sekedar berbincang ataupun membalas sapaan. Namun s...