17

4.9K 467 33
                                    

Selesai mengepakkan seluruh barang-barangnya untuk menginap di rumah Cassie, ia pun berbalik dan berdiri mengarah pintu. Namun, hal yang membuatnya hampir menjatuhkan tas di tangannya adalah keberadaan sosok yang selama ini paling ia hindari.

Javier bersedekap di sana sambil menatapnya dengan penuh curiga. Sepasang mata hitam kelam itu menyipit saat melihat ekspresi keterkejutan di wajah adik perempuannya itu.

"Sejak kapan kau berada di kamarku?"

Pelan, Javier melangkahkan kakinya memasuki kamar adiknya yang di dominasi oleh warna pastel dan pink. Lama rasanya ia tak menginjakkan kakinya di ruangan ini. Semenjak adiknya memutuskan untuk hidup mandiri, kamar ini seperti kehilangan pemiliknya dan Javier tak memiliki alasan untuk memasukinya.

Namun, bukan ekspresi terkejut dan penuh ketakutan yang ia harapkan dari Jessica. Dulu ketika ia masuk ke kamar ini, Jessica pasti akan menyambutnya dengan senyuman dan merentangkan tangannya meminta dipeluk. Sayang, alih-alih meminta adiknya berlaku sama seperti masa lalu mereka, Javier lebih tertarik pada hal yang sekarang sedang di sembunyikan oleh Jessica. Terlihat jelas bahwa Jessica seperti tak menginginkannya mengetahui seseorang yang berada dalak sambungan telepon dengannya.

"Sejak kau berbicara bahwa kau akan menginap. Katakan, siapa itu?"

Jessica tak bisa berkutik dari tatapan tajam kakaknya. Sejak dulu Javier memiliki kemampuan yang hebat dalam mengintimidasi lawan bicaranya. Tak sulit bagi pria itu untuk menekan seseorang. Dan buruknya, Jessica terlihat bertolak belakang dengan sang kakak. Ia adalah wanita yang tidak bisa ditekan. Jessica tak pandai berbohong di depan kakaknya. Javier tahu dan akan selalu mendapatkan kejujuran dari bibirnya. Namun, untuk yang satu ini Jessica tak mungkin berkata jujur. Jujur artinya menggali kuburannya sendiri. Jika bibirnya berkata yang sebenarnya, maka tamatlah riwayatnya.

Selama ini ia hidup mandiri bukan hanya karena ingin menghindari keluarganya saja, namun menghindari pria satu ini. cepat atau lambat Javier akan mengetahui semua kebohongannya jika ia terus berada di sekitar kakaknya.

Javier mengernyitkan dahinya. Baru kali ini Jessica cukup lama untuk mengeluarkan kata dari bibirnya saat ia tekan. Berarti adiknya itu sedang menyembunyikan sesuatu yang besar darinya.

"Apakah itu kekasihmu?"

Jessica secepat kita menjawabnya, "Tidak. Sama sekali bukan laki-laki."

Hal itu justru mengundang pertanyaan dalam benak Javier. Jika benar bukan laki-laki, maka orang itu pastilah perempuan. Detektif sewaannya tak mungkin salah memberikan info, Jessica jelas tak memiliki banyak teman. Akan tetapi ada dua orang yang tak bisa terdeteksi olehnya. Dua orang itu sepertinya memiliki koneksi yang cukup kuat hingga mampu membuat orang suruhan Javier memilih bungkam.

"Siapa?"

Jesica hanya bisa menelan ludah saat wajah kakaknya semakin menunjukkan raut wajah tak suka. Javier pasti tak senang dengan jawaban bertele-telenya.

"Wanita. Dia pasienku dulu."

Pria itu bersedekap di hadapan Jessica. Ia mendengus kasar, tak suka dengan jawaban itu. Ia sedang bertanya siapa, dan seharusnya nama yang Jessica berikan untuknya.

"Kalau begitu kakak akan mengantarmu."

Jesica membelalakkan matanya tak percaya. Selama ini Javier selalu percaya apapun yang ia lakukan. Tapi, hari ini pria itu seperti menjelma menjadi kakak yang posesif dan juga penuh keingintahuan. Jika Javier sampai menemukan Cassandra, maka sudah dapat dipastikan hidupnya akan hancur. Semua rencana yang sudah ia lakukan akan putus di tengah jalan.

"Kau tidak perlu melakukannya! Aku bisa melakukan apapun sendirian dengan benar. Aku tidak mau kau ikut campur."

Namun, ucapan Jessica bukannya membuat Javier terkejut, malah pria itu terkekeh pelan seolah mengejek apa yang baru saja terlontar dari bibir Jessica.

Don't Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang