16

4.1K 410 19
                                    


"Apa tidak apa-apa kau disini? Orang tuamu tidak mencari?"

["Kau tenang saja. Tidak ada yang peduli disini. Lagi puka mereka bilang aku ini binatang liar."]

Wanita itu tak mau bertanya lebih lanjut. Ia lebih memilih diam dan melanjutkan langkah kakinya menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua. Ia tak mau terlalu mencampuri urusan pribadi orang lain.

"Baiklah, kau atur saja selama itu yang terbaik. Aku hanya bisa menyediakan tempat berteduh."

["Dan makanan. Jangan lupakan hal penting itu."] Jessica menyela di seberang telepon sana.

"Leher dan perutmu memang tidak ada harga dirinya." Sungutnya, tapi ia tak bersungguh-sungguh.

Kehadiran Jessica di sisinya justru membuat Cassandra merasa sedikit terhibur. Selama ini ia selalu sendiri menghabiskan waktu luangnya, kala Mikhael sedang sibuk dengan pekerjaannya. Setidaknya ia tidak merasa jenuh lagi, apalagi Jessica dengan mulut jahilnya lebih senang mengejek dari pada memberikannya nasihat seperti orang tua.

Setelah sambungan telepon itu terputus, Cassandra langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur queen size miliknya. Matanya menatap langit kamar yang berwarna merah muda dengan penerangan empat lampu kecil berwarna putih di setiap sudutnya.

Hari ini adalah kali pertama ia melakukan pekerjaan sebagai seorang perancang di butiknya sendiri. Saat di Amerika, ia biasanya hanya menjadi asisten atau ikut membantu desainer utama di sana. Lain halnya sekarang, ia harus menguras pikirannya untuk memuaskan pelanggannya.

Namun, pelanggan pertamanya telah berhasil menguras tenaganya. Menghadapi pria dengan tatapan tajam seperti Javier bukanlah hal mudah untuk dihindari. Pria itu seperti panah, yang melesat tepat pada sasaran. Bohong kalau Cassandra bilang pesona Javier tidak ampuh mengenainya. Kenyataannya ia hampir membandingkan pria itu dengan Mikhael, calon suaminya sendiri.

Sebenarnya tidaklah rmit seandainya ia tak melihat betapa tidak sukanya calon mempelai wanita dari pelanggannya itu. Ditambah dengan tatapan hitam kelam yang mengintimidasi dari pelanggannya itu.

Javier dengan mata hitam kelam. Warna itu sama seperti kebanyakan mata orang asia yang pernah ditemuinya. Hanya saja apa yang tersirat dari tatapan kelam itu menyimpan perasaan takut, obsesi mendalam dan juga kelicikan.
Cassandra memang bukan seolah psikolog yang mampu membaca raut wajah seseorang, tapi tatapan yang diberikan pria bernama Javier itu bagaikan buku yang sengaja dibuka untuk dilihat oleh semua orang, terutama oleh dirinya.

Wanita itu menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Mengingat tatapan Javier sudah pasti membuatnya ingat bagaiman peristiwa yang terjadi di butik. Seandainya ia meminta asistennya untuk menangani Javier, maka akan ia lakukan sejak awal. Akan tetapi, akan terasa sangat tidak sopan jika ia mengalihkan tugasnya begitu saja.

Javier, laki-laki yang baru ia temui itu seperti memiliki suatu hal yang membuatnya terpaksa harus melabeli pria itu sebagai sosok berbahaya.

Bagaimana tidak?

Selama mereka menentukan konsep pakaian pernikahan yang mereka inginkan, pria itu sama sekali dan hampir tak pernah melepaskan pandangan darinya. Cassandra bukannya tidak menyadari hal itu. Pandangan tajam Javier kentara sekali penuh minat kepadanya.
Namun, sebagai seorang wanita ia cukup paham betapa jengkelnya klien perempuan tadi. Tak ada satu pujn wanita yang mau melihat calon pendampingnya melirikkan matanya pada wanita lain.

Untuk itu, mungkin ke depannya untuk melakukan pengukuran Cassandra akan meminta pegawainya yang lain untuk menggantikannya.

"Aku harus memasang tameng sendiri jika tidak ingin ada musibah." Gumamnya pada dirinya sendiri.

Don't Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang