XI. Midnight

2.5K 606 50
                                    

hyunbin bukan perokok. papanya juga tak merokok.

aneh rasanya melihat sosok berwajah tenang itu kini berdiri di balkon kamarnya dengan rokok menyala terselip di antara jemarinya. mata hyunbin menatap angkasa yang saat ini bersih tanpa awan mendung menutupi. semilir angin di tengah malam membuat pikiran si sulung melayang jauh dari tempatnya berada.

kejadian beberapa hari lalu masih membekas dalam pikirannya.

ternyata kematian berada dekat dengannya.

hyunbin semakin menyadari keberadaannya di dunia tak abadi. hanya menunggu waktu jatuh tempo lalu ia hanya akan jadi kenangan dalam ingatan orang-orang.

bukan.

hyunbin tak takut mati.

kematian bukan sesuatu yang menakutkan baginya. yang membuatnya takut adalah hyeongjun yang harus melihat semua itu lebih dulu darinya. hyeongjun pastilah terbebani. bohong jika si manis dengan senyum yang dapat membuat keempat saudaranya luluh itu tidak merasa ngeri.

hyunbin dulu memang ingin mati.

jauh sebelum dirinya berada di rumah ini.

tak ada sehari pun hyunbin bersyukur pernah dilahirkan ke dunia, sebelum papa menemukannya sekarat dekat sebuah pasar gelap beberapa tahun lalu.
saat itu hyunbin masih belia. tak tau bahwa uluran tangan seorang pria paruh baya dengan jas mewah bisa mengubah hidupnya. lalu ia bertemu dengan saudaranya.

sejak saat itu hyunbin tau, ia harus hidup. karena ia punya alasan untuk meneruskan hidupnya.

keluarga yang menerimanya kekurangannya.

"kakak bukan monster"

hyunbin terkejut kala sebuah tangan mendekapnya. hyunbin terburu-buru membuang puntung rokok yang habis akibat tiupan angin. sosok si sulung kini merenggangkan tangan yang melingkar di pinggangnya dan berbalik.

si bungsu berdiri di sana dengan senyum mengembang di wajah.

"kenapa belum tidur?"

"hyeongjun baru selesai ngerjain tugas"

hyunbin menatap si bungsu yang kini berdiri bersisian dengannya. rambut hyeongjun bergerak pelan tertiup angin malam.

cantik.

hyeongjun masih sama seperti dulu. indah dan membuat hyunbin ingin melindunginya.

"kakak mikirin apa?" tanya hyeongjun tanpa menatap lawan bicaranya.

"kamu,"

hyeongjun menoleh. di sana ia melihat wajah lelah sang kakak. entah apa yang sosok itu pikirkan hingga tak bisa lagi disembunyikan kelelahan itu.

"kemampuan kamu itu, kakak merasa itu membebani kamu"

hyeongjun tersenyum tipis. kini ia berdiri menghadap hyunbin dan menatap si sulung.

"hyeongjun gak bisa bohong soal ini, dan ya hyeongjun terbebani. tapi kakak tau, hari itu hyeongjun berhasil bawa kakak dan minhee pulang. hyeongjun gak bisa lebih bersyukur lagi dari itu,"

hyeongjun mendekap hyunbin. dapat dirasakan oleh si bungsu aroma maskulin anak tertua itu yang menguar, memenuhi penciumannya.

"anggap aja ini alarm, kak. dulu kakak sama kak jungmo yang bilang gitu"

si bungsu memberi jarak untuk menatap hyunbin, meyakinkan kakaknya itu bahwa ia baik-baik saja. tangan hyunbin bergerak untuk mengusak rambut si bungsu namun tangannya ditahan oleh hyeongjun.

"nooo! kakak cuci tangan duluu! abis pegang rokok kan?"

protes hyeongjun membuat hyunbin tak bisa menahan tawanya. hyeongjun ikut tertawa.

• b r o t h e r • starship/pdx101Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang