Belakangan ini Gadis disibukkan dengan tugasnya sebagai salah satu panitia pernikahan Elda. Membantu checking tempat, dekorasi outdoor dan souvenir. Dua hari, Elda juga sudah dipingit dan melakukan puasa, katanya biar ketika di make up auranya keluar dan membuat pangling.
Vava tak terdengar galaunya ketika break dengan Bordes, ia terlihat biasa saja dan malah terlihat makin bahagia. Aneh.
Kegiatan Gadis si princess cantik yang rambutnya coklat panjang ini makin hari makin banyak. Tak bisa dicegah, akhirnya ia tumbang juga. Badannya panas dan menggigil, kepalanya pusing dan berat, serta perutnya terus menerus tak mau diisi.
Ia kini sedang duduk antri di suatu klinik dekat apartemen. Dengan masih mengenakan celana dan baju tidur panjang serta dilapisi sweater, ia menunggu dengan orang sakit lainnya.
Rasanya pengin nangis kalo disaat-saat seperti ini tak ada orang yang bisa dimintai tolong. Elda sibuk dengan pernikahannya yang tinggal dua hari lagi, Vava sedang keluar kota untuk pekerjaannya.
"Ibu Gadis Evana Rubianto,"
Itu dia panggilan atas namanya, dengan pelan Gadis berjalan menuju ruang dokter. Tak lama ia pun keluar dengan menggenggam resep obat, menuju apotek.
"Kamu sakit?"
Suara seseorang yang sepertinya dia kenal menginterupsinya. Gadis menoleh ke kanan dan ke kiri ketika duduk antri di depan apotik. Namun tepukan di bahunya dari belakang membuatnya menoleh ke belakang.
"Mas sakit juga?"
Jawabnya dengan serak usai menemukan seseorang. Wajah Gadis tanpa polesan make up dan nampak makin putih.
Pria itu menggeleng.
"Dari kapan?"
"Apanya?"
"Sakitnya."
"Udah 2 hari ini,"
"Terus baru sekarang ke dokter?" Suaranya menandakan sedikit kemarahan.
"Iya"
"Sama siapa?"
"Mas lihat aku sama siapa?" Gadis memberikan pertanyaan balik.
Pria itu hanya mengangkat bahu, tanpa mau menjawab.
Di sinilah mereka, duduk di ruang tamu apartemen Gadis. Pria itu adalah Bordes, ia menawarkan untuk mengantar pulang Gadis. Tentu dengan paksaan, karena rasanya tak etis ketika menemukan seseorang yang dikenal sedang susah tapi tak membantu. Mereka naik motor kesayangan pria itu dan tanpa helm.
Bordes hari ini tampak keren, tapi dengan tampilan berbeda. Hanya memakai sandal slop, celana jins selutut dan kaos kerah putih. Disekitar rahangnya sudah ditumbuhi rambut halus.
"Mas mau minum apa?" Tawar tuan rumah ketika sama-sama sudah duduk di ruang tamu.
Bordes menatap lurus Gadis, bisa-bisanya masih bisa menawarkan sesuatu. Apa tidak sadar sendirinya saja lemah, pikirnya.
"Ngga usah, kamu duduk aja. Nanti kalo aku mau sesuatu bisa ambil sendiri."
Ucap Bordes dengan tegas. Ia merasa kesal sendiri melihat Gadis yang sok mandiri dikala seperti ini.
Gadis mengangguk dan dengan menahan sakit ia berdiri guna mengambil minum di meja yang sedikit jauh. Hal itu tak luput dari tatapan Bordes.
"Mas bisa tolong aku?"
"Apa?"
"Tolong dong ambilin obatku mana aja yang harus diminum, aku sering salah"
Tanpa menolak Bordes segera duduk di samping Gadis dan mengambil kantong obat yang tadi dibawa. Paracetamol, antibiotik, obat pusing, mual dll.
"Ini,"
Ia menelan obat dengan mengernyitkan dahi, kadang ia juga harus sambil memakan kue bolu untuk menawar pahitnya. Bordes masih setia duduk dan memperhatikannya, sampai benar habis tertelan obat-obat itu. Gadis menyandarkan bahunya di sofa besar dan menyalakan tv. Sampai sekarangpun Gadis belum tahu kenapa pria itu berasa di klinik dan sedang apa.
"Mas ngga pulang?" Setelah sadar jika dirinya tidak sendirian di apartemen ini.
"Kamu ngusir?" Balasnya tidak terima, masih dengan suara datar.
"Ngga gitu, siapa tahu ada acara." Jawabnya dengan memejamkan mata dan suara pelan.
"Hari ini aku free."
"Ooh,"
Keduanya terdiam tanpa ada obrolan. Gadis yang sudah terkantuk-kantuk, sedangkan Bordes yang duduk dan asik dalam dunia gatged-nya menyelesaikan COC.
15 menit berlalu,
Bordes sudah selesai dengan serangannya. Ia beralih melihat sekeliling. Sedikit kaget ternyata dirinya masih berada di apartemen wanita itu, dan mendapati Gadis yang tertidur dengan posisi yang tidak enak. Bulir-bulir keringat sudah mulai bermunculan di dahinya, tanda jika obat sudah mulai bereaksi. Warna bibirnya bukan pucat tapi justru merah, seperti anak bayi ketika sakit.
Pria ini mengambil tisu dan mulai mengelap keringat-keringat itu. Baru sekali gerakan, Gadis sudah membuka mata dan terganggu. Matanya berkali-kali mengedip, ia terlalu silau dengan suasana yang semakin terang.
"Mas masih disini?" Dengan suara lemah dan sayup-sayup ngantuk.
"Iya,"
"Panas banget ya di sini, aku gerah,"
Ia mulai melepas sweater-nya. Keringat muncul dimana-mana ternyata. Di sekitar leher belakang, depan hingga menuju dada. Itu terlihat kala Gadis mengikat helaian rambutnya tinggi-tinggi. Dan menggelung asal di atas sana.Bordes sempat tak berkedip melihat gerak-gerik wanita langsing tinggi ini.
"Eh kamu mau apa? Jangan buka baju disini," larang Bordes ketika Gadis membuka satu kancing piyamanya. Disaat seperti ini Gadis tidak terlalu sadar apa saja yang harus dilakukan. Pokoknya semua rasa sakit mendominasi hingga otaknya kadang bekerja tak semestinya.
"Panas Mass," rengeknya manja tanpa sadar, perasaan aneh tiba-tiba melingkupi Bordes. Ia sadar dirinya tidak terlalu suka berdekatan dengan orang manja tapi kali ini dia biasa saja. Justru manjanya Gadis enak didengar.
"Kamu ganti di kamar,"
Bordes membantu Gadis menuju kamar, lengannya merangkul pinggang wanita cantik ini. Tubuh mereka saling menempel dan berdekatan.
"Aku pasti bau ya mas, ngga mandi dua hari, mas jangan deket-deket, aku malu."
Gadis yang sekarang menempel dengan Bordes merasa tidak enak. Apalagi ia merasa benar-benar tidak dalam kondisi cantiknya.
Kamu selalu wangi.
Baru saja ia mendudukkan Gadis di ranjang dan mundur satu langkah. Wanita ini segera melepas baju tidurnya, membuat lelaki jantan ini terpaku ditempat. Menatap sosok wanita yang tiba-tiba membuat gairahnya naik.
Jangan tanyakan apa yang dilihat saat ini, ia melihat bagian itu lagi untuk kesekian kalinya. Kali ini lebih jelas, tidak tertutup kemeja namun secara langsung menatap bra hitam dan isinya yang hampir tumpah, bulat dan mulus.
Tak dilupakan buliran keringat di sekitar daerah itu membuatnya makin nampak sexy. Bordes baru tahu si princess yang selama ini polos dan lembut itu menyimpan harta karun yang indah. Suaminya nanti akan sangat beruntung pikirnya.
Sungguh hari-hari di dekat Gadis menjadi semakin berbahaya. Tanpa banyak kata ia langsung berbalik dan meninggalkan kamar itu. Bordes masih berdiri di luar pintu kamar Gadis. Ia bingung sendiri kenapa ia masih menunggu di sini padahal dia bukan siapa-siapa, hanya mantan pacar dari sahabatnya.
Jangan lupa vote, coment atau follow ya guys sebagai bentuk menghargai author. Biar makin semangat.
Revisi 090420
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MAN - Bordes Alexander[End]
RomanceAda seorang wanita cantik yang akan menginjak usia 25 tahun. Bekerja, berkumpul bersama teman dan liburan itu adalah agenda berputarnya. Ia menjadi satu-satunya di antara 2 teman lain yang belum mempunyai pasangan. Tapi hidupnya sudah indah, ia perc...