Setelah melarikan diri dari suasana berbahaya. Ia memutuskan untuk tidur si sofa panjang. Pria itu ingin memastikan jika wanita yang berada di kamar ada yang mengurus dan tidak mati sia-sia.
Sofa milik Gadis tidak muat menampung tubuh Bordes yang besar dan tinggi. Ia meluruskan kakinya hingga melewati tepian. Melipat kedua lengannya kebelakang dan kemudian memejamkan mata.
Sementara Gadis, usai berganti pakaian ia bergelung di bawah selimut melanjutkan istirahat. Berharap hasil dari pemeriksaan dan minum obatnya tadi berbuah hasil.
2,5 jam kemudian
Si rambut panjang lurus ini keluar kamar. Kepalanya sudah tidak seberat tadi, dan suhu badannya sudah kembali normal. Bertelanjang kaki, sambil berjalan menuju konter dapur ia mengikat rambutnya tinggi-tinggi, masih tersisa keringat dingin di sekitar lehernya.
Gadis menarik tisu basah dan mengelapkannya ke sekitar leher hingga dadanya yang sedikit lengket karena keringat.
Ting,
Suara benturan bahan keramik terdengar. Gadis membalikkan badan dan mendapati laki-laki dewasa yang sedang menatapnya. Dengan tanpa malu ia masih terus membasuh bagian-bagian tubuhnya dengan tisu basah.
Dia tak tahu bahwa penampilannya kini bisa meresahkan laki-laki. Tubuh putih tingginya di balut dress batik, dengan tali bahu sedikit lebar. Panjang dress itu kira-kira satu jengkal di atas lutut.
"Eheem, aku sudah pesan makan malam."
"Makasih, Mas,"jawabnya sambil tersenyum. Ia duduk tepat di depan pria itu dan terhalang meja makan.
Dengan enggan ia mulai menyuapkan sup berisi wortel lalu mengunyahnya. Sambil saling tatap pria itu makan dengan cepat sementara Gadis makan dengan sangat lambat. Namun ia berhasil menghabiskannya, beruntung karena porsi untuknya tidak terlalu banyak.
Tangan pria itu semakin mengepal dan terus menatap belahan yang terpampang nyata. Semakin Gadis menunduk akan semakin terlihat besar ukuran dadanya.
Gadis berjalan menuju wastafel hendak mencuci mangkuk dan piring. Hal itu membuatnya lebih dekat dengan pria yang masih duduk menatapnya.
Setelah selesai mencuci, dan mengeringkan tangan. Suara seseorang menghentikan langkahnya untuk kembali duduk.
"Kamu ngga sadar dengan pakaian kamu?"
"Apa?" Dengan pelan Gadis menyenderkan badan di tepi meja.
"Ngapain pake baju kaya gini di depan aku?" Masih dengan wajahnya yang garang dan tegang.
"Kan tadi aku udah bilang setelah minum obat, gerah Maas."
Tanpa sadar nada manjanya membuat pria itu terkejut. Gadis mengucapkan mas dengan mendayu-dayu, dan sukses membuat lelaki itu geram.
Pria itu marah, bisa-bisanya wanita ini jalan mondar mandir dengan belahan dada yang terpampang, paha mulus yang terlihat, serta leher jenjang yang meminta untuk di sentuh.
"Lagian aku biasa sama Vava, Elda kaya gini, biasa aja."tambahnya lagi membela diri.
"Aku harus ingatkan, mereka perempuan kalo aku laki-laki."
"Terus?" Anak ini pengin diketekin sepertinya. Belum tahu apa-apa seorang pria yang melihat mangsa bagus.
"Aku minta maaf, ini terjadi karena kamu."
Dengan segera pria itu mendatangi Gadis. Merangkum lehernya dan mencium bibir merah merona itu dalam. Ciuman dari laki-laki itu awalnya lembut dengan mengecup, kemudian berubah menjadi lumatan kecil. Sang ahli terus menyecap bibir itu dengan penuh perasaan. Layaknya guci mahal yang tidak boleh pecah.
"Aaahh," Gadis mendesah mendapati perlakuan ini. Badannya bukan menolak tapi justru menerimanya. Padahal ini pertama kalinya seorang pria dewasa menyentuh, mencium dan memeluknya. Tentu selain keluarga.
Gadis shock dan tak bisa melakukan apa-apa, untuk menolak tidak berani sehingga ia hanya diam. Menunggu sampai kapan pria ini akan berhenti menciumnya.
Pria itu asik melumat dan sesekali menggigit bibir itu hingga terbuka. Kemudian terhenti sejenak, ia ingat sesuatu. Wanita yang diciumnya bukan siapa-siapa. Matanya menatap Gadis penuh tanya. Tatapan itu turun menuju bibir merah yang tengah terbuka dengan nafas yang terengah-engah.
Tanpa ijin ia kembali melanjutkan aksinya, takkan mundur sebelum wanita ini melarang. Mencium leher yang sedari tadi meneriakkan namanya. Menjelajahi setiap sisinya dengan bibir serta lidah. Meninggalkan jejak basah dan geli secara bersamaan berkat rambut-rambut di sekitar rahangnya.
"Maaasss," tangan Gadis mulai bertopang di dada lelaki itu. Meremas kaos itu dan tak sadar mengelusnya. Membuat lawannya makin terbakar gairah.
Ya ampun, pria ini belum mau berhenti. Gadis sebenarnya sudah tidak tahan lagi mendapat perlakukan ini. Tapi rasanya itu yang membuatnya enggan menolak.
"Aaaaah," ketika pria itu dengan penuh nafsu memberikan kiss mark di kulit leher. Rasanya tak indah jika tidak meninggalkan maha karyanya di sana. Bibir sexy itu kemudian turun mengecupi area menuju dada. Suara kecupan terdengar makin keras dan cepat, menandakan besarnya gairah sang pria.
Matanya sesekali melirik wanita yang sekarang ikut terbakar nafsu. Dengan nakal tangan besar itu menangkup dada kiri Gadis dan meremasnya pelan. Menyebabkan daging kenyal itu menggembung naik.
"Aaaahh mas Aleeexx,"
Suara itu berhasil menyadarkannya. Menyadarkan dari aksi bejat Alexander. Bisa-bisanya dia menggerayangi tubuh wanita sexy ini. Memberikan tanda pula di leher putih. What, bahkan jelajah tangannya sampai sudah berhasil menurunkan tali dress batik itu. Meninggalkan bekas-bekas remasan dan saliva di sepanjang leher menuju dada.
Ia mundur perlahan, dan menatap Gadis yang tengah berusaha bernafas. Dadanya ikut naik turun seiring tarikan nafas. Tali bajunya belum ia naikkan, justru semakin turun.
"Emang aku mirip Vava?"tanyanya dengan nafas terengah-engah.
Pria itu sempat bingung, namun kemudian paham.
"Ngga!"
Mereka terdiam, mengingat lagi kegiatan beberapa detik yang lalu.
"Ko mas cium aku si?"
"Ngga boleh??"
Jawabnya dengan nada lembut lalu berjalan mendekat dan membantu menaikkan tali dress milik Gadis. Jarinya masih menyentuh kulit putih Gadis. Semakin lama naik dan sekarang berada di dagu wanita jawa cantik ini.
"Mas kan pacarnya Vava, ko ciumnya aku?" Gadis dengan polos menanyakan hal itu.
"Vava udah bukan pacar aku, kita sudah ngga ada hubungan sejak 2 jam yang lalu."
Alis Gadis yang hitam dan tersusun indah berkerut, membuat Bordes gemas sendiri. Ia menjadi ingat panggilan Gadis untuknya.
Sementara Gadis bingung dengan maksud pria ini, yang tiba-tiba saja berani melakukan kontak fisik yang kelewat batas. Apa maksudnya Mas Bordes seperti ini padanya? Apa dia suka? Apa dia hanya terbakar melihat tubuh Gadis?
"Siapa Mas Alex?"
"Kamu, Bordes Alexander Martinez iya kan?" Jelas Gadis ia turun dari meja makan dan menabrakkan tubuh depannya pada dada Bordes.
"Tahu dari mana?"
"Waktu di Bandung dan lihat piagam. Ngga suka ya aku panggil Mas Alex? Ya udah.."
"Aku suka, apalagi kamu yang panggil." Bordes mundur dan kemudian tanpa pamit keluar dari apartemen.
Sementara Gadis dibuat syok kembali pasalnya sebelum Bordes benar-benar pergi pria itu memberikan kecupan di lehernya. Oh God.
Jangan lupa vote, coment atau follow guys sebagai bentuk penghargaan author. Sekaligus penyemangat,
Revisi 090420
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MAN - Bordes Alexander[End]
RomanceAda seorang wanita cantik yang akan menginjak usia 25 tahun. Bekerja, berkumpul bersama teman dan liburan itu adalah agenda berputarnya. Ia menjadi satu-satunya di antara 2 teman lain yang belum mempunyai pasangan. Tapi hidupnya sudah indah, ia perc...