🏀 Sedecim Partes

160 26 30
                                    

Menyelidiki Celine

🏀🏀🏀

Aku sangat tahu kalau setiap orang pasti mempunyai pemikiran yang berbeda.

"Apa kau orang yang dimaksud Raka?"

Aku hampir saja menyemburkan susu kotak ketika seorang cowok bertanya dengan santai kepadaku.

"Apakah kamu?" tanyaku ragu karena aku yakin sekali kalau orang ini bukan orang yang sembarangan ditemui.

Cowok itu mengangguk pelan dengan mata lelahnya. "Kau enggak keliru. Aku memang yang ada di pikiranmu. Jadi, apa kau yang meminta bantuan kepada Raka?"

Pada akhirnya aku bertemu dengan Revano Sanjaya, seseorang yang telah berjasa dalam penangkapan teroris beberapa tahun yang lalu. Aku kembali mengingat ketika menginjak rumahnya untuk pertama kali, foto keluarga itu tampak tidak asing karena keberadaan cowok ini. Rambut hitam berantakan, mata hitam yang tenang namun misterius, tubuh tinggi berotot yang banyak melewati kejadian yang menegangkan, dan nada bicara yang menyenangkan sekaligus menyebalkan.

"Ya itu aku," jawabku setelah terdiam cukup lama. Mendengar jawaban dari pertanyaannya, Revano mengambil alih tempat duduk dihadapanku dengan tenang. "Apa kau mau melihatnya?"

"Oh, aku harus melihatnya. Raka akan mengomel jika aku enggak melakukan pekerjaan ini dengan baik. Kau akan tahu betapa galaknya dia dibandingkan dengan kakakku sendiri. Kau pasti sudah bertemu dengan Valdo," jawabnya santai.

Bibirku tanpa sadar mengerucut karena mendengar Revano menyebut nama Kak Raka dan Kak Valdo tanpa embel-embel kakak. Menurutku itu sangat tidak sopan ... dan panggilan seperti itu sangat lumrah antara lelaki.

Aku sama sekali tidak memahami yang satu ini.

"Kau sangat berbeda dengan kakakmu," ucapku pelan seraya menyerahkan kotak teror kepada Revano yang diterima dengan senang hati. Wajah lelahnya seketika menghilang.

"Aku lebih mirip ayahku," ucap Revano tenang, namun aku dapat melihat matanya yang bergetar ketika menyebut kata 'ayah' dengan mulutnya. Kak Valdo juga pernah mengatakan kalau dia lebih mirip ibunya dan suasana diantara kakak beradik ini sangat dingin seperti Antartika ketika menyangkut keluarga.

Mereka lebih sensitif daripada yang aku duga.

"Kata Kak Valdo, rambut dan mata ayahmu asli. Kenapa kau sangat biasa dibandingkan mereka berdua?" tanyaku dengan spontan tanpa rasa tahu malu.

Memang. Pertemuan hari ini adalah kali pertama kami saling mengenal dan seharusnya aku tidak mengatakan perkataan yang sarkas dan menyakiti. Meskipun Revano sangat tenang dan tidak tampak aneh seperti pemberantas teroris yang selalu berwajah seram, Revano bisa dibilang perwujudan anak laki-laki yang ingin sekali hidup dengan normal.

Tunggu ... apakah selama ini Revano selalu menganggap dirinya tidak normal karena menangkap teroris?

Revano yang sedang mengamati boneka jelangkung tertawa kecil ketika mendengar pertanyaan itu. "Aku belum dapat nama seperti mereka berdua. Cepat atau lambat, aku akan berubah menjadi seperti mereka. Kau mungkin terkejut."

"Aku enggak mengerti apa yang kamu katakan. Apa rambutmu menjadi seperti rambut ayahmu?"

Revano menatapku lamat-lamat kemudian menghela napas seraya menggelengkam kepalanya berulang kali. "Kenapa kau sangat suka dengan keluargaku? Seharusnya kau menceritakan siapa Celine ini, kehidupanku sangat enggak penting untukmu."

"Apa kau tersinggung karena aku membicarakan keluargamu?" tanyaku pada akhirnya.

"Asal kau tahu, keluargaku enggak menarik sama sekali. Aku sangat heran dengan pertanyaanmu," jawab Revano setelah menghela nafas panjang. "Jadi, apa menurutmu Celine benar-benar yang mengirim benda murahan seperti ini?"

[1] Lose Memories 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang