🏀 Unde Viginti Partes

140 29 63
                                    

Musuh atau Teman?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musuh atau Teman?

🏀🏀🏀

"Tiga point buat Ace!" teriak Eros setelah meniup peluit.

Pandangan Ace berkeliling untuk melihat orang-orang yang meneriakan namanya berulang kali. Ace tidak bisa berbohong kalau dirinya sangat menyukai hal itu.

Menjadi diri sendiri tidaklah buruk setelah sekian lama bersembunyi dibalik sikapnya yang dingin. Hanya dengan basket, Ace bisa menemukan dirinya yang sesungguhnya.

Cowok itu tahu kalau kedatangan Dava sekarang untuk menyadarkannya dari keterpurukan sepeninggal Nisa tapi kebenciannya terhadap Dava tidaklah mudah untuk dilupakan.

Dava mengingatkannya kepada Nisa. Ace membencinya karena itu.

Sebut saja Ace sangat manusia yang sangat egois karena menyalahkan seseorang yang jelas-jelas tidak bersalah seperti Dava dengan niat baiknya.

Dalam kasus Fiona, Ace menyebut dirinya sebagai iblis.

Sejujurnya Ace sangat lelah menjalani berbagai peran. Mulai dari peran sebagai superhero yang menyelamatkan Fiona dari penggemarnya, berperan menjadi ketua kelas yang tegas, berperan menjadi sahabat yang jutek, berperan menjadi patung berjalan yang irit bicara, berperan menjadi murid berprestasi.

Ace tentu saja lelah. Peran yang dimainkannya semuanya itu topeng. Dibandingkan dengan superhero Ace malah ingin menjadi penjahat, setidaknya penjahat bisa menjadi diri sendiri.

Ace ingin menghentikan drama ini secepatnya lalu tertidur dalam mimpi indah.

Alasan kenapa Ace sangat melarang Fiona untuk mengingat-ingat kembali bukannya dia takut untuk dilupakan tetapi karena dia tidak siap.

Tidak siap untuk menjaga Fiona kedepannya. Ace terpuruk, lemah, dan tanpa kekuatan.

Ketakutan untuk kehilangan sahabatnya untuk yang kedua kalinya.

Kata lain yang tepat adalah Ace tahu kalau seekor serigala kelaparan mengincarnya. Mengincar mereka bertiga.

Untuk apa dan kenapa?

"Dua poin untuk Dava!" teriak Eros masih dengan semangat empat limanya. Dibanding yang lain, sang wasit lebih heboh.

Ace menggeram kesal, Dava lagi-lagi mencuri angka disaat dirinya setengah melamun. Ini karena dia lengah dan dia harus membalas poin yang hilang itu.

Ace melirik papan angka. Score masih dipimpin olehnya tidak jauh dari score Dava, kalau dirinya lengah Dava bisa saja mencuri angka seperti tadi.

Apalagi permainan Dava sangat bagus bahkan beberapa kali Ace sempat terkecoh dengan permainannya. Faktor yang paling mendukung adalah Dava lebih berpengalaman dari Ace yang sudah tiga tahun lebih tidak menyentuh bola jingga itu.

Tetapi faktor yang paling jelas terlihat dimata Ace adalah niat Dava.

Seberapa jauh usaha Dava untuk Fiona?

Dia ingin mengetahui jawabannya.

"Aku gak pernah ngomongin Nisa di depan Fiona," kata Dava tiba-tiba. "Tolong berhenti."

"Dan buat Fiona ingat?"

"Tapi dia perlu tahu secepatnya."

Ace melirik Dava sebentar kemudian pergi menjauh sebelum cowok itu kembali mengoceh betapa akurnya mereka berdua dulu. Telinga Ace menjadi panas entah karena malu atau kesal.

"Ayo kita buat kesepakatan," ucap Dava sambil cengengesan. Ace akui kalau mantan sahabatnya ini sangat berani dan pantang menyerah walau dia banyak mengganggunya. "Kesepakatanmu anggap aja hangus, kita buat kesepakatan baru."

Ace mendengus malas tapi dia masih tertarik dengan apa yang Dava bicarakan. "Jika kesepakatanmu gak jelek."

Dava berseru heboh, matanya berbinar-binar. Dia tidak menyangka kalau Ace setuju dengan cepat. "Aku gak peduli menang atau kalah dalam pertandingan ini, toh aku juga akan masuk tim basket. Antares tidak buruk. Aku gak kayak kamu, aku suka basket dan hidupku selamanya untuk basket. Lagipula, Kak Chiko punya semacam keinginan masa depan sebelum lulus."

Dava tertawa sebentar seraya melirik tribun dimana Veano Putra menonton bersama Revano Sanjaya. "Gimana kalau kita main-main sama dia? Jangan lupa kalau dia masih punya utang penjelasan sama kita."

Diam-diam Ace tertawa. Dava ternyata lebih peka dari yang dia duga, dia juga mengenali Revano Sanjaya. Apakah anak-anak Orbit seperti ini? Sepertinya Liam melakukan sesuatu kepada Dava.

Mungkinkah karena bakat?

Itu tidak buruk. Aceville mengakuinya.

"Aku gak punya waktu buat main-main sama dia," ucap Ace datar, sengaja untuk mundur.

"Kebanyakan bermain dengan patung jadinya seperti ini," ledek Dava tanpa takut. "Menurutmu kenapa dia kesini kalau gak ada hubungannya sama kita? Revano pasti ogah banget ketemu sama Veano."

"Hmm."

"Kapan terakhir Revano muncul?" tanya Dava. "Udah lama kan? Terus kenapa dia kesini?"

Ace melihat ke arah tribun, lebih tepatnya melihat Revano Sanjaya yang tampak duduk tenang seolah dia bagian Bimasakti, meskipun Veano yang disebelahnya tampak gelisah jika Liam mengetahui hal ini.

"Lebih tepatnya, kenapa dia mau nonton pertandingan kita? Dia juga bukan tipe-tipe suka gosip murahan karya Lukman dan aku langsung tahu kalau—"

"Revano masih belum nyerah," potong Ace dengan nada tegas. "Apa rencanamu?"

Dava memicingkan matanya menatap Ace curiga. "Wow, apakah pangeran setuju dengan kesepakatan hamba?"

Ace kembali melihat Revano kemudian melihat Fiona. "Kalau rencanamu bagus."

Respon Dava setelah mendengar Ace adalah tertawa dengan nada ala-ala tokoh antagonis di film-film yang jujur saja membuat Ace takut kalau Dava ketempelan jin.

Ace juga tidak habis pikir kalau dirinya dengan cepat menyetujui rencana Dava mengingat mereka saat ini adalah musuh. Tetapi Revano Sanjaya sudah termasuk daftar hitam Ace jadi dia tidak akan melepaskan cowok itu dengan mudah.

Ace juga mengendus aroma-aroma kalau Veano si ketua OSIS Bimasakti tahu rencana Revano sebenarnya. Ace tidak tahu harus meletakkan keduanya dimana, antara musuh dan teman.

Mulai saat ini ingatkan Ace kalau banyak sekali musuh yang menyamar sebagai teman.

"Kamu ketua atau aku ketuanya?" tanya Dava.

"Terserah."

***

Love

Fiby Rinanda🐝
16 Juni 2019

[1] Lose Memories 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang