🏀 Tres Partes

322 77 153
                                    

Maaf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Maaf

🏀🏀🏀

"Matur nuwun, Cak Bali," ucap mereka berlima bebarengan. Cak Bali tersenyum kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya sebagai penjual bakso langganan para siswa di Bimasakti.

Kantin adalah surganya terpendam di Bimasakti selain taman belakang tempat sakral Illios Van Helen. Selain sebagai tempat tongkrongan, kantin juga biasa berubah menjadi markas penyelundupan anak-anak tukang bolos pelajaran, terutama pelajaran yang sangat membosankan--biasanya ada anak Aldebaran yang melalukan patroli berkeliling sekolah. Suasana kantin yang sejuk dan nyaman membuat siapa saja enggan untuk beranjak.

Seperti saat ini, rombong bakso Mbak Yus dan Cak Bali kini telah dihajar oleh puluhan zombie kelaparan. Berkat Silla yang sedikit galak, mereka berlima terbebas dari pertempuran di kantin.

“Kenapa kamu senyum-senyum dari tadi?” tanya Silla seraya merapikan yang rambutnya yang berantakan. Fiona bisa menebak kalau itu ulah Juna, cowok itu selalu jahil kepada Silla dan Keila yang selalu menampilkan raut wajah kesal.

“Apa jangan-jangan kamu punya pacar ya?” tebak Silla lagi, kali ini cewek itu sedang melihat dirinya sendiri lewat pantulan cermin kecil yang dibawa.

“Enggak mungkin. Kalau Fiona punya pacar, Ace sudah berbah menjadi macan kesurupan,” timpal Inge yang langsung diangguki sama April.

Keila menyenggol Fiona. “Kapan sih kamu jadian sama Ace? Kalau dilihat-lihat Ace itu suka sama kamu dan kayaknya kamu sendiri juga suka sama dia.”

“Kita cuma sahabatan dan aku enggak berencana pacaran dulu. Terus, kenapa kamu juga gak pacaran sama Juna?” Fiona tersenyum nakal membuat Keila langsung salah tingkah.

April tertawa kencang. “Kasihan si Juna, setiap hari dia tanya-tanya sama aku. Katanya kamu enggak mau buka jendelanya, dia takut kalau kamu kangen lihat wajah gantengnya.”

Keila mendengkus tidak suka. “Wajah ganteng katanya, yang ada aku malah mual lihatnya.”

Fiona berdeham kemudian menunjukkan saputangan hijau kepada keempat temannya. Inge yang merasa saputangan itu berbeda langsung merebutnya, sedetik kemudian matanya melotot kaget. “Ini kan tanda tangan Dava Ferdiansyah?”

April tersedak bakso sedangkan Silla dan Keila langsung berebut saputangan itu dengan segera. Inge yang memang belum puas melihat harus rela mengalah karena baik Silla maupun Keila bukan orang yang suka mengalah.

“Gimana ceritanya kamu bisa dapat tanda tangan si Dava?” tanya April setelah meminum es tehnya. Cewek itu mengernyit karena rasa teh yang begitu manis.

“Dava sendiri memberikannya kepadaku,” jawab Fiona malu-malu ketika dirinya kembali mengingat adegan Dava mencium tangannya.

Tiba-tiba semua anak di kantin berlarian membuat Fiona dan yang lainnya bingung. Mereka bergerombol disuatu tempat seperti melihat sesuatu yang menarik.

[1] Lose Memories 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang