🏀 Septendecim Partes

125 20 12
                                    

Bertemu Nando Aramba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bertemu Nando Aramba

🏀🏀🏀

"Motor ini mirip sekali yang kita lihat di CCTV," kataku seraya melihat sebuah motor berwarna biru dan hitam.

Saat ini, kami berdua berada di halaman sebuah rumah tak jauh dari pusat kota. Rumah itu tidak besar ataupun kecil, terlihat seperti rumah orang biasa dan sangat normal. Aku tidak tahu orang ini bersedia melakukan perintah Celine. Setelah Revano melacak plat nomor motor milik pemuda bernama Nando Aramba, Kak Raka dengan senang hati meminjamkan motornya untuk kita pakai seharian--Revano sedikit mengancam Kak Raka lagi.

Revano sedikit menyeringai dan aku mengerti kalau orang ini akan menghajar Nando Aramba dengan pertanyaan yang membuat siapa saja terjebak.

Aku berharap kalau Nando bisa masuk perangkap Revano dan segera mengetahui alasan dibalik teror yang aku alami. Semakin cepat lebih baik, aku sangat tidak ingin Kak Mila terjerumus dalam kasus ini.

"Dia pasti mengira kita enggak mengejarnya. Orang ini terlalu percaya diri sekali," ucap Revano sambil melihat pantulan dirinya sendiri dikaca spion.

Kemudian cowok itu bertingkah memalukan didepan benda milik orang lain, bergaya menjijikan dan membuat kepalaku pusing karena tidak terbiasa. Revano terlihat sangat asing jika bergaya seperti itu, lebih baik dia menjadi seperti biasanya.

Revano mengeluarkan ponselnya kemudian memotret sepeda motor itu dari berbagai sudut. Dia juga tidak lupa juga menyuruhku untuk memotretnya disamping sepeda itu.

Orang ini sungguh membutuhkan pendidikan untuk menjadi kalem.

"Ayo kita lihat seberapa lihat Nando Aramba," kata Revano pendek dengan senyuman jahil.

"Apa yang kau lakukan jika dia tetap tutup mulut?" tanyaku penasaran.

"Itu enggak akan terjadi." Revano mendelik. "Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membuka mulutnya itu. Kalau gagal, kita bisa memberinya uang yang lebih besar nominalnya dengan Celine."

Aku tertawa pelan seraya memukul bahunya. "Aku enggak punya uang sebanyak itu."

"Aku tahu karena kau miskin." Revano tertawa meledek.

Orang ini sangat menyebalkan.

Pintu rumah itu berdecit pelan dan Revano yang memang hendak mengetuk malah memukul si pemilik rumah. Sungguh kejadian yang ironis dan sedikit memalukan tetapi Revano hanya menunjukkan senyuman yang lebar tanpa merasa bersalah.

"Kenapa memukulku? Siapa kalian?" katanya galak dengan mata melotot.

Revano yang masih tersenyum lebar kemudian bergerak bersembunyi di belakangku. "Kau urus dia!"

Itu bukan permohonan tetapi perintah mutlak dan tentu saja aku memakinya didalam hati. Dia benar-benar membuatku bekerja keras.

"Maafkan temanku, dia enggak sengaja." Aku sedikit membungkuk meminta maaf dengan wajah sedikit memelas.

[1] Lose Memories 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang