Satu : Cowok Pop Mie

1.2K 44 0
                                    

07 Juni 2019, Senayan City Jakarta.

“Gila! Slank emang nggak ada matinya!.” Teriak Gavin. Dia memang sengaja teriak agar suaranya bisa kedengaran sekaligus ingin membuat kesal lawan bicaranya yang sedari tadi memasang wajah lempeng dan tidak bersahabat. Dia tidak terlalu suka dengan konser musik, yah walaupun beberapa band dia suka. Tapi untuk slank, band satu itu bukan band favorit dia. Lagunya saja hanya satu-dua yang dia tau, pun hanya sebatas reff saja.

Tak mendapat respon dari Zaki, Gavin kembali berteriak, “Happy dong mas bro! Mumpung liburan nih!.” Mendengus kesal, Zaki berbalik dan keluar dari penonton yang berdesakan dan berteriak kayak orang gila. Setidaknya itulah pandangan Zaki, jangan salahkan, siapa saja bebas berpendapat.

Zaki memang tidak suka konser musik sedari dulu. Menurutnya lokasi itu adalah lokasi orang kurang kerjaan yang berkumpul jadi satu dan teriak-teriak gak jelas, persis orang gila. Juga salah satu tempat yang rawan. Rawan copet, rawan budeg, rawan tawuran, dan rawan grepe-grepe sembarangan. Pokoknya kalo denger kata konser musik, dia orang pertama yang antipati banget. Padahal kerjaannya ada di tempat rawan peluru dengan konsentrasi kematian tinggi.

Memutar bola mata malas, Gavin mau tidak mau mengikuti Zaki yang sudah keluar dari area konser. Berhasil menyusul Zaki, Gavin malah dibuat bingung dengan tingkah Zaki yang sibuk meraba semua sakunya dengan ekspresi bingung. Tak tahan dengan rasa penasarannya Gavin bertanya, “Lo kenapa sih mas bro?”

“Dompet gue gak ada.” Jawab Zaki dengan panik. Tadi dia ingat betul bahwa habis dari beli tiket konser dia memasukkan dompetnya di saku celana bagian belakang. Lalu dia masuk tapi dia tak sengaja ditabrak oleh anak SMA dengan tampang punk dari belakang. Remaja laki-laki tersebut menggumamkan kata maaf berkali-kali tapi dia sempat melihat tangan remaja tersebut seperti menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya. Meski hanya sekilas tapi Zaki yakin kalo remaja itu yang mencopet dompetnya dengan dalih pura-pura tidak sengaja menabrak untuk mengalihkan fokus dari target dimana target tersebut adalah dia, Zaki.

Seakan tersadar, Zaki lari pontang-panting menuju tempat konser tadi dan ia menemukan remaja tadi hendak keluar dari tempat konser. Tanpa ba bi bu lagi dia segera menghampiri remaja itu dan menarik kerah belakangnya.

“Woy, apa-apaan nih. Lepas woy!” Teriaknya tapi tak di gubris oleh Zaki. Mendengar ribut-ribut, beberapa mata kini tertuju pada mereka bertiga. Bahkan seorang sekuriti datang tergopoh-gopoh mendekati mereka bertiga yang kini menjadi pusat perhatian. Namun, saat sekuriti itu hendak menginterupsi kegiatan Zaki, Gavin menahan bahu bapak itu dan meyakinkan bahwa tidak ada hal serius yang terjadi. Zaki menghadapkan wajah pencopet itu ke hadapan wajahnya dan menggeledah sakunya, beruntung sakunya tidak banyak.

Dia menemukan dompetnya di saku belakang celana pencopet itu dan mengangkat dompetnya di hadapan pencopet itu. “Lain kali kalo lo cari mangsa yang bener! Kadal dikadalin!” Serunya geram sembari memukulkan dompet itu ke kepala pencopet berumur anak SMA itu kemudian melepaskan cengkeramannya, membuat pencopet itu jatuh terduduk dengan bunyi berdebum keras.

Zaki berbalik, namun saat dirinya dan Gavin mencapai eskalator pencopet tadi merangkul leher Zaki dan menariknya ke belakang. Reflek Zaki begitu cepat, di buka pitingan yang mencekik lehernya itu kemudian sedikit menunduk. Sepersekian detik kemudian tubuh pencopet itu sudah mendarat ti anak tangga eskalator yang bergerak turun. Tubuhnya terus berguling-guling hingga berhenti di lantai. Pencopet itu meringis kesakitan.

Zaki dan Gavin yang kini menjadi pusat perhatian untuk yang kedua kali malah berdiri dengan sok cool menunggu mereka sampai bawah eskalator. Sesampainya di bawah, Zaki segera menelepon ambulans sedangkan Gavin mengikat tangan kanan pencopet itu dengan dua kayu, sepertinya tangannya patah. Gavin juga menulis tangan pencopet itu dengan spidol hitam yang di perolehnya dari pinjaman SPG boneka yang seksi, meski untuk bonekanya dia harus mengeluarkan jurus rayuan mautnya agar ia bisa mendapat dua boneka dengan gratis. Juga membebat lengan kirinya yang sobek lumayan dalam, dari sana darah mengalir cukup banyak. Gavin menggunakan surban yang melilit lehernya untuk menghentikan pendarahan, dia sengaja mengikatnya cukup kencang sehingga pencopet itu memekik kesakitan.

The Doctor and The ArmyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang