Dia Fatamorgana ( 6 )

1 1 0
                                    

Menyibukkan diri dengan kerja padahal menghindari perasaan duka
Melupakan sebuah derita
Lalu merangkai hidup bahagia
Akankah luka terobati dengan ceria
Ataukah lebih menyakitkan karena hanya pura-pura bahagia.
Apa aku bisa.?

(Reinaya__Alida)

Kini inaya merasa tubuhnya seakan bagai balok es yang keras namun bisa cair ketika diguyur air mendidih atau sebuah kayu lapuk yang bisa goyah seketika kala dibelai angin.(kebanyakan membaca puisi sang kakak hingga pikirannya bisa sepuitis itu).

Ia sendiri pun bingung ingin menangis, berteriak atau melenggang pergi saja dari hadapan sang kakek dan tidak memasalahkan kejadian beberapa detik yang lewat itu..

"Ada apa ini" suara neneknya inaya seakan membangunkan inaya dari mimpi alam sadarnya, karena ia tidak tertidur apalagi menutup mata sajaa tidak.
Inaya beralih memandang neneknya yang sedang menaruh sebuah mangkok berisi bubur diatas meja disamping kakeknya inaya masih dengan ekspresi datarnya.

"Lihat nek ini benar cucu kita ataukah artis yang di tv itu" tanya laki-laki tua itu kepada istrinya yang hanya ditanggapinya dengan kekehan sedangkan Inaya yang reflek menyadari itu langsung menghambur pada kaleknya.

"ih kakek iiiihhh, gak lucu ah" inaya mencubit-cubit pelan tangan dan perut sang kakek yang kini sedang tertawa puas melihat tingkah ketakutan sang cucu.

Sedangkan neneknya yang melihat kejadian itu ikut duduk dikursi disebrang sang suami menyaksikan tontonan konyol dihadapannya.
"Ndok ndok udah toh,  kakek baru pulang loh udah jangan buat dia capek"
lalu beralih mengambil remot tv dan mengabaikan kelakuan orang tercintanya dan memfokuskan pandangan ke layar televisi.

"Kakek tadi mau mencopot jantung inaya nek, kan inaya takut" adu inaya pada neneknya yang kesal lantaran dijaili kakeknya.

Kini Inaya duduk dilantai dan bersandar dikaki neneknya sambil menyilangkan tangan diatas pangkuan sang nenek berharap dibela oleh neneknya itu.
Sedangkan kakeknya masih dengan tawanya yang sedikit rendah dari semula. Dan neneknya hanya mengelus lembut kepala inaya.

Inaya cucu paling manja, meski usianya kini sudah hampir 18 tahun.

"Sudah besar gitu masih saja manja" ejek kakek inaya.

"Biar aja sih kek kan inaya cucu tunggal disini" sahut inaya dengan bangga.

"Shembarangan, teteh pun cucu kakek nenek kaliiii" seorang tiba-tiba datang dengan beberapa cemilan ditangannya yang langsung disambar oleh inaya.

"Hem em iyein ajha" sahut inaya  malas menanggapi ucapan Rumana, yang tidak bukan adalah kakak sepupu inaya, anak dari kakak mamanya.

"Mandi sana, bau kecut gitu nempel-nempel sama nenek, tuh arham nungguin disungai" rumana selalu menjaili inaya dengan menyebut nama arham yang notabennya sahabat inaya dari kecil.

"Mager, teteh tuh yang bau asap, mandi gih temenin arham sana sanaaa" inaya menyenggol lengan rumana yang duduk disampingnya. Inaya dan Rumana memang sangat akrab karena waktu kecil rumana juga tinggal dirumah kakek namun sampai kelas 6 SD saja, rumana melanjutkan sekolah di pesantren yang mengharuskan dirinya tinggal dipondok dan sekarang dia sudah mengabdikan dirinya dipesantren tersebut dan mendapat julukan sebagai Ustadzah beberapa bulan ini, umur rumana dan inaya hanya terpaut 2 tahun.

"Bau asep gini tapi gak jomblo kayak kamu blee" .

"Kasian ya pacar teteh" inaya berlagak sedih.

Dia FatamorganaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang