Semua pasang mata melihat Febira yang keluar dari kelas sambil menenteng tas nya dengan muka di tekuk.
Setelah Febira keluar dari kelas, teman - teman yang lainnya nampak berbisik - bisik satu sama lain.
"Baiklah anak - anak kita lanjutkan pelajarannya" ujar ibu Fitri yang berada di depan.
Ya sebelumnya ibu Fitri memang sedang menjelaskan materi pelajaran, namun tiba - tiba Febira, Lani dan Fauzi masuk ke dalam kelas yang membuat pembicaraan ibu Fitri terhenti. Ibu Fitri langsung mempersilahkan Lani dan Fauzi duduk di kursinya masing - masing terkecuali Febira. Dia nampak berbicara dengan ibu Fitri sebentar, tidak lama kemudian dia langsung mengambil tasnya dan pergi keluar kelas.
Kriiingg kriiingg
Bel istirahat berbunyi, namun teman - teman sekelas tidak ada yang pergi keluar kelas. Mereka nampak mengerumuni Lani yang duduk di bangku nomor 2 dari belakang. Lani duduk sebangku dengan Jihan dan kursi di belakang mereka berdua adalah kursi Veli. Hingga hari ini Veli masih belum masuk juga. Apakah dia masih sakit? Entahlah. Aku juga lupa menanyakannya kepada ibunya sewaktu mengantarkan surat kemarin mengenai Veli yang sakit apa.
"Hah! Jadi Febira di skors!" suara Gebi terdengar melengking di telingaku. Padahal jarakku lumayan jauh dengannya.
"Kenapa Febira di skors?" tanya Deni yang duduk di sebelahku.
"Ya mana gue tau, kenapa lo gak nimbrung aja tuh ke sana" ujarku sambil menunjuk sekumpulan cewek di dekat Lani duduk.
"Gak ah males gue gosipin orang" ujar Deni memutar bola matanya jengah.
"Seminggu? Lama banget!" tiba - tiba suara Gebi yang melengking terdengar lagi di telinga kami berdua.
"Bisa di kecilin gak tu suara!" celetuk Deni kepada sekerumunan cewek tersebut.
"Yeeee kok lo sewot!" cibir Gebi di belakang.
Sementara Deni hanya memutar bola matanya jengah.
"Lo mau ikut gue ke kantin gak?" tanya Deni kepadaku.
"Ayokk lah!" seruku, kami berdua pun langsung pergi keluar kelas menuju kantin.
***
"Eh Jun gue heran udah seminggu lebih Veli gak masuk kelas, biasanya kan dia selalu rajin masuk kelas" ujar Deni sambil menyuapkan bakso ke mulutnya.
"Katanya males gosipin orang, sekarang lo yang mulai" cibirku sambil memakan nasi goreng.
"Ya gue heran aja, lo tau kan udah seminggu lebih tau gak dia alfa."
"Dia bukan alfa, dia sakit" ujarku.
"Sakit? Lo tau dari mana?" tanya Deni heran.
"Gue tau sebab gue yang nganterin surat dari kepala sekolah ke rumah Veli" ujarku.
"Kok lo yang nganterin, itu kan tugas Fauzi" ujar Deni tatapannya bertambah heran lagi.
"Iya gue cuma mau bantu Fauzi aja kok karena gue tau rumahnya Veli"
"Lo tau rumahnya Veli!?" Deni terkejut dan memelototkan matanya.
"Ya taulah, gue kan pernah ke rumah dia" jedaku. "Biasa aja kali muka lo, udah kayak monyet kelaperan tau gak!" ujarku kepada Deni yang masih belum mengubah ekspresi wajahnya.
"Sialan lo!" Deni langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi biasa saja.
"Gue gak nyangka diem - diem lo udah kayak deket banget sama Veli" ujar Deni kemudian.
"Itu keliatannya aja, gue gak deket banget sama dia" ujarku kemudian meminum es jeruk yang aku pesan.
"Terus Veli nya sakit apa? Sampe seminggu lebih gak ke sekolah" tanya Deni.
"Nah itu dia! Gue juga gak tau dia sakit apa, soal nya gue lupa nanya sama ibunya Veli" ujarku sedikit kesal.
"Kok bisa? Lo gak ketemu dia langsung?" tanya Deni.
"Gak! Gue cuma ketemu sama ibunya doang. Katanya Veli gak mau di ganggu" ujarku.
"Buset dah! Kenapa tu anak pake gak mau di ganggu segala" ujar Deni kesal.
"Gak tau. Lagian niat gue ke rumah Veli cuma ngasih surat dari kepala sekolah bukan mau ketemu sama dia"
"Hmm tapi yang gue heran dia sakit apa ya, sampe seminggu lebih gak sekolah. Jangan - jangan dia sakit parah lagi" ujar Deni nampak menakut - nakutiku.
"Sakit parah gimana maksud lo? Udah ah gak usah mengada - ada kalo ngomong" seruku kesal.
Sementara Deni hanya tertawa pelan melihat ekspresiku yang nampak kesal.
***
Kenapa lo gak ngirim pesan sama Veli aja biar lo tau keadaan Veli kayak gimana. Biasanya orang - orang yang pendiem kayak Veli lebih lancar menyampaikan sesuatu lewat chatan. Coba aja deh lo chat dia.
Perkataan Deni terngiang - ngiang di kepalaku. Entah mengapa aku juga sedikit penasaran dengan keadaan Veli sekarang.
Akhirnya aku mengambil hp di atas nakas dan menghidupkannya. Aku pun membuka WA dan mulai mencari - cari grup kelasku di sana. Setelah ketemu aku pun langsung membuka info grup kelas tersebut.
Aku mencari kontak Veli yang ada di grup tersebut, namun tidak ada di sana. Apakah Veli tidak bergabung dengan grup kelas. Menyebalkan! Bagaimana aku mengirim pesan ke Veli kalau kontaknya saja tidak ada.
Jam di kamarku telah menunjukkan pukul 10 malam, mataku juga sudah mulai berat dan akhirnya aku mematikan hp ku dan mulai mememjamkan mataku untuk pergi ke alam mimpi.
***
Aku berjalan menghampiri Lani yang nampak sibuk berbincang dengan Jihan teman sebangkunya.
"Lani gue mau bicara sama lo sebentar" ujarku.
Lani langsung menatap ke arahku "mau bicara apa?" tanya Lani heran.
"Ikut gue keluar kelas" ujarku kepada Lani.
"Ih Juna kenapa gak bicara di sini aja sih, gue lagi males nih keluar kelas" ujar Lani.
"Iya Jun lagian lo ganggu cerita kita berdua aja" timpal Jihan yang duduk di sebelahnya.
"Lani please!" ujarku,
"Jihan nanti kita sambung ceritanya" Lani pun langsung berdiri dan melangkah keluar kelas.
"Jadi lo mau ngomong apa sama gue?" tanya Lani ketika kami berdua sudah berada di luar kelas.
"Lo punya nomor Veli?" tanyaku.
"Hmmm" Lani nampak berfikir "kayaknya gak ada deh" ujar Lani kemudian.
Di antara cewek - cewek yang ada di kelasku hanya Lani yang tidak terlalu cerewet, buktinya dia tidak bertanya banyak hal ketika aku meminta nomor Veli kepadanya. Walaupun dia juga tidak mempunyai nomor Veli.
"Yahh masa gak ada" ujarku kecewa.
"Kenapa lo gak minta sama orangnya langsung sih" Lani pun mengubah pandangannya ke arah koridor kelas. Aku pun mengikuti arah pandang Lani.
"Eh?" kagetku ketika melihat Veli berjalan sendirian di koridor hendak menuju kelas.
"Gue masuk ya" Lani pun langsung pergi dari hadapanku dan masuk ke dalam kelas.
Sedangkan aku masih menatap tak percaya Veli yang berjalan menuju kelas dengan menundukkan kepalanya. Apakah dia sudah sehat?
"Vel! Lo masuk ha--
Kata - kataku terhenti ketika Veli melewatiku begitu saja dan tidak menghiraukan diriku yang menyapanya. Kelakuannya masih saja tidak berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
gadis Pendiam
Teen FictionDia memang pendiam tetapi tidak bodoh. Dia pintar hanya saja tertutupi oleh diamnya.