Sejak kejadian hari itu, tidak ada lagi teman - teman sekelas yang menyapa Veli ataupun melihatnya. Mereka semua seperti tidak menganggap sosok Veli ada di kelas ini.
Veli pun juga semakin pendiam di kelas, bahkan dia tidak pernah mengangkat wajahnya. Dia selalu menundukkan wajahnya baik itu pada saat dia berjalan ataupun duduk. Dia tidak pernah lagi menatap lingkungan di sekitarnya. Bahkan belakangan hari ini dia lebih sering tidur di dalam kelas.
"Jun! Woy Jun!"
Aku tersentak ketika ada yang memanggilku.
"Malah melamun, cepetan ganti pakaian lo. Udah masuk jam pelajaran olah raga nih" Deni mengambil baju olah raga di dalam tas nya dan berjalan ke belakang kelas.
Aku baru menyadari tidak ada lagi orang di kelasku, hanya ada Deni dan Fauzi yang sibuk mengganti pakainnya. Aku pun mengambil baju olah raga di dalam tas ku dan mulai mengganti pakaianku.
Di sekolahku memang tidak ada ruang khusus ganti pakaian, makanya kami para lelaki lebih suka mengganti pakaian di dalam kelas saja. Asalkan pintu kelas di tutup dan jendela juga ditutup dengan gorden. Sedangkan para siswi perempuan mengganti pakaian di toilet wanita tentunya.
Setelah mengganti pakaian, kami pun bergegas keluar menuju lapangan dan berbaris di sana untuk pemanasan.
Selama pemanasan tak sengaja mataku melihat Veli yang berada di samping sebelah kiriku, wajahnya terlihat pucat sekali. Aku jadi khawatir melihatnya, apakah dia sakit?
****
"Baiklah anak - anak apakah kalian mengerti semua yang bapak jelaskan?" tanya pak Mustofa, guru olah raga kami.
"Mengerti pak!" seruku berbarengan dengan teman lainnya.
"Baiklah untuk membuktikan apakah kalian benar - benar mengerti, bapak akan membagi kalian ke dalam beberapa kelompok untuk mempraktekkan cara berlari estafet yang telah bapak ajarkan sebelumnya!" seru pak Mustofa.
"Silakan kalian bubar dan duduk di pinggir lapangan, nama - nama yang bapak panggil silakan maju!" seru pak Mustofa.
Sesuai dengan arahan pak Mustofa, aku dan lainnya langsung bubar dan duduk di pinggir lapangan.
"Aliya!" seru pak Mustofa. Dia mulai memanggil nama - nama yang akan melakukan lari estafet.
Aliya langsung berdiri dari tempat duduknya dan sedikit berlari menuju garis start dan mengambil tongkat estafet yang disediakan.
"Arjuna!" nama ku di panggil.
Aku pun berlari dan mengambil posisiku beberapa meter di depan Aliya berdiri.
"Baria!"
"Deni!"
What? Aku satu kelompok dengan Deni, mereka berdua pun mengambil posisi yang telah ditandai oleh pak Mustofa. Beberapa meter di depanku ada Baria dan beberapa meter di depan Baria ada Deni.
"Baiklah silakan kalian ubah posisi badan kalian sesuai dengan teknik yang bapak ajarkan" seru pak Mustofa.
"Silakan di mulai ketika bapak telah meniup pluit!"
Aku mempersiapkan diriku dengan cukup baik sesuai dengan arahan yang telah pak Mustofa jelaskan sebelumnya.
"Satu!"
"Dua!"
Tiiitt
Aku mepersiapkan posisiku untuk menerima tongkat estafet dari Aliya tentunya, dengan teknik yang telah di ajarkan oleh pak Mustofa. Setelah Aku menerima tongkat estafet dari Aliya, aku pun segera berlari secepat mungkin menuju ke arah Baria. Aku pun langsung memberikan tongkat tersebut ke telapak tangan Baria yang telah mengulur ke belakang. Aku pun berhenti berlari dan berdiri di posisi Baria sebelumnya. Baria mulai berlari dan memberikan tongkat estafetnya kepada Deni. Setelah Deni menerima tongkat dari Baria, dia langsung berlari menuju garis start kembali. Deni pun melakukan start jongkok seperti yang dilakukan Aliya tadi, kemudian memberikan tongkat estafet kepada Aliya. Begitu seterusnya sampai kami mencoba semua posisi yang ada di lapangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
gadis Pendiam
Fiksi RemajaDia memang pendiam tetapi tidak bodoh. Dia pintar hanya saja tertutupi oleh diamnya.