chapter 9 🐦

1.4K 243 344
                                    

Setelah aku lihat lihat, sepertinya kalian paling suka chapter 6. Hmm 🌚🌚 readerku .. kelean luar biasa
salam dari aurora sama saya ratu mermet
.

.

.

.

.

Author POV -

"Jadi, bagaimana caranya agar kami bisa bertemu dengan arwah Jinyoung?" tanya Yohan di tengah mentalnya yang goyah dan hancur.

Masih di ruangan gelap itu, di mana makam Park Jihoon ditempatkan namun dilupakan sekaligus. Berbeda dengan makam yang Yohan lihat sebelumnya di ruang utama museum, makam Park Jihoon terletak di bawah tanah dan begitu berdebu, peti matinya terbuat dari kayu dan bukanlah perak berkilauan.

Yohan menemukan banyak sekali cerita di balik permintaan Guanlin yang begitu sederhana. Kini Yohan tahu, kenapa mereka harus pergi ke Myeongdong, kenapa mereka bertemu Jisung di Suwon, kenapa mereka bertemu dengan anak-anak di tempat prostitusi, dan kenapa mereka sampai di museum kekaisaran Park di Daegu, itu semua semata-mata hanya karena Guanlin yang tidak sempat mengatakan sebuah kalimat berharga untuk orang yang begitu penting baginya......

Dan bagi Yohan sendiri, kisah yang pernah Guanlin alami merupakan hal terindah bahkan lebih indah daripada cerita dari negeri dongeng.

Park Jihoon masih mondar-mandir di sekitar ruangan itu dan menyentuh apapun yang ada di sekitarnya, padahal hanya ada peti mati kayu yang bobrok dan juga lilin yang terbakar di dinding.

"Menemui Jinyoung bukanlah hal yang sulit," kata Jihoon, "pergilah ke Busan dan datang ke pantai Haeundae, kirim surat untuknya dan dia akan datang."

"Kirim apa?"

"Kirim surat." Jihoon mengulangi. "Tulis apa yang kau inginkan di selembar kertas, bakar kertas itu dan buang abunya ke pantai. Lihat apa yang akan terjadi setelah itu."

Yohan terdiam, ia memikirkan sejumlah hal yang mungkin terjadi setelah mereka membuang abu kertas itu ke laut, sesuatu yang sulit di prediksi.

"Jangan khawatir, pantai itu tidak anker, banyak orang yang berkunjung ke sana. Tapi mungkin kalian harus menunggu hingga pantainya kosong jika kalian tidak ingin di anggap gila oleh yang lain." jelas Jihoon seraya tertawa sekilas.

Itu cukup melegakan, setidaknya tidak perlu ada banyak perkara yang akan mereka dapatkan selama tempat yang mereka kunjungi tidaklah anker. Keyakinan Yohan akan membantu Guanlin lebih jauh mulai bertumbuh lagi di dalam benaknya. Tidak akan lama lagi, hanya selangkah tertinggal.

"Yohan," panggil Jihoon, refleks Yohan menggumam sebagai jawaban, "terima kasih karena telah membawa Guanlin kepadaku."

"Ne?"

"Tolong jangan pernah salahkan Guanli  akan kematian kami berempat, Guanlin lah yang sebenarnya menderita pada saat itu. Guanlin adalah anak yang baik, dia pantas untuk dicintai."

"Aku... hanya..."

"Kau hanya membantunya. Itu benar. Tapi aku berani mengatakan bahwa menjadi sahabat Guanlin merupakan salah satu hal yang paling berharga selama aku masih hidup. Kau berteman dengannya, jagalah dia. Meskipun dia hanya arwah, tapi dia adalah teman yang baik bagi manusia maupun arwah yang lainnya." kalimat Jihoon yang panjang lebar seakan menyadarkan Yohan terhadap sesuatu.

Sudah hampir tiga tahun setelah pertemuan Guanlin dan Yohan di toilet pria di sekolah, Yohan sadar bahwa ia seringkali mengeluh akan keberadaan Guanlin di sekitarnya, karena ia berisik, karena ia seringkali mengganggunya, tapi tidak ada yang lebih benar lagi di dunia ini selain kalimat Jihoon, bahwa menjadi seorang teman dari Guanlin itu sangatlah berharga.

ᴡᴇɪʀᴅ ꜰᴇᴇʟɪɴɢ [ʜᴀɴᴋʏᴜ|ᴇɴᴅ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang