Takdir #8

247 18 7
                                    

Hari ini hari Senin, Lily masih belum masuk. Virey tidak bisa berkonsentrasi saat belajar tadi. Sekarang Virey sedang berjalan ke rumahnya dengan lesu.

Sampai di rumah Virey tidak mengatakan apa-apa, Virey langsung ke kamarnya dan mengunci pintunya lalu menelepon Lily. Entah keajaiban apa, teleponnya diangkat.

Tulisan tebal: Virey
Tulisan miring: Lily

Lily! Ya ampun, aku sangat merindukanmu

Virey, ini bukan Lily. Ini mamah Lily.

Oh.. Lily kemana? Kenapa Lily tidak masuk sekolah dari minggu kemarin?

Lily... Penyakit kankernya kambuh lagi. Sedang parah sekarang.

Hah?! Kambuh lagi?! Berarti Lily kena penyakit kanker dari dulu?! Kenapa Lily gak pernah cerita? Lily di ada di rumah sakit mana?

Iya. Maaf karena Lily tidak pernah cerita. Lily ingin kamu kesini sekarang. Lily dirawat di rumah sakit umum daerah. Kamar nomor 221 di lantai 3. Kamu bisa menanyakan selengkapnya pada Lily di rumah sakit.

Semoga saja aku bisa kesana. Aku akan menanyakan pada mamahku. Dadah.

Virey mematikan teleponnya. Virey berjalan menuju mamahnya lalu menceritakan apa yang terjadi. "Hah?! Beneran?! Ya ampun, kita ke rumah sakit sekarang!" Kata mamah. Virey dan mamah langsung pergi ke rumah sakit.

Virey sangat panik. Virey berdo'a pada Tuhan agar Lily cepat keluar dari masa kritisnya. Sampai di rumah sakit, Virey dan mamah langsung menuju kamar Lily. Untung saja mudah di cari.

"Lily!" Seru Virey sambil membuka pintu ruang rawat Lily. Lily membuka matanya. Virey memeluk Lily. "V... Virey." Kata Lily. Virey menangis. Mamah dan ibunya Lily (Valeria) bersalaman lalu berbincang-bincang. Mamah memberikan roti yang tadi dibeli di mini market yang ada di depan rumah sakit.

"Lily kenapa kamu gak pernah cerita?" Tanya Virey masih menangis. "Pertama, jangan nangis dulu." Kata Lily sambil mencoba manghapus air mata Virey. Virey berhenti menangis. Lily tersenyum. "Aku gak mau kamu merasa terbebani." Lanjut Lily.

Tiba-tiba, dokter masuk kedalam ruangan. "Selamat malam. Jadi saya ingin memberi tahu sesuatu kepada Valeria-San. Mari ikut saya." Kata dokter. Valeria-San dan dokter keluar ruang rawat. Mamah mendekati Lily. "Lily yang sabar ya, nak. Tante gak bisa melakukan apa-apa. Terus berdo'a pada Tuhan ya." Kata mamah menyemangati Lily. Lily mengangguk lalu tersenyum.

Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 PM. "Virey, pulang yuk." Kata mamah. "Gak mau mah! Aku mau nginep sekali disini. Aku mau jagain Lily-Chan!" Kata Virey. "Sebentar saya ada telepon." Kata Valeria-San. Selesai berbincang ditelepon, Valeria-San menghampiri mamah.

"Hanami-San. Saya ada tugas di perusahaan saya. Ini tidak bisa diwakili. Apakah anda bisa menjaga Lily?" Tanya Valeria-San. "Saya tidak bisa. Virey besok sekolah." Kata mamah. Virey tersenyum puas. "Ijin dulu saja." Kata Virey santai.

Valeria-San mengangguk. "Hm... Baiklah. Tapi saya pulang karena setrikaan menumpuk." Kata mamah sambil terkekeh. Lalu mamah dan Valeria-San pun pergi keluar ruangan inap.

"Virey. Bisa ambilkan kertas itu?" Kata Lily sambil menunjuk sebuah kertas diatas meja. Virey mengangguk lalu mengambil kertas itu. Kertas itu ditaruh oleh Valeria-San setelah berbincang dengan dokter. Lily membacanya dengan seksama lalu tersenyum miris.

Virey mengambil kertas itu dari tangan Lily lalu membacanya. "S.. Stadium empat?!" Seru Virey tak percaya. "Tuhan gak adil!" Kata Virey sambil menangis.

"Ini takdir, Rey. Kita gak boleh mencela takdir. Jangan pernah menangisi takdir." Kata Lily. "A... Aku gak bisa kehilangan orang yang aku sayang lagi, Ly." Kata Virey sambil terus menangis. Lily mengusap kepala Virey.

"Itu tidak seberapa, Rey. Mungkin dokter memberi tahu ibuku yang lebih parah lagi. Sampai kapan aku hidup, masa kritis ku akan datang kapan dan lain-lain. Tapi, aku tidak menangis. Karena apa? Karena aku percaya kalau Tuhan itu adil. Tuhan akan memperlakukanku dengan adil. Mungkin aku pernah melakukan kejahatan dulu sehingga aku diberikan penyakit? Entahlah." Kata Lily sambil tersenyum.

"Aku gak pernah mengeluh tentang keadaanku sekarang. Aku juga yakin, kalau aku bisa melewati semua ini. Kamu juga harus yakin kalau aku bisa melewatinya dengan mudah." Lanjutnya. Virey mengangguk. "Pasti, Ly!" Seru Virey mantap. Virey membuka ponselnya lalu melakukan video call dengan Ken.

Ken agak kaget dengan kondisi Lily. Dia berjanji akan menengok Lily. Setelah video call. Virey dan Lily tidur.




Esok harinya... Virey melihat kearah jam dinding. "Sudah jam enam. Lily belum bangun. Sudah ada makanan juga." Batin Virey. Virey langsung cuci muka. Setelah cuci muka Virey melihat Lily yang sedang melamun. "Selamat pagi Lily-Chan. Makan ya." Tawar Virey. Lily menggeleng. "Aku gak suka makanan rumah sakit." Tolak Lily. "Agar kamu cepat sehat." Kata Virey lagi.

Lily menghela nafas panjang. "Baiklah." Kata Lily. Aku menyuapi Lily. "Abis ini jalan-jalan yuk. Setahuku di rumah sakit ini ada taman belakangnya." Ajak Virey. Lily mengangguk setuju. "Aku kangen sekolah." Kata Lily. Virey tidak merespon. "Ly. Aku ada satu pertanyaan, sebenarnya rambutmu pendek karena penyakit ini kan?" Tanya Virey.

"Hmm... Ya, maaf aku berbohong padamu." Kata Lily. Virey mengusap rambut Lily yang makin hari makin pendek. Banyak rambut rontok yang menempel dibantal Lily. "Udah." Kata Lily. Virey menyimpan piring bekas makan Lily lalu mengambil kursi roda. Virey membantu Lily berdiri. Setelah Lily duduk dikursi roda dan infusan juga sudah siap. Virey langsung mendorong kursi roda.

"Jam segini tuh aku lagi jalan di koridor sekolah yang masih kosong." Kata Virey mengingat kejadian di sekolah. "Dan biasanya aku berlari lalu meneriakkan namamu." Kata Lily. Virey terkekeh. Sebenarnya hatinya sangat sesak sekali, tapi dia tidak mau menangis di depan Lily.

Sampai di taman. "Segar sekali." Kata Lily. Virey menghirup udara yang saat itu masih segar. Sangat segar lebih tepatnya. Banyak anak-anak yang berlarian di taman. "Rasanya seperti di taman kota saja ya." Kata Lily sambil terkekeh. Virey tertawa kecil.

"Virey, kalau aku udah gak-" "Shut!" Seru Virey memotong pembicaraan Lily. "Jangan pernah mengatakan hal itu lagi. Aku muak dengan kata-kata itu." Kata Virey. Lily tersenyum lalu menatap langit. Aku ingin kita ada di rooftop sambil tiduran dan menatap langit. Rasanya akan seru ya." Kata Lily.

"Ayo! Kita harus melakukannya." Kata Virey. "Ya! Jika aku sudah masuk sekolah lagi." Kata Lily. "Bukannya masa kritis mu sudah berakhir? Harusnya kamu bisa kembali ke sekolah." Tanya Virey. "Mungkin nanti hari Jum'at aku bisa sekolah lagi. Do'akan saja." Jawab Lily.

"Mau kembali?" Tanya Virey. Lily menggeleng dan memejamkan matanya. "Virey. Nanti rambutku bakal rontok semua ya?" Tanya Lily. Virey mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Mau bagaimanapun, kamu tetap cantik." Jawab Virey.

Lily masih memejamkan matanya dan dia tidak membukanya bahkan saat Virey memanggil pun, Lily tidak dengar.

Bersambung...

Lily kenapa ya? BTW, author mau kasih tahu kepanjangan nama-nama tokoh disini :v
Virey Hanami (Virey)
Lily Xavier (Lily)
Yuzuna Hanami (Mamah Virey)
Valeria Xavier (Ibu nya Lily)
Ken Yuneki (Ken)

Nah itu dia hehe. BTW guys, author pengennya kalian tuh nangis di part ini, tapi keknya kurang sedih ya? Bodoamat dah yang penting kalean senang. See you in next part gaess

NOLEP✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang